BAB I
PENDAHULUAN
I.1 latar Belakang
Harus diyakini bahwa bagi seorang
sarjana, terminology atau istilah yang dipergunakan dalam pembahasan keilmuan
atau ilmu pengetahuan (science), merupakan dasar atau pondasi untuk mengetahui,
memahami dan memaknai sebuah ilmu. Berkaitan dengan itu paling tidak anda harus
bisa membedakan definisi atau pengertian dari setiap konsep atau terminology
keilmuan, struktur sebuah ilmu serta aspek-aspek prosedur dan kemanfaatan dari
ilmu tersebut.
Berkaitan dengan kajian mengenai
ilmu sosial, Judistira K.garna (1996) menegaskan bahwa ilmu sosial merupakan
ilmu-ilmu yang mempelajari tentang manusia sosial. Ilmu sosial terdiri dari
berbagai ilmu yang mempelajari tentang manusia sebagai makhluk sosial. Karena
juga ada kata sosial maka jawaban sederhana tersebut dapat diberi arti lebih
lanjut, bahwa ilmu sosial ialah ilmu
atau sejumlah ilmu yang mempelajari manusia dalam kehidupan sosialnya. Ilmu
sosial mencakup ilmu-ilmu : sosiologi, antropologi, ekonomi, politik, psikologi
sosial dan sejarah sosial. Dua dari displin ilmu-ilmu sosial itu sosiologi dan
antropologi, yaitu yang mempelajari tentang masyarakat dan kebudayaan manusia
dianggap ilmu-ilmu yang menjadi pokok teori-teori dan metodologi dalam
ilmu-ilmu sosial.
Kajian mengenai keilmuan dapat
didefinisikan dari karakteristik ilmu pengetahuan sendiri, yang pada umumnya
memiliki sejarah, bahan dan pusat perhatiannya masing-masing, malahan
seringkali metode dan penelitiannya tersendiri pula. Walaupun setiap ilmu
memiliki sifat tersediri, tetapi dalam ilmu-ilmu sosial tidak mudah membuat
garis pemisah tegas antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Tumpang
tindih seringkali tidak dapat terhindarkan termasuk tentang pusat perhatian
penelitiannya, keadaan seperti itu tidak hanya berlaku dalam lingkup ilmu-ilmu
sosial saja. Manusia sebagai satu objek perhatian dari berbagai disiplin ilmu
sosial bisa menyebabkan singgungan dan tumpang tindih.
Materi ini sangat bermanfaat
dipelajari oleh mahasiswa, sebagai bahan dalam memperkuat landasan pemahaman
landasan keilmuan, mengenai ilmu-ilmu sosial khususnya bidang sosiologi,
antroplogi dan pendidikan. Untuk memahami paparan konsep ini, akan dibahas
dalam makalah ini.
I.2 Rumusan
Masalah
Dari uraian di atas
dapat disampaiakn permasalah, sebagai berikut :
1. Bagaimanakah
jenis-jenis pengetahuan dilihat dari prosedur dan cara perolehannya oleh para
ahli filsafat ilmu ?
2. Bagaimanakah
aspek-aspek dalam mengkaji sebuah ilmu atau bagaimanakah struktur keilmuan itu
?
3. Bagaimanakah
karakteristik ilmu sosial ?
4. Bagaimanakah
perkembangan ilmu-ilmu sosial ?
5. Bagaimanakah
pendidikan sebagai ilmu terapan ?
6. Bagaimanakah
antropologi sebagai ilmu murni ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Untuk
mengetahui jenis-jenis pengetahuan dilihat dari prosedur dan cara perolehannya
oleh para ahli filsafat ilmu.
2. Untuk
mengetahui aspek-aspek dalam mengkaji sebuah ilmu atau bagaimanakah struktur
keilmuan itu.
3. Untuk
mengetahui karakteristik ilmu sosial.
4. Untuk
mengetahui perkembangan ilmu-ilmu sosial.
5. Untuk
mengetahui pendidikan sebagai ilmu terapan.
6. untukmengetahui
antropologi sebagai ilmu murni.
I.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan
ini adalah :
Untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mahasiswa dalam ilmu antropologi dan
sosial, sehingga dapat menjadi bekal ketika nanti mengajar di SD dalam bidang
studi IPS. Dalam bidang studi IPS di SD nanti akan banyak dibahas ilmu antropologi
dan sosial, sehingga kita mahasiswa sebagai calon guru dapat memberikan
bimbingan dan pemahaman yang maksimal kepada peserta didik.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Jenis-Jenis Pengetahuan
Pertama-tama perlu ditegaskan, bahwa
dilihat dari prosedur dan cara perolehannya, para ahli filsafat ilmu membedakan
pengetahuan paling tidak ke dalam empat kategori, yaitu :
1.
Pengetahuan Umum (knowledge)
Merupakan
semua kesan yang diterima sebagai sebuah stimulasi (rangsangan) terhadap panca
indera kita, sehingga secara procedural pengetahuan tersebut diperoleh tidak
melalui sebuah prosedur yang baku atau tertentu, melainkan diterima sebagai
sebuah instinktif sebagai hasil kerja pancaindera manusia. Dengan demikian
berjuta-juta bahkan bermilyar-milyar pengetahuan diperoleh manusia dari sejak
ia lahir sampai dewasa dan menjelang hayatnya.
2.
Pengetahuan Ilmiah (Science)
Yaitu
diperoleh melalui sebuah prosedur tertentu yang dinamakan metode, walaupun
secara historis metode ilmiah ini dikembangkan dari kerangka logis berfikir
manusia itu sendiri, namun dalam perkembangannya para ahli menemukan standar
atau patokan prosedur yang baku, dengan demikian karakteristik, struktur dan
sifat dari pengetahuan yang dihasilkannyapun memiliki karakteristik tersendiri,
sesuai dengan kaidah-kaidah hukum pengetahuan ilmiah. Salah satu yang sangat
membedakannya terutama dilihat dari prosedur perolehan atau rumusan pengetahuan
ilmiah senantiasa dilandasi oleh bukti-bukti empiris (fakta dan data).
3.
Pengetahuan Filosofis (phylosopia)
Terkadang
sulit dibedakan dengan pengetahuan ilmiah, bahkan dalam sejarahnyya ilmu
pengetahuan (science) merupakan atau senantiasa dilandasi oleh pengetahuan
filosoofis (filsafat), sehingga para ahli filsafat ilmu menyatakan bahwa
filsafat merupakan induk (ibu kandung) dari ilmu pengetahuan (science). Cara
perolehan pengetahuan filsafat berbeda dengan pengetahuan ilmiah, dimana
filsafat diperoleh melalui suatu proses perenungan mendalam tentang sesuatu menembus
batas-batas factual (hakekat, inti makna dibalik sesuatu yang tampak atau
observable) yang tidak terjangkau oleh ilmu pengetahuan (science).
4.
Pengetahuan Religi (Religy) atau Agama
Sangat
berbeda dengan ketiga jenis pengetahuan sebelumnya, pengetahuan agama diperoleh
melalui suatu proses keyakinan (iman), seseorang akan menerima kebenaran agama
karena dia yakin akan kebenaran pengetahuan tersebut sehingga karakteristik
pengetahuan religi ini bersifat mutlak kebenarannya. Dalam pandangan yang
lainnya, dapat didiskusikan secara khusus mengenai keempat jenis pengetahuan
tersebut, sehingga dalam pembahasan ini akan lebih difokuskan kepada salah satu
jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan ilmiah (science).
2.2 Struktur Keilmuan
Struktur sebuah ilmu yang dipelajari oleh
seorang pendidik hendaknya dipahami pola-polanya seperti apa. Dengan kata lain,
kalau kita mengkaji bahkan menyampaikan sebuah ilmu, maka aspek-aspek apa saja
yang semestinya kita kuasai dan harus disampaikan.
Apabila saat ini anda sedang mengkaji
sosiologi antropologi pendidikan, maka isinya itu terdiri dari apa saja.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka kita dihadapkan pada penguasaan struktur
dan terminology keilmuan. Sebuah ilmu itu isinya akan terdiri dari himpunan
teori, hokum, dalil, konsep, hipotesis, proposisi, generalisasi, bahkan berupa
fakta-fakta. Dengan demikian anda dihadapkan kepada dua persoalan besar ketika
harus mempelajari sosiologi antropologi pendidikan, yaitu :
Pertama,
pemahaman dan makna dari istilah-istilah tersebut
Kedua,
isi dan bunyi dari setiap aspek dalam struktur ilmu pengetahuan tersebut.
Misalnya,
teori sosiologi antropologi apa saja
yang perlu anda pahami berkenaan dengan pengembangan pendidikan di
sekolah dasar, bagamanakah konsep-konsep sampai fakta-fakta sosio-antrologi
yang anda pahami, berhasil diidentifikasi dan dibuktikan dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar.
Oleh karenanya, pada bagian berikutnya
anda akan memperoleh wawasan lebih jauh mengenai sosiologi antropologi
pendidikan, sebagai salah satu contoh yang siatnya umum ditegaskan bahwa
dilihat dari kerangka pandang keilmuan, sosiologi memiliki sudut pandang dan
metode serta susunan tertentu, secara tegas dapat dinyatakan bahwa obyek telaah
sosiologi adalah manusia dalam kelompok, dengan memandang hakekat masyarakat,
kebudayaan dan individu secara ilmiah. Susunan sosiologi terdiri dari konsep,
prinsip kehidupan kelompok sosial, kebudayaan dan perkembangan pribadi.
Sedangkan yang menjadi kajian sosiologi adalah tingkah laku sosial, terutama
tingkah laku dalam institusi sosialnya. Sedangkan tingkah laku sosial manusia
adalah merupakan pelahiran dari keseluruhan unsur-unsur yang terdapat dalam
proses kelompok, seperti : konflik, kerjasama dan sosialisasi.
Untuk menjawab pertanyaan pertama,
paling tidak anda mencermati struktur dasar yang harus ada dalam sebuah ilmu,
yaitu “ teori, konsep, hipotesis, generalisasi dan fakta atau data. Sedangkan
pertanyaan yang kedua, akan terjawab melalui isi sajian yang dibahas pada bahan
belajar mandiri ini secara keseluruhan tentang teori, konsep, hipotesis,
generalisasi serta fakta-fakta sosiologi antropologi pendidikan sebagai sebuah
bidang kajian keilmuan.
2.3 Karakteristik Ilmu Sosial
Dari aspek objeknya kajian ilmu ini
terdiri dari manusia dan alam atau benda, sehingga dikenal dengan ilmu sosial
(sosial Science) dan ilmu alam (natural science). Pertanyaannya, apa yang
dimaksud dengan ilmu sosial, Judistira K.Darna (1996), memberikan paparan untuk
menjawab pertanyaan tersebut bahwa ilmu sosial adalah ilmu-ilmu yang
mempelajari tentang manusia sosial : maka salah satu dari berbagai pertanyaan
yang seringkali timbul tentang apa dan bagaimana ilmu sosial itu telah
terjawab, walaupun diberikan dengan jawaban yang sederhana.
Pertanyaan itu sendiri sebenarnya sudah
mengandung makna, bahwa ilmu sosial terdiri dari berbagai ilmu yang mempelajari
tentang manusia sebagai makhluk sosial. Karena juga ada kata sosial maka
jawaban sederhana tersebut dapat diberi arti lebih lanjut. Ilmu sosial ialah
ilmu atau sejumlah ilmu yang mempelajari manusia dalam kehidupan sosialnya.
Jawabannya itu kembali lagi masih tampak sederhana, tetapi kiranya tidaklah
sederhana seperti untuk memahami dan mengajarkannya agar orang mampu memahami
dan mengajarkannya secara mendalam. Mac Kenzie malahan mengemukakan suatu
penegasan tetapi penuh rasa kekhawatiran terhadap luasnya perhatian ilmu-ilmu
tentang kehidupan masyarakat, bahwa no one learn or teach all that is know
about human society.
Karena itu dalam perkembangan ilmu,
ilmuwan sepakat dan menganggap perlu untuk membagi perhatian tentang berbagai
cara makhluk manusia itu berinteraksi menurut satuan-satuan tertentu. Selain
alasan yang telah dikemukakan itu, bukanlah ada kepentingan lain, yaitu bahwa
manusia itu adalah suatu kompleksitas yang memiliki hakekta multi dimensional.
Kini, apabila masalah dari pertanyaan
tersebut tidak sederhana lagi, maka memang tampak perlu dalam memahami
kehidupan manusia untuk melakukan penataan pola pikiran dengan membagi cara
interaksi manusia menurut satuan-satuan studi koheren yang mengandung
keteraturan, satuan-satuan itu adalah ilmu sosial yang mencakup ilmu-ilmu:
sosiologi, antropologi, ekonomi, politik, psikologi sosial dan sejarah sosial.
Dua dari disiplin ilmu sosial di atas, yaitu : sosiologi dan antropologi,
merupakan dua ilmu sosial yang mempelajari tentang masyarakat dan kebudayaan
manusia, keberadaanya dianggap ilmu-ilmu yang menjadi acuan pokok teori-teori
dan metodelogi dalam ilmu-ilmu sosial.
Setiap ilmu pengetahuan memiliki
sejarah, bahan dan pusat perhatiannya masing-masing. Malahan seringkali metode
dan penelitiannya tersendiri pula. Walaupun setiap ilmu memiliki sifat yang
tersendiri, tetapi dalam ilmu-ilmu sosial tidak mudah membuat garis pemisah
tegas antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Tumpang tindih sering
kali tak dapat dihindarkan termasuk tentang pusat perhatian penelitiannya,
keadaan seperti itu sebenrnya tidak hanya berlaku dalam lingkup ilmu-ilmu
sosial saja. Manusia sebagai satu objek perhatian dari berbagai disipln ilmu
sosial bisa menyebabkan singgungan dan tumpang tindih. Karena itu akan
merupakan langkah yang bijak dengan tidak membatasi gerak ilmiah, tetapi
membuat suatu perbedaan kerangka kerja, atau suatu ‘working distinction’ antara
disiplin ilmu satu dengan yang lainnya.
Dalam mempelajari masyarakat, manusia
dihadapkan kepada subjek dan masalah yang kompleks, termasuk upaya memahami
atau memecahkan masalah tersebut, karena itu tidaklah mengherankan jika seorang
ilmuan ada kemungkinan menyinggung batas, ide, dan metode dari disiplin ilmu
pengetahuan lainnya. Hal itu terutama disebabkan oleh realitas kehidupan
manusia yang tidak selalu dapat digolongkan ke dalam kategori-kategori logic,
dan hanya indah untuk dilihat belaka. Kehidupan itu adalah suatu keseluruhan.
Sedangkan ilmu sosial sebagai ilmu pengetahuan haruslah menarik konsep, teori
dan kaidah atas kerapnya berlaku sesuatu hal yang secara ilmiah benar, dan yang
berarti bukanlah merupakan kebenaran mutlak, tetapi kebenaran yang relative.
2.4 Perkembangan Ilmu-Ilmu Sosial
Dalam kajian sosiologi antroplogi
sebagai ilmu sosial, anda perlu mengkaji lebih lanjut mengenai perkembangan
ilmu sosial itu sendiri. Hal ini penting karena pemahaman terhadap aspek
sejarah keilmuan akan memperkokoh pemahaman landasan keilmuan kita. Berkaitan
dengan hal tersebut, lebih lanjut
Judistra K.garna (1996) selaku salah seorang pakar ilmu sosial menyajikan paparannya tentang perkembangan
ilmu-ilmu sosial sebagaimana disajikan berikutnya.
Ilmu-ilmu sosial baru berkembang sejak
kira-kira satu setengah abad silam, yang sampai saat ini telah menjalani proses
pertumbuhan, diversifikasi sampai pada spesialisasinya. Pada mulanya apa yang
dipahami sebagai sejumlah gejala ekonomi politik oleh Adam Smith dan david
Ricardo kemudian berkembang menjadi berbagai disiplin ilmu. Pola-pola pikiran
dari pionir ilmu sosial pranscis, Montesquieu dan de Tocqueville, kemudian
menjadi perhatian tidak hanya bagi satu disiplin ilmu saja, tetapi menjadi
salah satu fokus perhatian beberapa ilmu, yaitu politik, sosiologi dan
psikologi sosial.
Pada waktu Sigmund Freud, seorang
doktoer dari Wina di abad ke-19 mengemukakan tentang psikonalisasi, banyak
fisiolog, neurology dan para doctor menganggap pendapatnya itu tidak ilmiah.
Dunia barat pada masa itu malah mempersoalkan apakah pendapatnya itu termasuk
filsafat, ilmu kedokteran, bagian ilmu sosial ataukah suatu bentuk penyembuhan
spiritual. Dalam kurun waktu lama pandangan semacam itu telah menjadi
perdebatan yang berkelanjutan dan cukup sengit, namun telah menimbulkanm
ide-ide baru terhadap lingkup perkembangan ilmu yang baru.
Ilmu sosial mencoba untuk
mengklasifikasikan tingkah laku manusia, terutama tentang cara bagaimana
kelakukan mereka yang berlaku dalam berbagai kelompok, seperti dalam keluarga,
partai politik, perusahaan, bahkan dalam kelompok kriminal yang dianggap
membahayakan masyarakat. Makhluk manusia banyak, tetapi kelompok-kelompok
manusia itu cenderung serupa satu sama lainnya menurut struktur atau tingkah
lakunya. Tampaknya tidak ada dua orang atau dua kelompok yang identik sama,
ataupun dapat dipelajari dalam kondisi yang identik pula. Karena itu apa yang
dicari oleh ilmuawan sosial adalah kesamaan pola pikiran dan tingkah laku
antara orang-orang, kelompok dan situasi historis. Ruang dan waktu akan menentukan
ketidaksamaan dalam lingkup kesamaan sebagai manusia.
Dilihat dari sisi etika dan moral
manusia sebenarnya tidak menghendaki
dirinya menjadi objek kajian manusia dijadikan kelinci percobaan oleh manusia
lainnya. Apabila kehendak itu demikian, maka kehidupan itu sendiri adalah
laboratorium bagi kerja ilmuwan sosial, yang lebih lanjut hal itu bermakna
bahwasannya tidak mudah seorang peneliti dengan tepat dapat mengontrol dan
mengatur suatu kondisi eksperimen yang dilakukannya.
Timbul pertanyaan, benarkah manusia itu
secara individu berbeda satu sama lainnya, termasuk masyarakatnya tempat mereka
bergabung, yang akan membuat kesulitan bagi pengamatan ilmu-ilmu sosial.
Tampaknya setiap situasi sosial yang melibatkan banyak individu tidak mudah
berulang dengan tepat sekali seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Karl
popper malahan pernah menyanggah premis itu karena ‘…every sosial situation is
unique’. Ilmu alam akan mungkin dapat menegaskan suatu eksperimen, seperti yang
biasa dikemukakan dalam alur penjelasannya, bahwa ‘that a given cause will
always produce a given result provided that the experimental conditions remain
the same. Dilihat dari hakekat antara ilmu sosial dengan ilmu alam tersebut,
tampak controversial, seperti yang juga diungkapkan oleh Popper dalam reaksinya
terhadap perkembangan instrument canggih untuk pengukuran gejala-gejala sosial.
Ilmu sosial harus memiliki hakekat
tertentu, termasuk upayanya dalam menegaskan kebenaran. Karena banyak ilmu
bermula dari kumpulan pengetahuan manusia; apakah memang perlu pengetahuan
manusia kemudian menjadi ilmu pengetahuan, sedangkan pengetahuan yang menjadi ilmu itu adalah ilmiah (scientific)
dan objektif (objective). Seperti apa pengetahuan yang ilmiah dan objektif itu?
Apakah perlu seseorang memiliki suatu scientific mood sebelum sampai kepada hal
yang scientific. Pengetahuan yang ilmiah dan objektif itu berkaitan dengan
konsep kebenaran, seperti halnya antara lain pernah dikemukakan pada abad ke-20
oleh Arthur Thomson.
Apa yang dikemukakan oleh Francis bacon,
foster dan kemudian disitir kembali oleh Thomson itu memperlihatkan bahwa
masalah ciri atau karakteristik ilmuwan yang ilmiah dan objektif adalah tema
sentral ilmu pengetahuan. Dalam proses perkembangan ilmu hal itu bukanlah
masalah yang baru dapat dikatakan bahwa karakteristik seorang ilmuwan adalah
berkembang sejalan dengan tumbuh kembangnya ilmu pengetahuan dan kehidupan
manusia itu sendiri.
Ilmuwan alam melakukan kajian,
menganalisa hasil-hasil mengajukan hipotesis-hipotesis, membangun suatu
eksperimen untuk menjelaskan hasil tersebut, membangun suatu eksperimen untuk
mencoba hipotesis itu dan kemudian mengundang ilmuwan lainnya guna memeriksa
teori dengan mengulang eksperimen di bawah kondisi yang setara. Hal itu dapat
dilakukan di laboratorium kecil, sedang atau besar. Keadaan atau cara seperti
itu tidaklah dapat dilakukan oleh ilmuwan sosial tetapi dengan hakekat dan
harapan semacam itu ia melangkah melalui prose kajian yang memungkinkan
melakukan control, pengukuran akurat, analisis rinci dan prediksi aktif.
Pada umumnya setiap pakar ilmuwan sosial
memiliki gaya tersendiri dalam lingkup tata ilmiah serupa untuk menjelaskan
tentang ilmu pengetahuan, atau ilmu yang menjadi keahliannya. Berbicara tentang
apa dan bagaimana ilmu sosial itu, Calhoun member judul dalam bukunya, dengan
pertanyaan : what is sosial science ?
Jawaban pertama yang diberikan jawaban
itu ialah ‘ sosial science is part of the effort to understand our universe
through the methods we call science. Adapun ilmu-ilmu sosial dapat dikaitkan
dengan hasil dari revolusi teknologi dan perubahan sosial yang menyertainya.
Manakala masyarakat sebelum revolusi industry relative tak berubah, kemunculan
teknologi dan penyebaranya telah
menghancurkan pola kehidupan tradisional tanpa menyediakan pola tingkah laku
baru yang menggantikannya.
2.5 Pendidikan Sebagai Ilmu
Pendidikan merupakan ilmu yang relatif
baru dalam perkembangannya, meskipun proses pendidikan sudah dilaksanakan sejak
manusia itu ada. Perkembangan ilmu pendidikan sangat tergantung pada
perkembangan ilmu lainnya, terutama : psikologi, antropologi, sosiologi, dan
komunikasi serta ilmu sosila lainnya. Bahkan untuk beberapa bagian besar dan
ilmu pendidikan bersumber dari psikologi terutama teori belajar. Dengan
bersandarnya ilmu pendidikan pada ilmu lainnya, maka ilmu pendidikan
dikategorikan sebagai ilmu terapan (applied science). Artinya ilmu ini
berkembang untuk diterapkan secara langsung atau memecahkan berbagai persoalan
dalam bidang pendidikan dengan menggunakan pendekatan, atau meminjam
teori-teori dasar dari berbagai disiplin ilmu lainnya (ilmu murni).
2.6 Sosiologi Antrologi Sebagai Ilmu
Murni
Berbeda dengan ilmu pendidikan sosiologi
dan antropologi dikategorikan ilmu murni. Ilmu murni memiliki makna bahwa
perkembangan ilmu tidak semata-mata didasarkan untuk kepentingan pemecahan
masalah yang ada di masyarakat, melainkan sebagai bahan dasar dalam membentuk
sebuah pengetahuan yang sempurna dalam memahami persoalan yang berkaitan dengan
objek formalnya.
Dengan demikian tugas utama dari ilmu
murni ini lebih kepada bagaimana mengembangkan konsep dan teori-teori sehingga
tingkat keajegan (validitas) teori tersebut
semakin
tinggi atau sempurna. Teori-teori yang dikembangkan oleh ilmu murni ini
biasanya menjadi sandaran payung dalam pengembangan dan implementasi ilmu
terapan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
uraian pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Jenis
pengetahuan ada empat yaitu : pengetahuan umum (knowledge), pengetahuan ilmiah
(science), pengetahuan filosofis (folosify) (dan pengetahuan religi atau agama.
2. Struktur
ilmu itu isinya akan terdiri dari himpunan teori, hukum, dalil, konsep,
hipotesis, proposisi, generalisasi, bahkan berupa fakta-fakta.
3. Karakteristik
ilmu sosial adalah mempelajari tentang manusia dalam kehidupan sosialnya yang
lebih spesifik lagi adalah tentang masyarakat dan kebudayaan manusia.
4. Perkembangan
ilmu sosial yaitu berkembang dari satu setengah abad silam yang sampai saat ini
telah menjalani proses pertumbuhan, diversifikasi sampai pada spesialisasi.
Awalnya menjadi salah satu focus beberapa ilmu yaitu politik, sosiologi dan
psikologi sosial.
5. Pendidikan
sebagai ilmu terapan karena masih bersandar pada ilmu-ilmu yang lainnya,
artinya ilmu ini berkembang untuk diterapkan secara langsung atau memecahkan
berbagai persoalan dalam bidang pendidikan dengan menggunakan pendekatan atau
meminjam teori-teori dasar dari berbagai disiplin ilmu lainnya.
6. Sosiologi
antropologi dikatakan sebagai ilmu murni karena keberadaannya tidak semata-mata
didasarkan untuk kepentingan pemecahan masalah yang ada di masyarakat,
melainkan sebagai bahan dasar dalam membentuk sebuah pengetahuan yang sempurna
dalam memahami persoalan yang berkaitan dengan objek formalnya.
3.2 Saran
Adapun
saran yang dapat disampaikan terkait dengan ulasan materi di atas adalah :
-
Begitu kompleksnya materi tentang
antropologi pendidikan sebagai ilmu sosial disarankan untuk memperdalam lebih
lanjut melalui berbagai sumber mengingat ulasan dalam makalah ini sangat
terbatas.
-
Bahwa sangat diperlukan pembelajaran dan
bimbingan lebih lanjut lagi kepada mahasiswa sebagai calon-calon guru SD dalam
meperdalam pengetahuan tentang Antropologi Pendidikan mengingat pengetahuan ini
diberikan di level sekolah dasar supaya pemahaman anak didik tidak bias.
DAFTAR PUSTAKA
Jajat S.Ardiwinata dan
Achmad Hufad. 2007. Sosiologi Antropologi
Pendidikan. Bandung. UPI PRESS
http://hanaa-luthfiie21.blogspot.co.id/2013/07/
Sosiologi Antropologi Pendidikan Sebagai
Ilmu Sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar