Senin, 10 Oktober 2016

antropologi sebagai bagia

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 latar Belakang
            Harus diyakini bahwa bagi seorang sarjana, terminology atau istilah yang dipergunakan dalam pembahasan keilmuan atau ilmu pengetahuan (science), merupakan dasar atau pondasi untuk mengetahui, memahami dan memaknai sebuah ilmu. Berkaitan dengan itu paling tidak anda harus bisa membedakan definisi atau pengertian dari setiap konsep atau terminology keilmuan, struktur sebuah ilmu serta aspek-aspek prosedur dan kemanfaatan dari ilmu tersebut.
            Berkaitan dengan kajian mengenai ilmu sosial, Judistira K.garna (1996) menegaskan bahwa ilmu sosial merupakan ilmu-ilmu yang mempelajari tentang manusia sosial. Ilmu sosial terdiri dari berbagai ilmu yang mempelajari tentang manusia sebagai makhluk sosial. Karena juga ada kata sosial maka jawaban sederhana tersebut dapat diberi arti lebih lanjut, bahwa ilmu sosial  ialah ilmu atau sejumlah ilmu yang mempelajari manusia dalam kehidupan sosialnya. Ilmu sosial mencakup ilmu-ilmu : sosiologi, antropologi, ekonomi, politik, psikologi sosial dan sejarah sosial. Dua dari displin ilmu-ilmu sosial itu sosiologi dan antropologi, yaitu yang mempelajari tentang masyarakat dan kebudayaan manusia dianggap ilmu-ilmu yang menjadi pokok teori-teori dan metodologi dalam ilmu-ilmu sosial.
            Kajian mengenai keilmuan dapat didefinisikan dari karakteristik ilmu pengetahuan sendiri, yang pada umumnya memiliki sejarah, bahan dan pusat perhatiannya masing-masing, malahan seringkali metode dan penelitiannya tersendiri pula. Walaupun setiap ilmu memiliki sifat tersediri, tetapi dalam ilmu-ilmu sosial tidak mudah membuat garis pemisah tegas antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Tumpang tindih seringkali tidak dapat terhindarkan termasuk tentang pusat perhatian penelitiannya, keadaan seperti itu tidak hanya berlaku dalam lingkup ilmu-ilmu sosial saja. Manusia sebagai satu objek perhatian dari berbagai disiplin ilmu sosial bisa menyebabkan singgungan dan tumpang tindih.
            Materi ini sangat bermanfaat dipelajari oleh mahasiswa, sebagai bahan dalam memperkuat landasan pemahaman landasan keilmuan, mengenai ilmu-ilmu sosial khususnya bidang sosiologi, antroplogi dan pendidikan. Untuk memahami paparan konsep ini, akan dibahas dalam makalah ini.

I.2  Rumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat disampaiakn permasalah, sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah jenis-jenis pengetahuan dilihat dari prosedur dan cara perolehannya oleh para ahli filsafat ilmu ?
2.      Bagaimanakah aspek-aspek dalam mengkaji sebuah ilmu atau bagaimanakah struktur keilmuan itu ?
3.      Bagaimanakah karakteristik ilmu sosial ?
4.      Bagaimanakah perkembangan ilmu-ilmu sosial ?
5.      Bagaimanakah pendidikan sebagai ilmu terapan ?
6.      Bagaimanakah antropologi sebagai ilmu murni ?

1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah :
1.      Untuk mengetahui jenis-jenis pengetahuan dilihat dari prosedur dan cara perolehannya oleh para ahli filsafat ilmu.
2.      Untuk mengetahui aspek-aspek dalam mengkaji sebuah ilmu atau bagaimanakah struktur keilmuan itu.
3.      Untuk mengetahui karakteristik ilmu sosial.
4.      Untuk mengetahui perkembangan ilmu-ilmu sosial.
5.      Untuk mengetahui pendidikan sebagai ilmu terapan.
6.      untukmengetahui antropologi sebagai ilmu murni.

I.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah :
Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mahasiswa dalam ilmu antropologi dan sosial, sehingga dapat menjadi bekal ketika nanti mengajar di SD dalam bidang studi IPS. Dalam bidang studi IPS di SD nanti akan banyak dibahas ilmu antropologi dan sosial, sehingga kita mahasiswa sebagai calon guru dapat memberikan bimbingan dan pemahaman yang maksimal kepada peserta didik.














BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Jenis-Jenis Pengetahuan
Pertama-tama perlu ditegaskan, bahwa dilihat dari prosedur dan cara perolehannya, para ahli filsafat ilmu membedakan pengetahuan paling tidak ke dalam empat kategori, yaitu :
1.      Pengetahuan Umum (knowledge)
Merupakan semua kesan yang diterima sebagai sebuah stimulasi (rangsangan) terhadap panca indera kita, sehingga secara procedural pengetahuan tersebut diperoleh tidak melalui sebuah prosedur yang baku atau tertentu, melainkan diterima sebagai sebuah instinktif sebagai hasil kerja pancaindera manusia. Dengan demikian berjuta-juta bahkan bermilyar-milyar pengetahuan diperoleh manusia dari sejak ia lahir sampai dewasa dan menjelang hayatnya.
2.      Pengetahuan Ilmiah (Science)
Yaitu diperoleh melalui sebuah prosedur tertentu yang dinamakan metode, walaupun secara historis metode ilmiah ini dikembangkan dari kerangka logis berfikir manusia itu sendiri, namun dalam perkembangannya para ahli menemukan standar atau patokan prosedur yang baku, dengan demikian karakteristik, struktur dan sifat dari pengetahuan yang dihasilkannyapun memiliki karakteristik tersendiri, sesuai dengan kaidah-kaidah hukum pengetahuan ilmiah. Salah satu yang sangat membedakannya terutama dilihat dari prosedur perolehan atau rumusan pengetahuan ilmiah senantiasa dilandasi oleh bukti-bukti empiris (fakta dan data).
3.      Pengetahuan Filosofis (phylosopia)
Terkadang sulit dibedakan dengan pengetahuan ilmiah, bahkan dalam sejarahnyya ilmu pengetahuan (science) merupakan atau senantiasa dilandasi oleh pengetahuan filosoofis (filsafat), sehingga para ahli filsafat ilmu menyatakan bahwa filsafat merupakan induk (ibu kandung) dari ilmu pengetahuan (science). Cara perolehan pengetahuan filsafat berbeda dengan pengetahuan ilmiah, dimana filsafat diperoleh melalui suatu proses perenungan mendalam tentang sesuatu menembus batas-batas factual (hakekat, inti makna dibalik sesuatu yang tampak atau observable) yang tidak terjangkau oleh ilmu pengetahuan (science).
4.      Pengetahuan Religi (Religy) atau Agama
Sangat berbeda dengan ketiga jenis pengetahuan sebelumnya, pengetahuan agama diperoleh melalui suatu proses keyakinan (iman), seseorang akan menerima kebenaran agama karena dia yakin akan kebenaran pengetahuan tersebut sehingga karakteristik pengetahuan religi ini bersifat mutlak kebenarannya. Dalam pandangan yang lainnya, dapat didiskusikan secara khusus mengenai keempat jenis pengetahuan tersebut, sehingga dalam pembahasan ini akan lebih difokuskan kepada salah satu jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan ilmiah (science).

2.2  Struktur Keilmuan
Struktur sebuah ilmu yang dipelajari oleh seorang pendidik hendaknya dipahami pola-polanya seperti apa. Dengan kata lain, kalau kita mengkaji bahkan menyampaikan sebuah ilmu, maka aspek-aspek apa saja yang semestinya kita kuasai dan harus disampaikan.
Apabila saat ini anda sedang mengkaji sosiologi antropologi pendidikan, maka isinya itu terdiri dari apa saja. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kita dihadapkan pada penguasaan struktur dan terminology keilmuan. Sebuah ilmu itu isinya akan terdiri dari himpunan teori, hokum, dalil, konsep, hipotesis, proposisi, generalisasi, bahkan berupa fakta-fakta. Dengan demikian anda dihadapkan kepada dua persoalan besar ketika harus mempelajari sosiologi antropologi pendidikan, yaitu :
Pertama, pemahaman dan makna dari istilah-istilah tersebut
Kedua, isi dan bunyi dari setiap aspek dalam struktur ilmu pengetahuan tersebut.
Misalnya, teori sosiologi antropologi apa saja  yang perlu anda pahami berkenaan dengan pengembangan pendidikan di sekolah dasar, bagamanakah konsep-konsep sampai fakta-fakta sosio-antrologi yang anda pahami, berhasil diidentifikasi dan dibuktikan dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar.
Oleh karenanya, pada bagian berikutnya anda akan memperoleh wawasan lebih jauh mengenai sosiologi antropologi pendidikan, sebagai salah satu contoh yang siatnya umum ditegaskan bahwa dilihat dari kerangka pandang keilmuan, sosiologi memiliki sudut pandang dan metode serta susunan tertentu, secara tegas dapat dinyatakan bahwa obyek telaah sosiologi adalah manusia dalam kelompok, dengan memandang hakekat masyarakat, kebudayaan dan individu secara ilmiah. Susunan sosiologi terdiri dari konsep, prinsip kehidupan kelompok sosial, kebudayaan dan perkembangan pribadi. Sedangkan yang menjadi kajian sosiologi adalah tingkah laku sosial, terutama tingkah laku dalam institusi sosialnya. Sedangkan tingkah laku sosial manusia adalah merupakan pelahiran dari keseluruhan unsur-unsur yang terdapat dalam proses kelompok, seperti : konflik, kerjasama dan sosialisasi.
Untuk menjawab pertanyaan pertama, paling tidak anda mencermati struktur dasar yang harus ada dalam sebuah ilmu, yaitu “ teori, konsep, hipotesis, generalisasi dan fakta atau data. Sedangkan pertanyaan yang kedua, akan terjawab melalui isi sajian yang dibahas pada bahan belajar mandiri ini secara keseluruhan tentang teori, konsep, hipotesis, generalisasi serta fakta-fakta sosiologi antropologi pendidikan sebagai sebuah bidang kajian keilmuan.



2.3  Karakteristik Ilmu Sosial
Dari aspek objeknya kajian ilmu ini terdiri dari manusia dan alam atau benda, sehingga dikenal dengan ilmu sosial (sosial Science) dan ilmu alam (natural science). Pertanyaannya, apa yang dimaksud dengan ilmu sosial, Judistira K.Darna (1996), memberikan paparan untuk menjawab pertanyaan tersebut bahwa ilmu sosial adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang manusia sosial : maka salah satu dari berbagai pertanyaan yang seringkali timbul tentang apa dan bagaimana ilmu sosial itu telah terjawab, walaupun diberikan dengan jawaban yang sederhana.
Pertanyaan itu sendiri sebenarnya sudah mengandung makna, bahwa ilmu sosial terdiri dari berbagai ilmu yang mempelajari tentang manusia sebagai makhluk sosial. Karena juga ada kata sosial maka jawaban sederhana tersebut dapat diberi arti lebih lanjut. Ilmu sosial ialah ilmu atau sejumlah ilmu yang mempelajari manusia dalam kehidupan sosialnya. Jawabannya itu kembali lagi masih tampak sederhana, tetapi kiranya tidaklah sederhana seperti untuk memahami dan mengajarkannya agar orang mampu memahami dan mengajarkannya secara mendalam. Mac Kenzie malahan mengemukakan suatu penegasan tetapi penuh rasa kekhawatiran terhadap luasnya perhatian ilmu-ilmu tentang kehidupan masyarakat, bahwa no one learn or teach all that is know about human society.
Karena itu dalam perkembangan ilmu, ilmuwan sepakat dan menganggap perlu untuk membagi perhatian tentang berbagai cara makhluk manusia itu berinteraksi menurut satuan-satuan tertentu. Selain alasan yang telah dikemukakan itu, bukanlah ada kepentingan lain, yaitu bahwa manusia itu adalah suatu kompleksitas yang memiliki hakekta multi dimensional.
Kini, apabila masalah dari pertanyaan tersebut tidak sederhana lagi, maka memang tampak perlu dalam memahami kehidupan manusia untuk melakukan penataan pola pikiran dengan membagi cara interaksi manusia menurut satuan-satuan studi koheren yang mengandung keteraturan, satuan-satuan itu adalah ilmu sosial yang mencakup ilmu-ilmu: sosiologi, antropologi, ekonomi, politik, psikologi sosial dan sejarah sosial. Dua dari disiplin ilmu sosial di atas, yaitu : sosiologi dan antropologi, merupakan dua ilmu sosial yang mempelajari tentang masyarakat dan kebudayaan manusia, keberadaanya dianggap ilmu-ilmu yang menjadi acuan pokok teori-teori dan metodelogi dalam ilmu-ilmu sosial.
Setiap ilmu pengetahuan memiliki sejarah, bahan dan pusat perhatiannya masing-masing. Malahan seringkali metode dan penelitiannya tersendiri pula. Walaupun setiap ilmu memiliki sifat yang tersendiri, tetapi dalam ilmu-ilmu sosial tidak mudah membuat garis pemisah tegas antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Tumpang tindih sering kali tak dapat dihindarkan termasuk tentang pusat perhatian penelitiannya, keadaan seperti itu sebenrnya tidak hanya berlaku dalam lingkup ilmu-ilmu sosial saja. Manusia sebagai satu objek perhatian dari berbagai disipln ilmu sosial bisa menyebabkan singgungan dan tumpang tindih. Karena itu akan merupakan langkah yang bijak dengan tidak membatasi gerak ilmiah, tetapi membuat suatu perbedaan kerangka kerja, atau suatu ‘working distinction’ antara disiplin ilmu satu dengan yang lainnya.
Dalam mempelajari masyarakat, manusia dihadapkan kepada subjek dan masalah yang kompleks, termasuk upaya memahami atau memecahkan masalah tersebut, karena itu tidaklah mengherankan jika seorang ilmuan ada kemungkinan menyinggung batas, ide, dan metode dari disiplin ilmu pengetahuan lainnya. Hal itu terutama disebabkan oleh realitas kehidupan manusia yang tidak selalu dapat digolongkan ke dalam kategori-kategori logic, dan hanya indah untuk dilihat belaka. Kehidupan itu adalah suatu keseluruhan. Sedangkan ilmu sosial sebagai ilmu pengetahuan haruslah menarik konsep, teori dan kaidah atas kerapnya berlaku sesuatu hal yang secara ilmiah benar, dan yang berarti bukanlah merupakan kebenaran mutlak, tetapi kebenaran yang relative.

2.4  Perkembangan Ilmu-Ilmu Sosial
Dalam kajian sosiologi antroplogi sebagai ilmu sosial, anda perlu mengkaji lebih lanjut mengenai perkembangan ilmu sosial itu sendiri. Hal ini penting karena pemahaman terhadap aspek sejarah keilmuan akan memperkokoh pemahaman landasan keilmuan kita. Berkaitan dengan  hal tersebut, lebih lanjut Judistra K.garna (1996) selaku salah seorang pakar ilmu sosial  menyajikan paparannya tentang perkembangan ilmu-ilmu sosial sebagaimana disajikan berikutnya.
Ilmu-ilmu sosial baru berkembang sejak kira-kira satu setengah abad silam, yang sampai saat ini telah menjalani proses pertumbuhan, diversifikasi sampai pada spesialisasinya. Pada mulanya apa yang dipahami sebagai sejumlah gejala ekonomi politik oleh Adam Smith dan david Ricardo kemudian berkembang menjadi berbagai disiplin ilmu. Pola-pola pikiran dari pionir ilmu sosial pranscis, Montesquieu dan de Tocqueville, kemudian menjadi perhatian tidak hanya bagi satu disiplin ilmu saja, tetapi menjadi salah satu fokus perhatian beberapa ilmu, yaitu politik, sosiologi dan psikologi sosial.
Pada waktu Sigmund Freud, seorang doktoer dari Wina di abad ke-19 mengemukakan tentang psikonalisasi, banyak fisiolog, neurology dan para doctor menganggap pendapatnya itu tidak ilmiah. Dunia barat pada masa itu malah mempersoalkan apakah pendapatnya itu termasuk filsafat, ilmu kedokteran, bagian ilmu sosial ataukah suatu bentuk penyembuhan spiritual. Dalam kurun waktu lama pandangan semacam itu telah menjadi perdebatan yang berkelanjutan dan cukup sengit, namun telah menimbulkanm ide-ide baru terhadap lingkup perkembangan ilmu yang baru.
Ilmu sosial mencoba untuk mengklasifikasikan tingkah laku manusia, terutama tentang cara bagaimana kelakukan mereka yang berlaku dalam berbagai kelompok, seperti dalam keluarga, partai politik, perusahaan, bahkan dalam kelompok kriminal yang dianggap membahayakan masyarakat. Makhluk manusia banyak, tetapi kelompok-kelompok manusia itu cenderung serupa satu sama lainnya menurut struktur atau tingkah lakunya. Tampaknya tidak ada dua orang atau dua kelompok yang identik sama, ataupun dapat dipelajari dalam kondisi yang identik pula. Karena itu apa yang dicari oleh ilmuawan sosial adalah kesamaan pola pikiran dan tingkah laku antara orang-orang, kelompok dan situasi historis. Ruang dan waktu akan menentukan ketidaksamaan dalam lingkup kesamaan sebagai manusia.
Dilihat dari sisi etika dan moral manusia sebenarnya tidak  menghendaki dirinya menjadi objek kajian manusia dijadikan kelinci percobaan oleh manusia lainnya. Apabila kehendak itu demikian, maka kehidupan itu sendiri adalah laboratorium bagi kerja ilmuwan sosial, yang lebih lanjut hal itu bermakna bahwasannya tidak mudah seorang peneliti dengan tepat dapat mengontrol dan mengatur suatu kondisi eksperimen yang dilakukannya.
Timbul pertanyaan, benarkah manusia itu secara individu berbeda satu sama lainnya, termasuk masyarakatnya tempat mereka bergabung, yang akan membuat kesulitan bagi pengamatan ilmu-ilmu sosial. Tampaknya setiap situasi sosial yang melibatkan banyak individu tidak mudah berulang dengan tepat sekali seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Karl popper malahan pernah menyanggah premis itu karena ‘…every sosial situation is unique’. Ilmu alam akan mungkin dapat menegaskan suatu eksperimen, seperti yang biasa dikemukakan dalam alur penjelasannya, bahwa ‘that a given cause will always produce a given result provided that the experimental conditions remain the same. Dilihat dari hakekat antara ilmu sosial dengan ilmu alam tersebut, tampak controversial, seperti yang juga diungkapkan oleh Popper dalam reaksinya terhadap perkembangan instrument canggih untuk pengukuran gejala-gejala sosial.
Ilmu sosial harus memiliki hakekat tertentu, termasuk upayanya dalam menegaskan kebenaran. Karena banyak ilmu bermula dari kumpulan pengetahuan manusia; apakah memang perlu pengetahuan manusia kemudian menjadi ilmu pengetahuan, sedangkan pengetahuan yang  menjadi ilmu itu adalah ilmiah (scientific) dan objektif (objective). Seperti apa pengetahuan yang ilmiah dan objektif itu? Apakah perlu seseorang memiliki suatu scientific mood sebelum sampai kepada hal yang scientific. Pengetahuan yang ilmiah dan objektif itu berkaitan dengan konsep kebenaran, seperti halnya antara lain pernah dikemukakan pada abad ke-20 oleh Arthur Thomson.
Apa yang dikemukakan oleh Francis bacon, foster dan kemudian disitir kembali oleh Thomson itu memperlihatkan bahwa masalah ciri atau karakteristik ilmuwan yang ilmiah dan objektif adalah tema sentral ilmu pengetahuan. Dalam proses perkembangan ilmu hal itu bukanlah masalah yang baru dapat dikatakan bahwa karakteristik seorang ilmuwan adalah berkembang sejalan dengan tumbuh kembangnya ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia itu sendiri.
Ilmuwan alam melakukan kajian, menganalisa hasil-hasil mengajukan hipotesis-hipotesis, membangun suatu eksperimen untuk menjelaskan hasil tersebut, membangun suatu eksperimen untuk mencoba hipotesis itu dan kemudian mengundang ilmuwan lainnya guna memeriksa teori dengan mengulang eksperimen di bawah kondisi yang setara. Hal itu dapat dilakukan di laboratorium kecil, sedang atau besar. Keadaan atau cara seperti itu tidaklah dapat dilakukan oleh ilmuwan sosial tetapi dengan hakekat dan harapan semacam itu ia melangkah melalui prose kajian yang memungkinkan melakukan control, pengukuran akurat, analisis rinci dan prediksi aktif.
Pada umumnya setiap pakar ilmuwan sosial memiliki gaya tersendiri dalam lingkup tata ilmiah serupa untuk menjelaskan tentang ilmu pengetahuan, atau ilmu yang menjadi keahliannya. Berbicara tentang apa dan bagaimana ilmu sosial itu, Calhoun member judul dalam bukunya, dengan pertanyaan : what is sosial science ?
Jawaban pertama yang diberikan jawaban itu ialah ‘ sosial science is part of the effort to understand our universe through the methods we call science. Adapun ilmu-ilmu sosial dapat dikaitkan dengan hasil dari revolusi teknologi dan perubahan sosial yang menyertainya. Manakala masyarakat sebelum revolusi industry relative tak berubah, kemunculan teknologi dan penyebaranya  telah menghancurkan pola kehidupan tradisional tanpa menyediakan pola tingkah laku baru yang menggantikannya.

2.5  Pendidikan Sebagai Ilmu
Pendidikan merupakan ilmu yang relatif baru dalam perkembangannya, meskipun proses pendidikan sudah dilaksanakan sejak manusia itu ada. Perkembangan ilmu pendidikan sangat tergantung pada perkembangan ilmu lainnya, terutama : psikologi, antropologi, sosiologi, dan komunikasi serta ilmu sosila lainnya. Bahkan untuk beberapa bagian besar dan ilmu pendidikan bersumber dari psikologi terutama teori belajar. Dengan bersandarnya ilmu pendidikan pada ilmu lainnya, maka ilmu pendidikan dikategorikan sebagai ilmu terapan (applied science). Artinya ilmu ini berkembang untuk diterapkan secara langsung atau memecahkan berbagai persoalan dalam bidang pendidikan dengan menggunakan pendekatan, atau meminjam teori-teori dasar dari berbagai disiplin ilmu lainnya (ilmu murni).

2.6  Sosiologi Antrologi Sebagai Ilmu Murni
Berbeda dengan ilmu pendidikan sosiologi dan antropologi dikategorikan ilmu murni. Ilmu murni memiliki makna bahwa perkembangan ilmu tidak semata-mata didasarkan untuk kepentingan pemecahan masalah yang ada di masyarakat, melainkan sebagai bahan dasar dalam membentuk sebuah pengetahuan yang sempurna dalam memahami persoalan yang berkaitan dengan objek formalnya.
Dengan demikian tugas utama dari ilmu murni ini lebih kepada bagaimana mengembangkan konsep dan teori-teori sehingga tingkat keajegan (validitas) teori tersebut semakin tinggi atau sempurna. Teori-teori yang dikembangkan oleh ilmu murni ini biasanya menjadi sandaran payung dalam pengembangan dan implementasi ilmu terapan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Jenis pengetahuan ada empat yaitu : pengetahuan umum (knowledge), pengetahuan ilmiah (science), pengetahuan filosofis (folosify) (dan pengetahuan religi atau agama.
2.      Struktur ilmu itu isinya akan terdiri dari himpunan teori, hukum, dalil, konsep, hipotesis, proposisi, generalisasi, bahkan berupa fakta-fakta.
3.      Karakteristik ilmu sosial adalah mempelajari tentang manusia dalam kehidupan sosialnya yang lebih spesifik lagi adalah tentang masyarakat dan kebudayaan manusia.
4.      Perkembangan ilmu sosial yaitu berkembang dari satu setengah abad silam yang sampai saat ini telah menjalani proses pertumbuhan, diversifikasi sampai pada spesialisasi. Awalnya menjadi salah satu focus beberapa ilmu yaitu politik, sosiologi dan psikologi sosial.
5.      Pendidikan sebagai ilmu terapan karena masih bersandar pada ilmu-ilmu yang lainnya, artinya ilmu ini berkembang untuk diterapkan secara langsung atau memecahkan berbagai persoalan dalam bidang pendidikan dengan menggunakan pendekatan atau meminjam teori-teori dasar dari berbagai disiplin ilmu lainnya.
6.      Sosiologi antropologi dikatakan sebagai ilmu murni karena keberadaannya tidak semata-mata didasarkan untuk kepentingan pemecahan masalah yang ada di masyarakat, melainkan sebagai bahan dasar dalam membentuk sebuah pengetahuan yang sempurna dalam memahami persoalan yang berkaitan dengan objek formalnya.


3.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan terkait dengan ulasan materi di atas adalah :
-          Begitu kompleksnya materi tentang antropologi pendidikan sebagai ilmu sosial disarankan untuk memperdalam lebih lanjut melalui berbagai sumber mengingat ulasan dalam makalah ini sangat terbatas.
-          Bahwa sangat diperlukan pembelajaran dan bimbingan lebih lanjut lagi kepada mahasiswa sebagai calon-calon guru SD dalam meperdalam pengetahuan tentang Antropologi Pendidikan mengingat pengetahuan ini diberikan di level sekolah dasar supaya pemahaman anak didik tidak bias.



DAFTAR PUSTAKA

Jajat S.Ardiwinata dan Achmad Hufad. 2007. Sosiologi Antropologi Pendidikan. Bandung. UPI PRESS


http://hanaa-luthfiie21.blogspot.co.id/2013/07/ Sosiologi Antropologi Pendidikan Sebagai Ilmu Sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog