BAB
I
BUDAYA POLITIK
I. SK
Menganalisis budaya politik di
Indonesia
II. KOMPETENSI DASAR
v Mendeskripsi-kan
pengertian budaya politik
v Menganalisis
tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia
v Mendeskripsi-kan pentingnya sosialisasi
pengembangan budaya politik
v Menampilkan
peranserta budaya politik partisipan
III. TUJUAN PEMBELAJARAN
v Siswa mampu mendeskripsi-kan
pengertian budaya politik
v Siswa mampu menganalisis
tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia
v Siswa mampu mendeskripsi-kan pentingnya
sosialisasi pengembangan budaya politik
v Siswa mampu menampilkan
peranserta budaya politik partisipan
III. Materi
A. Makna Budaya Politik
1. Pengertian budaya politik
Pendapat beberapa ahli tentang budaya politik :
1.
Rusadi Sumintapura, budaya politik
merupakan pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan
politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik
2.
Samuel Beer, budaya politik merupakan
nilai-nilai keyakinan dan sikap-sikap emosi tentang bagaimana pemerintahan
seharusnya dilaksanakan dan tentang apa yang harus dilakukan oleh pemerintah
3.
Gabriel Almod dan Sidney Verba, budaya
politik merupakan suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap
sistem politik dan sikap warga negara terhadap peranannya dalam sistem
politik
4.
Austin Ranney, budaya politik merupakan
seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang
secara bersama, sebuah orientasi terhadap obyek-obyek politik
5.
Allan R. Ball, budaya politik merupakan
susunan yang terdiri atas sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat
yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik
6.
Kay Lawson, budaya politik merupakan
suatu perangkat yang meliputi seluruh nilai-nilai politik yang terdapat di
seluruh bangsa
2. Ciri-ciri budaya politik
Ciri-ciri budaya politik dapat dikemukakan sebagai
berikut :
1.
Adanya kebiasaan berupa nilai yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat politik
2.
Adanya hubungan timbal balik Vertikal (hubungan rakyat
dengan penguasa)
3.
Adanya hubungan horisontal antar lembaga politik dan
lembaga negara
4.
Adanya partisipasi rakyat dalam dunia politik
5.
Adanya kesadaran politik
6.
Adanya sosialisasi politik
3.
Macam-macam budaya politik
Gabriel Almond dan Sidney Verba
mengelompokkan (mengklasifikasikan) macam-macam
budaya politik sebagai berikut :
1.
Budaya politik parokial (parochial political culture),
pada tingkat budaya politik ini, tingkat budaya politik masyarakat sangat
rendah. Hal ini disebabkan oleh faktor kognitif (rendahnya tingkat pendidikan),
masih ada pada kehidupan kesukuan
2.
Budaya politik kaula (subject political culture), pada
tingkat ini budaya politik masyarakat sudah relatif maju (baik sosial maupun
ekonominya, tetapi masih bersifat pasif (menunggu atau diam), masih ada pada
kehidupan kerajaan
3.
Budaya politik partisipan (participant political
culture), pada tingkat ini budaya politik masyarakatnya sudah sangat tinggi
terhadap kesadaran politiknya sendiri, sudah menjadi negara demokrasi
4. Faktor penyebab berkembangnya budaya politik
di suatu daerah
Budaya politik kedaerahan yang berkembang
di seluruh pelosok tanah air Indonesia, merupakan warisan budaya bangsa yang
tidak terhingga nilainya di dalam memperkaya tumbuh dan berkembangnya budaya
nasional.
Kebudayaan daerah yang bersifat kawula
gusti maupun yang bersifat partisipan merupakan faktor berkembangnya budaya
politik di daerah, disatu segi masih akan ketinggalan dalam menggunakan hak dan
dalam memikul tanggung jawab dibidang politik yang disebabkan oleh isolasi dari
kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, nepotisme, dan feodalisme. Pelestarian
ciri khas kedaerahan mengenai budaya politik yang berkembang di masyarakat
seluruh Indonesia perlu dipertahankan. Pelestarian budaya politik kedaerahan
perlu diseimbangkan dengan budaya politik yang berkembang secara nasional
Jadi faktor
penyebab berkembangnya budaya politik yang ada di daerah yaitu : 1. adanya
faktor kaula gusti (adanya hubungan antara rakyat dan penguasa dari tingkat
desa sampai pusat), 2. adanya faktor partisipan
B.
Tipe-tipe budaya politik
1. Macam-macam tipologi budaya politik
Macam-Macam tipe budaya politik dapat
dibagi menjadi 2 diantaranya budaya
politik konvensional dan budaya politik non konvensional.
a.
Budaya politik konvensional
Jaminan perlindungan terhadap rakyat untuk
berdemokrasi di negara Indonesia dapat kita jumpai dalam pasal 28 UUD 1945,
rakyat bebas untuk mendirikan perserikatan atau organisasi legal, termasuk
partai politik. Di samping itu, rakyat bebas untuk melakukan berbagai
pertemuan, berkumpul secara damai untuk membahas berbagai persoalan bersama
dalam kehidupan bernegara. Dalam forum itu, rakyat tanpa merasa risih
mengemukakan pendapat pribadi maupun kelompoknya secara terbuka kepada pihak
lain. Suasana itu akan menggugah warga negara dalam melakukan partisipasi
politik.
Cara yang umum digunakan untuk menyampaikan
aspirasi politik secara konvensional sebagai berikut :
1.
memberikan suara dalam pemilu atau pilkada
2.
terlibat dalam kegiatan kampanye
3.
membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan
4.
melakukan diskusi politik atau debat publik
5.
menjalin komunikasi pribadi dengan pimpinan politik
(elit politik) atau pejabat pemerintah
b.
Budaya Politik Non Konvensional
Dalam negara demokrasi, rakyat memang
mempunyai hak memperotes segala sesuatu yang dipandang merugikan kepentingan
bersama. Cara-cara non konvensional biasanya digunakan untuk mempengaruhi
kehidupan politik dan kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan kepentingan
umum. Dan cara non konvensional ini baru dilakukan apabila cara yang
konvensional sudah tidak mendapatkan jalan keluarnya.
Ada beberapa
cara yang ditempuh dalam budaya politik non konvensional diantaranya :
demonstrasi, mogok, boikot dan pembangkangan sipil
2. Dampak perkembangan tipe
budaya politik sejalan perkembangan sistem politik yang berlaku
Dalam perkembangan
politik yang terjadi sekarang ini di Indonesia, yang perlu mendapatkan
perhatian kita bersama diantaranya : 1. stabilitas spolitik, 2. partai politik
dan penyusunan kebijakan umum,
1. Stabilitas
Politik
Perubahan merupakan
gejala tak terelakkan dalam budaya politik kehidupan manusia, termasuk di
dalamnya kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada satu negara pun yang bisa
menghindarkan diri dari perubahan. Bertahun-tahun sebelum Masehi, orang Roma
sudah berkata, “ Roma semper reformanda “ (Roma selalu berubah)
Bagi negara, perubahan
merupakan dilema yang harus ditangani. Di satu pihak, negara harus melakukan
perubahan secara sengaja dan terencana demi pembangunan. Di lain pihak, negara
harus memelihara stabilitas demi keamanan dan ketertiban. Tanpa perubahan,
jangan harap ada kemajuan. Akan tetapi, dalam perubahan, selalu ada ancaman
hambatan.
Stabilitas
politik, merupakan suatu keadaan, di mana proses pembentukan
kebijakan-kebijakan pemerintahan dapat berjalan secara tetap, teratur tanpa menimbulkan
kekacauan politik.
Istilah stabilitas
berarti, kemantapan dan keseimbangan. Politik merupakan keseluruhan proses
dalam pembentukan kebijakan-kebijakan pemerintahan. Politik dinyatakan stabil,
apabila proses pembentukan kebijakan pemerintahan dapat berjalan secara teratur
sehingga tidak menimbulkan kekacauan politik. Berarti, kekacauan politik
menjadi tolak ukur stabilitas politik. Dalam perkembangan budaya politik di
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hal-hal yang tidak bisa dilepaskan adalah
berbagai komponen yang saling mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya budaya
politik itu sendiri.
2.
Partai Politik dan Penyusunan Kebijakan Umum
Kebijakan umum, merupakan program-program
yang ditetapkan oleh pemerintah (dalam arti luas) untuk mencapai tujuan
masyarakat
Yang merupakan kebijakan umum, diantaranya
UUD 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Daerah
Menurut Ramlan Surbakti,
dari segi isinya kebijakan umum dapat dibedakan menjadi kebijakan umum yang
bersifat 1. ekstratif, 2. distributif dan alokatif, 3. regulatif
C.
Sosialisasi budaya politik
1. Makna sosialisasi kesadaran politik
Makna sosialisasi kesadaran politik, merupakan
proses pembentukan sikap dan orientasi politik anggota masyarakat
Sosialisasi politik, merupakan suatu istilah yang gunakan untuk
menggambarkan proses dengan jalan mana orang belajar tentang politik dan
mengembangkan orientasi pada politik.
Studi atau kajian tentang sosialisasi
politik sudah menjadi bidang yang sangat menarik untuk dibicarakan.
Ada dua alasan yang melatarbelakangi
sosialisasi politik menjadi kajian yang menarik dalam kehidupan kenegaraan :
1.
Sosialisasi politik dapat berfungsi untuk memelihara
agar suatu sistem berjalan dengan baik dan positif sehingga budaya politik
dapat berkembang dengan baik
2.
Sosialisasi politik ingin menunjukkan relevansinya
dengan sistem politik dan data mengenai orientasi anak-anak terhadap kultur
politik orang dewasa dan pelaksanaannya dimasa mendatang mengenai sistem
politik
2.
Mekanisme sosialisasi budaya
politik
Dalam rangka untuk menyukseskan
adanya sosialisasi budaya politik bagi seluruh warga masyarakat, maka mekanisme
yang ditempuh dapat melalui tiga pilar sosialisasi budaya politik : pilar In
Formal (keluarga), pilar Non Formal (Masyarakat) dan pilar Formal (Pendidikan,
Lembaga negara dan Lembaga politik).
1.
Pilar In Formal, sosialisasi budaya politik dapat
melalui jalur keluarga.
Wadah penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik yang paling
effisien dan effektif dapat melalui keluarga. Dalam keluarga, orang tua dan
anak sering melakukan obrolan ringan tetang segala hal yang menyangkut politik,
sehingga tanpa disadari terjadi transfer pengetahuan dan nilai-nilai politik
yang dapat diserap oleh anak
2.
Pilar Non Formal, sosialisasi budaya politik dapat
melalui jalur masyarakat.
Wadah penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik dapat
dilakukan melalui media massa.
Media massa, merupakan suatu sarana komunikasi massa yang
berfungsi menyampaikan gagasan dan kejadian berupa tayangan, tulisan, lisan
kepada khalayak ramai dalam waktu yang singkat dan cepat
Agar dapat menikmati hak-hak kebebasannya di bidang politik,
warga negara memerlukan kesempatan memperoleh berita-berita yang benar dan
jujur. Di sinilah media massa memegang peranan penting. Media massa dapat
berupa media cetak, dan elektronika.
Dalam negara demokrasi, media massa sangat diperlukan untuk
mewujudkan jaminan atas kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression).
Kebebasan pers, merupakan kebebasan untuk menghimpun dan menyebarluaskan
berita, pandangan dan buah pikiran kepada siapapun yang bersedia menerimanya
Peran Media
Massa
Sebagai sara komunikasi massa (sarana
menyampaikan pesan dari pemerintah kepada rakyat atau sebaliknya dari rakyat
kepada pemerintah), maka media massa dapat berperan sebagai berikut :
1.
Sebagai penyalur informasi atau berita secara obyektif.
Masyarakat memerlukan berita yang benar sesuai dengan fakta
yang ada. Hal ini dapat disediakan oleh pers
2.
Sebagai alat kontrol atau pengawasan sosial rakyat
terhadap para penyelenggara negara.
Melalui pers, rakyat dapat menyampaikan kritik dan penilaian
mereka terhadap kinerja pemerintah yang dirasa menyimpang dari harapan rakyat.
Melalui pers, rakyat menjaga pemerintah agar selalu bertindak sesuai dengan
aturan dan norma yang ada.
3.
Sebagai sarana pembentuk pendapat umum (opini publik)
Pendapat umum yang mencerminkan aspirasi rakyat merupakan
masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan umum
4.
Sebagai pelapor pertanggungjawaban (akuntabilitas)
pemerintah.
Pers selalu memantau pelaksanaan fungsi-fungsi lembaga negara
(Legeslatif, Ekskutif, dan Yudikatif) dan melaporkan hasilnya ke masyarakat
5.
Sebagai penengarai awal (ealy warming system).
Media massa dapat memberikan peringatan-peringatan dini yang
amat diperlukan untuk menggugah kewaspadaan pemerintah dan masyarakat terhadap
peristiwa atau gejala yang mungkin terjadi dan akan mempengaruhi keselamatan
negara
3.
Pilar Formal,
sosialisasi budaya politik dapat melalui jalur
pendidikan
Sosialisasi budaya politik melalui jalur
resmi dapat berupa pendidikan politik yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan
(lembaga pendidikan, lembaga negara, lembaga politik)
Pendidikan Politik, merupakan usaha
mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan politik warga negara agar memiliki tanggung jawab terhadap bangsa
dan negara
Dalam negara demokrasi, tidak setiap warga
negara otomatis mampu menunaikan peran pentingnya dalam hidup bernegara. Itulah
sebabnya, rakyat memerlukan pendidikan politik atau pendidikan kewarganegaraan
(PKn), warga negara dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajibannya dalam
kehidupan bernegara
Di Sekolah atau di Perguruan Tinggi,
melalui pelajaran Civics Education (Pendidikan Kewarganegaraan), dimana siswa
dan gurunya atau mahasiswa dengan dosennya dapat saling bertukar informasi dan berinteraksi dalam membahas topik-topik
tertentu yang mengandung nilai-nilai politik teoritis dan praktis. Dengan
demikian, siswa akan memperoleh
pengetahuan awal dalam kehidupan berpolitik secara dini serta nilai-nilai
politik yang benar dari sudut pandang akademis.
3.
Fungsi partai politik
Menurut Sigmund
Neumann, mengemukakan fungsi partai politik di negara demokrasi dan
dinegara komunis sebagai berikut :
1.
fungsi partai politik di negara demokrasi : untuk
mengatur keinginan dan aspirasi golongan-golongan di dalam masyarakat
2.
fungsi partai politik di negara komunis : untuk mengendalikan semua aspek kehidupan
secara monolitik dan rakyat dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan cara hidup
yang sejalan dengan kepentingan partai
Fungsi utama partai politik, merupakan
suatu usaha untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam rangka mewujudkan program-program yang disusun
berdasarkan ideologi tertentu.
Fungsi tambahan dari partai politik :
sosialisasi politik, rekrutmen politik, partisipasi politik, memadukan
kepentingan, komunikasi politik, pengendalian konflik, dan kontrol politik
4. Peranan partai politik
Partai politik memeiliki peran sebagai berikut :
1. Mengawasi
jalannya pemerintahan
2. Menguji
kebijakan pemerintah dengan memperhatikan titik-titik kelemahannya
3. Mengajukan
alternatif-alternatif kebijakan
4. Mendidik
kader yang belum terikat oleh kepentingan pemerintahan
D. Budaya politik partisipan
1.
Pengertian partisipasi politik
Pendapat para ahli tentang pengertian partisipasi politik :
Ramlan Subakti,
mengemukakan Partisipasi Politik,
merupakan kegiatan warga negara biasa untuk mempengaruhi proses pembuatan atau
pelaksanaan kebijakan umum serta ikut menentukan pemimpin pemerintahan
Hutington, mengemukakan
Partisipasi politik, merupakan kegiatan warga negara pribadi (private
citizen) yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh
pemerintah.
Prof. Miriam Budiardjo,
dalam Dasar-Dasar Ilmu Politik. Menyebutkan:
Partisipasi Politik, merupakan
kegiatan seseorang dalam partai politik.
Herbert Mc. Closky, Dalam
International Encyclopedia of the Social Science. Menyebutkan : Partisipasi
Politik, kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka
mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung terlibat
dalam proses pembentukan kebijakan umum.
Norman H. Nie dan Sidney Verba,
dalam Handbook of Political Science. Menyebutkan : Partisipasi politik
merupakan kegiatan pribadi warga negara
yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi
pejabat-pejabat negara dan/atau tindakan-tindakan yang mereka ambil
2.
Bentuk-bentuk partisipasi politik
Berbagai bentuk partisipasi politik dapat kita lihat dari berbagai
kegiatan warga negara yang mencakup hal-hal berikut :
1.
Terbentuknya organisasi-organisasi politik maupun
organisasi masyarakat sebagai bagian dari kegiatan sosial, sekaligus sebagai
penyalur aspirasi rakyat yang ikut menentukan kebijakan negara
2.
Lahirnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai
kontrol sosial maupun pemberi input terhadap kebijakan negara
3.
Pelaksanaan pemilu yang memberi kesempatan kepada warga
negara untuk dipilih atau memilih, misalnya : berkampanye, menjadi pemilih
aktif, menjadi anggota Lembaga Perwakilan Rakyat, menjadi anggota parpol
(dengan memiliki kartu anggota parpol), menjadi pengurus partai dan sebagainya
4.
Munculnya kelompok-kelompok kontemporer yang memberi warna pada sistem input dan
output kepada pemerintah, misalnya : melalui unjuk rasa, petisi, protes,
demonstrasi, mogok, konfrontasi dan sebagainya
Patut dimengerti bahwa partisipasi politik
tidak hanya berarti berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pemilu.
Menyampaikan sebuah keberatan terhadap rancangan kebijakan sebenarnya juga
merupakan partisipasi politik. Begitu pula partisipasi politik tidak hanya
dapat dilakukan melalui partai politik, bahkan kelompok kepentingan yang resmi
tampak seperti perkumpulan buruh, tani, nelayan, pedagang, organisasi pemuda,
wanita, pelajar, militer, lembaga swadaya masyarakat dan lain-lainnya. Tetapi
ada pula organisasi abstrak yang tidak resmi namun sangat menguasai keadaan
sebagai elite power yang disebut dengan
grup penekan (pressure group) seperti kelompok Suku, Agama, Ras, Antar
golongan serta kelompok almamater, organisasi profesi dapat memainkan peran
untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. Karena itu, bentuk partisipasi
politik dapat kita temukan dalam beragam
kegiatan dan melalui berbagai wahana.
Namun demikian, tidak semua orang
berpartisipasi dalam kegiatan politik. Ada anggota masyarakat yang enggan
berhubungan dengan kegiatan politik, dia menarik diri atau tidak terlibat sama
sekali dengan kegiatan politik. Keengganan tersebut dapat dipengaruhi oleh
bermacam-macam faktor seperti : kekecewaan terhadap sistem politik,
ketidaktahuan informasi, tiadanya pilihan politik yang sesuai dengan
keinginannya, kadang kala praktik politik kotor seperti : kekerasan pisik,
korupsi, kolusi, nepotisme, terlalu banyak janji, penyalahgunaan kekuasaan akan
menimbulkan sikap antipati warga masyarakat terhadap parpol tersebut (sikap
anti politik).
Bentuk-bentuk partisipasi politik yang
terjadi diberbagai negara, dapat dibedakan menjadi kegiatan politik dalam
bentuk konvensional dan nonkonvensional.
Menurut Gabriel Almond mengemukakan
bentuk-bentuk partisipasi politik meliputi :
1.
Konvensional, terdiri dari dari :
- pemberian suara (vooting)
- diskusi kelompok
- debat publik
- kegiatan kampanye
- membentuk dan bergabung dalam kelompok
kepentingan
- komunikasi individual dengan pejabat
politik/administrasi
- pengajuan petisi
2.
Nonkonvensional, terdiri dari :
-
berdemonstrasi
-
konfrontasi
-
mogok
-
tindak kekerasan politik terhadap harta benda,
perusakan, pembakaran
-
tindak kekerasan politik terhadap manusia, penculikan,
pembunuhan
-
perang gerilya/revolusi, teror, pitnah
3.
Sebab-sebab timbulnya partisipasi politik
Menurut Myron
Weiner, sedikitnya ada lima hal yang dapat menyebabkan timbulnya
gerakan ke arah partisipasi politik yang
lebih luas dalam proses politik :
1. Modernisasi
Sejalan dengan berkembangnya industrialisasi,
perbaikan pendidikan dan media komunikasi massa, maka pada sebagian penduduk
yang merasakan terjadinya perubahan nasib akan menuntut untuk berperan dalam
kekuasaan politik
2. Perubahan-perubahan
struktur kelas sosial
Salah
satu dampak modernisasi, dimana munculnya kelas pekerja baru dan kelas menengah
yang semakin meluas, sehingga mereka merasa berkepentingan untuk berpartisipasi
secara politis dalam pembuatan keputusan politik
3. Pengaruh
kaum intlektual dan komunikasi massa modern
Kaum
intlektual (sarjana, pengarang, wartawan) melalui ide-idenya kepada masyarakat
umum dapat membangkitkan tuntutan akan partisipasi massa dalam pembuatan
keputusan politik. Demikian juga perkembangannya sarana transportasi dan komunikasi
modern mampu mempercepat penyebaran ide-ide baru
4. Konflik
diantara kelompok-kelompok pemimpin politik
Para
pemimpin politik berkompetisi memperebutkan kekuasaan. Sesungguhnya apa yang
mereka lakukan adalah dalam rangka
mencari dukungan rakyat. Berbagai upaya yang mereka lakukan untuk
memperjuangkan ide-ide partisipasi massa dapat menimbulkan gesekan-gesekan yang
mengarah kepada konflik
5. Keterlibatan
pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan
Perluasan
kegiatan pemerintah dalam berbagai bidang membawa konsekuensi adanya
tindakan-tindakan yang semakin menyusup
ke segala segi kehidupan rakyat. Ruang lingkup aktivitas atau tindakan
pemerintah yang semakin luas mendorong timbulnya tuntutan-tuntutan yang
terorganisir untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik
4.
Faktor pendukung partisipasi politik
Secara garis besarnya terdapat 4 faktor pendukung
partisipasi politik diantaranya :
1. Pendidikan
politik
2. Kesadaran
politik
3. Budaya
politik
4.
Sosialisasi politik
V.
LATIHAN SOAL
- Jelaskan pengertian budaya politik menurut Samuel Beer?
- Jelaskan macam-macam dari budaya politik?
- Sebutkan 2 macam tipe budaya politik yang berkembang di masyarakat ?
- Bagaimanakah fungsi utama dari partai politik?
- Sebutkan 4 faktor pendukung dari adanya partisipasi politik?
BAB II
BUDAYA DEMOKRASI
I. SK
Menganalisis budaya demokrasi menuju masyarakat madani
II. KOMPETENSI DASAR
v Mendeskripsikan pengertian dan
prinsip-prinsip budaya demokrasi
v Mengidentifikasi
masyarakat madani
v Menganalisis pelaksanaan demokrasi di
Indonesia sejak Orla, Orba dan Reformasi
v Menampilkan perilaku budaya demokrasi
da-lam kehidupan sehari-hari
III.
TUJUAN PEMBELAJARAN
v Siswa mampu mendeskripsikan pengertian dan
prinsip-prinsip budaya demokrasi
v Siswa mampu mengidentifikasi
masyarakat madani
v Siswa mampu menganalisis pelaksanaan
demokrasi di Indonesia sejak Orla, Orba dan Reformasi
v Siswa mampu menampilkan perilaku budaya
demokrasi da-lam kehidupan sehari-hari
IV. MATERI
A. Sistem Pemerintahan Demokrasi
1. Pengertian demokrasi
Istilah demokrasi
berasal dari bahasa Yunani, secara etimologi demokrasi berasal dari kata
demos dan kratein yaitu demos artinya rakyat dan kratein berarti pemerintah. Ini
berarti kekuasaan pemerintahan tertinggi berada ditangan rakyat, atau
pemerintahan rakyat. Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan
yang berasal dari, oleh dan untuk rakyat.
Demokrasi juga
memiliki dua pengertian yaitu demokrasi dalam arti sempit yang
hanya meliputi bidang politik saja, dimana dalam sistem pemerintahannya hanya
membicarakan sistem pemerintahan yang mencakup tentang pengertian pengakuan hak
azasi manusia. Sedangkan pengertian demokrasi dalam arti luas meliputi
pengertian dalam arti sempit yaitu bidang politik yang ditambah dalam bidang
ekonomi dan sosial
2. Bentuk demokrasi
Di
dalam perkembangannya pemerintahan demokrasi mengalami 2 bentuk yaitu:
1.
Bentuk Demokrasi Langsung
Demokrasi langsung yaitu suatu sistem pemerintahan dimana rakyat
secara langsung terlibat di dalam
menentukan jalannya pemerintahan
2. Bentuk Demokrasi Tidak Langsung
Demokrasi
tidak langsung yaitu suatu sistem pemerintahan dimana rakyat tidak secara langsung ikut serta terlibat di
dalam menentukan jalannya pemerintahan melainkan dengan jalan memilih
wakil-wakilnya melalui pemilu. Dan bentuk ini sering juga disebut dengan demokrasi
perwakilan
3.
Macam-macam demokrasi
Adapun macam-macam sistem demokrasi sebagai berikut :
1. Sistem Demokrasi Libral Parlementer,
Demokrasi libral
parlementer yaitu suatu sistem pemerintahan dimana kekuasaan legeslatif terletak di atas
kekuasaan ekskutif, artinya mentri-mentri secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama di bawah pimpinan perdana mentrinya bertanggung jawab terhadap
parlemen (lembaga legeslatif = DPR). Yang dimaksud dengan lembaga ekskutif
adalah mentri-mentri di bawah perdana mentrinya. Sistem pemerintahan semacam
ini cendrung labil (goyah) karena partai politik yang tidak mendapat posisi
dalam pemerintahan cendrung sebagai oposisi yang selalu berusaha untuk
menjatuhkan pemerintahan yang berkuasa, ini sangat berbahaya jika negara tersebut menganut sistem multy
partai
Di dalam sistem
pemerintahan demokrasi libral parlementer dapat diterapkan teori Trias
Politica, baik melalui separation of power (pemisahan kekuasaan) atau suatu
teori distribution of power (pembagian kekuasaan), cotohnya di Inggris, Cina,
Malaysia dan India
Adapun
ciri-ciri dari suatu negara yang menganut sistem demokrasi libral parlementer
adalah:
a. Kekuasaan
legeslatif (DPR) lebih kuat daripada kekuasaan ekskutif (pemerintah = menteri-menteri bersama-sama
perdana mentri)
b. Menteri-menteri
(kabinet) harus mempertanggungjawabkan semua tindakannya kepada DPR, ini
berarti kabinet harus mendapat kepercayaan (mosi) dari parlemen (DPR =
legeslatif)
c. Program-program
kebijaksanaan kabinet harus disesuaikan dengan tujuan politik sebagian besar anggota parlemen.
Apabila kabinet melakukan penyimpangan terhadap program-program kebijaksanaan
yang dibuat, maka anggota parlemen dapat menjatuhkan kabinet dengan jalan
memberikan mosi tidak percaya kepada pemerintah
d. Kedudukan kepala negara (raja, ratu, pangeran,
kaisar atau presiden sebagai kepala
negara) hanya sebagai lambang atau simbol yang tidak dapat diganggu gugat
2. Sistem
Demokrasi Libral Presidensial
Demokrasi libral
presidensial adalah suatu sistem pemerintahan dimana kedudukan legeslatif dan ekskutif sama kuat tidak dapat saling
menjatuhkan. Di dalam sistem ini mentri-mentrinya bertanggung jawab kepada
Presiden tidak kepada DPR. Dalam hal ini
Presiden memiliki jabatan rangkap yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
atau sebagai Perdana Menteri (ekskutif).
Di dalam sistem pemerintahan demokrasi libral
presidensial, pelaksanaan pemerintahan
diserahkan kepada presiden sebagai lembaga ekskutif, sedangkan kekuasaan
kehakiman sebagai lembaga yudikatif
menjadi tanggung jawab Supreme Court (Mahkamah Agung), kekuasaan untuk
membuat undang-undang berada ditangan Parlemen atau DPR atau Kongres ( Senat
dan DPR kalau di Amerika Serikat) yang disebut lembaga legeslatif.
Ketiga lembaga negara seperti legeslatif, ekskutif dan yudikatif kemudian kita
kenal dengan ajaran Trias Politika. Ajaran trias politika yang murni
atau pemisahan kekuasaan (separation of power) yang diajarkan oleh Montesqueau
dianut oleh Amerika Serikat yang terkenal dengan praktek check and balance
maksudnya agar ketiga lembaga negara di dalam melaksanakan kekuasaannya selalu
terdapat keseimbangan
Adapun ciri-ciri
suatu negara yang menganut sistem demokrasi libral presidensial adalah sebagai berikut:
a. Dikepalai oleh seorang presiden selaku pemegang
kekuasaan ekskutif. Presiden sebagai kepala pemerintahan atau Perdana Menteri
dan sebagai kepala negara
b. Kekuasaan
ekskutif presiden dijalankan berdasarkan kedaulatan rakyat yang dipilih dari
dan oleh rakyat dengan atau tanpa
melalui badan perwakilan
c. Presiden
mempunyai hak prerogatif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan
para pembantunya (mentri), baik yang memimpin departemen atau non departemen
d. Mentri-mentri
hanya bertanggung jawab kepada presiden dan bukan kepada DPR
e. Presiden
tidak bertanggung jawab kepada DPR. Oleh sebab itu antara presiden dan DPR
tidak dapat saling menjatuhkan
3. Sistem Demokrasi Rakyat
Demokrasi
rakyat disebut juga demokrasi terpimpin
atau demokrasi proletar yang berhaluan marxisme-komunisme. Demokrasi rakyat
mencita-citakan kehidupan yang tidak mengenal kelas sosial yaitu sama rata,
sama rasa. Manusia dibebaskan dari
keterikatannya kepada pemilikan pribadi (tidak mengenal milik pribadi) tanpa
ada penindasan serta paksaan. Akan tetapi untuk mencapai hal tersebut apabila
perlu, dapat dilakukan dengan cara paksa atau kekerasan. Menurut Kranenburg
demokrasi rakyat lebih mendewa-dewakan pemimpinnya (demokrasi terpimpin)
4. Sistem Demokrasi Refrendum
Refrendum
berasal dari kata refer yang berarti mengembalikan. Sistem refrendum berarti
pelaksanaan pemerintahan didasarkan pada pengawasan secara langsung oleh
rakyat, terutama terhadap kebijaksanaan yang telah, sedang dan yang akan
dilaksanakan oleh badan legeslatif atau ekskutif
Refrendum ada tiga yaitu:
1.
Refrendum Obligator (wajib)
Refrendum
Obligator (wajib) adalah refrendum yang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan langsung dari rakyat
sebelum undang-undang itu diberlakukan. Refrendum semacam ini diberlakukan
apabila materi undang-undang tersebut menyangkut hak-hak rakyat
2. Refrendum
Fakultatif
Refrendum
Fakultatif adalah refrendum yang dilaksanakan apabila dalam waktu tertentu
sesudah suatu undang-undang diumumkan dan dilaksanakan, sejumlah orang tertentu
yang punya hak suara menginginkan diadakannya refrendum. Dalam hal ini, apabila
refrendum menghendaki undang-undang itu dilaksanakan, maka undang-undang itu
terus berlaku. Tetapi jika refrendum itu menghendaki menolak undang-undang
tersebut maka undang-undang tersebut harus dibatalkan atau dicabut
3. Refrendum
Konsultatif
Refrendum
Konsultatif adalah refrendum yang menyangkut soal-soal tekhnis. Biasanya rakyat
tidak begitu memahami atau mencampuri urusan tekhnis pembuatan atau penyusunan
materi perundang-undangan, sehingga rakyat tidak perlu menyetujui atau
menolaknya. Jika sudah diundangkan barulah rakyat menilai apakah menguntungkan
atau merugikan sehingga perlu dilanjutkan dengan refrendum obligator atau
fakultatif
5.
Sistem Demokrasi Pancasila
Sistem Demokrasi
Pancasila menghendaki adanya keselarasan, keserasian dan keseimbangan
segala aspek kehidupan, yang dalam pelaksanaan pemerintahannya selalu
mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat, mulai dari tingkat pusat sampai
ketingkat daerah, baik dalam kehidupan formal maupun dalam kehidupan non
formal. Demokrasi ini hanya dianut oleh Indonesia, karena hanya Indonesia yang
menganut ideologi Pancasila.
4. Prinsip-prinsip demokrasi secara umum
Prinsip – prinsip budaya
demokrasi secara universal, antara lain mencakup :
1. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan
keputusan politik
Keterlibatan warga negara dalam
pemerintahan terutama ditujukan untuk mengendalikan para pemimpin politik. Dalam
hal ini, pemilu menjadi salah satu cara untuk melakukan partisipasi, selain itu
warga masyarakat juga dapat menyampaikan kritik, mengajukan usul, atau
memperjuangkan kepentingan melalui saluran-saluran lain yang demokratis sesuai
dengan undang-undang.
Ada dua
pendekatan tentang keterlibatan warga negara dalam berdemokrasi yaitu:
a.
Pendekatan elitis, berarti melalui elit-elit politik di
badan perwakilan rakyat yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu, menuntut
adanya ketanggapan pihak penguasa terhadap amanat penderitaan rakyat
b.
Pendekatan Partisipatori, berarti rakyat atau warga
negara harus turun kejalan menyuarakan aspirasi demi penegakkan keadilan sesuai
aturan hukum
2.
Persamaan (kesetaraan) di antara warga negara
Masalah
persamaan, hal ini menjadi kepentingan utama dalam teori dan praktik politik.
Untuk membuktikan hal tersebut tidaklah sulit, karena baik negara yang
demokratis maupun yang bukan, selalu berusaha untuk mencapai tingkat persamaan
yang lebih besar. Pada umumnya tingkat persamaan yang dituju adalah persamaan
politik (dipilih dan memilih dalam pemilu), persamaan di muka hukum (keadilan),
persamaan kesempatan berusaha (kerja), persamaan hak, persamaan memperoleh
pendidikan dan pengajaran, dan lainnya.
3.
Kebebasan (kemerdekaan) yang diakui dan dipakai oleh warga negara
Masalah
kemerdekaan pada awalnya dipergunakan dalam kehidupan politik sebagai reaksi
terhadap absolutisme (kesewenang-wenangan). Kebebasan itu terutama kebebasan yang menyangkut masalah hak azasi
manusia, namun kebebasan itu harus selalu ada dalam koridor hukum. Seperti
kebebasan menyampaikan pendapat baik lisan maupun tulisan
4.
Supremasi hukum
Penghormatan
terhadap hukum harus dikedepankan baik oleh pemerintah atau penguasa maupun
oleh rakyat. Tidak terdapat kesewenang-wenangan yang dilakukan atas nama hukum
oleh karena itu pemerintahan harus didasarkan atas nama hukum yang berpihak kepada keadilan
(rule of the law). Segala warga negara harus berdiri setara di depan hukum
tanpa ada kecualinya. Jika hukum dibuat atas nama keadilan dan disusun dengan
memperhatikan pendapat rakyat, maka tidak ada alasan untuk mengabaikan apalagi
melecehkan hukum dan lembaga hukum, begitu pula penegak hukum tidak melecehkan
lembaga hukum yang diembannya untuk
kepuasan sesaat. Dengan demikian
keadilan dan ketaatan terhadap hukum merupakan salah satu syarat
mendasar bagi terwujudnya masyarakat yang demokratis.
5.
Pemilu berkala
Pemilihan umum
selain sebagai mekanisme untuk menentukan komposisi pemerintahan secara
periodik, sesunguhnya merupakan sarana utama bagi partisipasi politik rakyat.
Pemilihan umum menjadi kunci untuk menentukan apakah sistem itu demokratis atau
tidak. Pemilihan umum untuk melegitimasi pemerintahan yang terbentuk agar
mendapat dukungan rakyat yang tiada lain adalah wujud dari kedaulatan rakyat
B.
Masyarakat madani
1.
Pengertian masyarakat madani
Masyarakat
madani (Civil Society) adalah suatu kehidupan sosial yang terorganisir dan bercirikan antara lain : kesukarelaan,
keswasembadaan, dan keswadayaan yang memiliki kemandirian tinggi berhadapan
dengan negara dan keterikatan dengan
norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya ( M. AS Hikam : 1999 : 3)
2.
Ciri-ciri masyarakat madani
Adapun
ciri-ciri umum dari masyarakat madani adalah :
a.
mandiri dalam hal pendanaan (tidak tergantung pada
negara)
b.
swadaya dalam hal kegiatan (memanfaatkan berbagai
sumber daya yang ada dilingkungannya)
c.
bersifat memberdayakan masyarakat dan bergerak dalam bidang sosial
d.
tidak terlibat dalam persaingan politik dalam perebutan
kekuasaan
e.
bersifat inklusif (melingkupi beragam kelompok) dan
menghargai keragaman
3.
Proses menuju masyarakat madani
Manusia hidup di
dunia menginginkan kehidupannya sejahtera, adil dan makmur, begitu pula bagi
masyarakat dan bangsa Indonesia mencita-citakan hal yang sama. Pedoman bagi
masyarakat Indonesia untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sebenarnya
sudah tersirat dan tersurat secara tegas dan jelas di dalam Pembukaan alenia IV
Pembukaan UUD 1945 yaitu “ … melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa … “
Pada dasarnya,
politik berkenaan dengan kehidupan publik, yaitu kehidupan yang berhubungan
dengan rakyat banyak. Dalam kehidupan inilah
diatur proses serta mekanisme agar seluruh aspek kehidupan menjadi
teratur. Untuk itulah dalam suatu negara demokrasi dibentuk suatu lembaga yang
mencerminkan suatu pemerintahan demokrasi sepertia pada ajaran Trias Politika
yaitu ada Ekskutif, Legeslatif dan yudikatif yang selanjutnya merupakan lembaga
dari suatu organisasi yang bernama negara, yang selanjutnya dikenal dengan
supra struktur politik.
Selain lembaga
negara yang merupakan sufra struktur politik terdapat pula lembaga lain yaitu
infra struktur politik seperti lembaga sosial (lembaga swadaya masyarakat atau
LSM), lembaga budaya (paguyuban dan pendidikan yaitu organisasi Mahasiswa), lembaga
agama (Nahdlatul Ulama, Majelis Ulama Indonesia, Parisada Hindu Dharma
Indonesia, Wali Gerja-gereja Indonesia, Wali Umat Budha Indonesia dan
lain-lain), lembaga profesi (Persatuan Wartawan Indonesia, Ikatan Dokter
Indonesia dan lain-lain) lembaga inilah yang merupakan masyarakat madani (civil
society) dan tidak termasuk di dalamnya organisasi politik (partai politik).
Istilah Civil
Society (masyarakat madani) berasal dari bahasa latin sivilis societas yang semula digunakan oleh
Cicero (106 – 43 SM), beliau adalah seorang pujangga Roma. Civil Society awal
mulanya berarti komunitas politik, yaitu suatu masyarakat yang didasarkan pada
hukum dan hidup beradab. Selanjutnya istilah civil society digunakan oleh John
Locke dan J. J. Rouesseau mengartikan
civil society dengan masyarakat politik (political society) yaitu suatu
kehidupan masyarakat yang sudah teratur karena sudah didasari dengan hukum.
Pada masa kini,
istilah civil society digunakan untuk membedakan suatu komunitas di luar
organisasi negara (lembaga negara) yaitu suatu lembaga privat yang mandiri yang
terdiri atas beberapa individu yang membentuk kelompok atau organisasi untuk
mewujudkan kepentingan mereka sendiri secara aktif.
Proses untuk
mewujudkan masyarakat madani (Civil Society),
sudah dilakukan oleh masyarakat Indonesia namun banyak rintangan dan
tantangan selalu menghadang dan menghambatnya
hal ini disebabkan oleh situasi dan kondisi pemerintahan yang
berlangsung saat itu, seperti pada masa pemerintahan Orde Baru segala bentuk
organisasi baik formal maupun non formal sebenarnya sudah banyak terbentuk
namun selalu ada dalam pengawasan pemerintahan waktu itu, meskipun aturan
mengenai terwujudnya masyarakat madani (Civil Society) sudah diundangkan yang
pertama yaitu dengan Undang-Undang No 8 Tahun 1985 tentang organisasi
Kemasyarakatan, namun peraturan ini seolah-olah mandul dan tidak berfungsi
sesuai harapan kita dalam mewujudkan
Civil Society
Dari uraian di atas maka Civil Society dapat terjadi melalui proses
dari adanya lembaga-lembaga atau badan atau organisasi kemasyarakatan formal
maupun non formal yang dalam pembentukannya tidak hanya untuk kepentingan
dilingkungannya sendiri secara intern tetapi dapat pula mempengaruhi kebijakan
yang diambil oleh pemerintah termasuk di dalamnya ikut mencampuri dalam urusan
pembangunan sehingga menjadi budaya politik masyarakat.
Tuntutan
terhadap Civil Society sebenarnya sudah
ada pada asa orde baru yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang No 8 Tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan yang menyatakan :
Organanisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh warga
masyarakat negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional
dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
Semenjak
reformasi pertumbuhan dan perkembangan masyarakat madani (Civil Sosiety) baru
memperoleh tempat yang sewajarnya.
4. Kendala yang dihadapi dan upaya mengatasi dalam mewujudkan
masyarakat madani
Perkembangan masyarakat madani (Civil Society) di Indonesia tak pelak
lagi sangat diperkuat dengan munculnya reformasi 1998, yang dalam beberapa hal
tertentu telah mebalik kritik selama Orde Baru menjadi usul positif untuk
menjadi alternatif dan opsi politik. Perubahan untuk menghadapi kendala dalam
usaha mewujudkan masyarakat madani itu terlihat sekurang-kurangnya dalam tiga
bidang masalah: 1. dalam bidang birokrasi (kendalanya :adanya birokrasi tidak
transparan dan tidak bersih), 2. dalam bidang hubungan dengan penggunaan
kekuasaan oleh pemerintah (kendalanya: adanya kekerasan militer atau POLRI untuk melindungi kekuasaan), 3. dalam hubungan negara dan masyarakat
(kendalanya: pemerintah sulit dikritik dan diberi saran)
Adapun usaha untuk
mewujudkan masyarakat madani:
1. Dalam birokrasi, kritik terhadap
korupsi, kolusi dan nepotisme, selama Orde Baru, diubah secara positif menjadi
tuntutan akan adanya transparansi dan akuntabilitas. Ada sikap proaktif dalam
mencari jalan agar KKN tidak diberi kesempatan terlalu banyak untuk terus
dilakukan, dengan mendesak dan memaksa pemerintah dan birokrasi untuk
mempertanggungjawabkan secara terbuka semua tindak tanduk mereka secara publik.
Pada titik ini kita menghadapi dilema antara pemerintah terbuka dan pemerintah
yang bersih. Suatu pemerintahan hanya bisa bersikap terbuka kalau dia relatif
bersih (karena pemerintahan yang tidak bersih akan berusaha sekuat tenaga
menutupi penyelewengan yang dilakukannya), sementara untuk menjadi bersih dia
harus terbuka terhadap kontrol dan kritik. Dilema ini dicoba dipecahkan dengan
tidak meminta birokrasi untuk menjadi lebih bersih tetapi dengan memaksanya
menjadi lebih terbuka.
2. Dalam hubungan dengan penggunaan
kekuasaan oleh pemerintah, kritik terhadap kekerasan politik dan represi
politik (yang memuncak antara lain pada masa ditetapkannya Daerah Operasi
Militer [DOM] di Aceh, Timtim, dan Irian Jaya) diubah menjadi tuntutan akan
penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM). Perubahan ini memberikan
bobot baru kepada tuntutan masyarakat, karena kekerasan politik dapat
diperlakukan pemerintah sebagai masalah dalam negeri, sedangkan masalah HAM
dianggap sebagai masalah universal yang akan mendapat perhatian dunia
internasional. ·
3. Dalam soal
hubungan negara-masyarakat, maka kritik terhadap kedudukan negara yang terlalu
kuat dalam rejim Orde Baru, diubah menjadi opsi dan alternatif dalam tuntutan
akan pemberdayaan masyarakat. Persoalan bukanlah negara yang terlalu kuat,
tetapi masyarakat yang terlalu lemah, sehingga social empowerment muncul
sebagai suatu gagasan baru di mana masyarakat mulai meningkatkan kesadaran
tentang hak-haknya dan mengembangkan bentuk negoisasi baru dengan negara. Salah
satu bentuk perjuangan itu ialah tuntutan akan pengakuan terhadap
pranata-pranata sosial yang selama ratusan tahun telah berhasil menjaga
integrasi sosial dalam berbagai komunitas, seperti halnya masyarakat adat, yang
sekarang semakin menjadi persoalan nasional. Patut dikemukakan di sini bahwa
munculnya kesadaran akan pentingnya masyarakat
madani (Civil Society) berhubungan dengan keinginan untuk mewujudkan
suatu ruang di mana terwujud kesamaan setiap orang di depan hukum
C.
Demokrasi di Indonesia
1. Pelaksanaan demokrasi di Indonesia sejak
Orla, Orba dan Reformasi
1.
Demokrasi Pada Masa Orde Lama
Semenjak
diberlakukannya kembali UUD 1945 dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli
1959, maka berlakulah kembali Demokrasi Pancasila. Berlakunya Demokrasi
Pancasila tidak berlangsung lama, karena semenjak pemerintahan Orde Lama yang
berkuasa dari April 1965 – 10 Maret 1966 berlaku Demokrasi Terpimpin berdasar
Tap. MPRS. No. VIII/MPRS/1965.
Paham demokrasi berdasarkan kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berintikan
musyawarah untuk mufakat secara gotong royong antara semua kekuatan nasional
yang progresif revolusioner berporoskan nasakom (nasional agama komunis, justru
penekanannya ada pada keterpimpinannya bukan pada musyawarahnya.
Selama
pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, kecendrungan semua keputusan hanya ada pada
Pemimpin Besar Revolusi (PBR) yang dikepalai oleh Presiden. Sehingga berakibat
rusaknya tatanan kekuasaan negara. Misalnya, DPR dapat dibubarkan, sementara
ketua MA dan MPRS menjadi Mentri Koordinator (Menko), Pemimpin partai politik
yang berbeda haluan banyak yang ditangkapi.
2.
Demokrasi Pada Masa Orde Baru
Semenjak di
keluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966, mulailah berlakunya masa Orde Baru,
pada masa berlakunya Orde Baru, Demokrasi Pancasila mulai berlaku lagi dengan
wacana secara murni dan konsekwen. Paham demokrasi berdasarkan atas kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, serta dengan menjunjung tinggi
kemanusiaan yang adil dan beradab, dan selalu memelihara persatuan Indonesia
untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pelaksanaan
Demokrasi Pancasila belumlah sesuai dengan jiwa dan semangat yang terdapat
dalam ciri-ciri umum Demokrasi Pancasila. Hal tersebut karena Presiden begitu
dominan baik dalam sufra maupun dalam infra strutur politik. Sufra struktur
politik berarti kekuasaan lembaga negara, sedangkan infra strutur politik
berarti kekuatan masyarakat berupa golongan dan kelompok dan partai politik.
Akibatnya banyak terjadi manipulasi politik seperti kebulatan tekad atas nama
rakyat untuk memilih presiden di MPR. Hal semacam inilah yang menumbuh suburkan
praktik KKN di Indonesia, sehingga negara Indonesia terjerumus dalam berbagai
krisis multi dimensi yang berkepanjangan
3.
Demokrasi pada masa Orde Reformasi
Setelah
tumbangnya rezim orde baru melalui suatu perjuangan mahasiswa yang didukung
oleh segenap komponen bangsa pada awal Mei 1998, maka penerapan Demokrasi
Pancasila yang dilandasi semangat reformasi, dimana paham demokrasi berdasar
atas kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa,
serta dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, selalu
memelihara persatuan Indonesia dan untuk mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
Pelaksanaan
Demokrasi Pancasila pada masa reformasi telah banyak memberi ruang gerak kepada
parpol dan komponen bangsa lainnya termasuk lembaga permusyawaratan rakyat dan
perwakilan rakyat mengawasi dan mengontrol pemerintah secara kritis, sehingga
dua kepala negara tidak dapat melaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabatanya
selama lima tahun karena dianggap menyimpang dari garis reformasi
2. Pengertian demokrasi Pancasila
Di dalam sila ke
empat Pancasila kita menjumpai rumusan Demokrasi Pancasila yaitu: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan. Rumusan sila ke empat ini
diliputi oleh sila pertama, ke dua dan ke tiga dan meliputi sila ke lima, ini
berarti sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh
Pada Pembukaan
alenia ke IV UUD 1945 kita juga menjumpai rumusan Demokrasi Pancasila yaitu : “… Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan
suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “.
Menurut Prof.
Dr. Drs. Notonagoro, SH menyatakan
bahwa Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha
Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan
Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (senada
dengan pengertian ini adalah Soemantri, SH, dan Drs. S. Pamudji, M.P.A)
Menurut prof. Dardji Darmodihardjo, SH menyatakan bahwa Demokrasi Pancasila adalah
paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsapah hidup bangsa
Indonesia, yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan dalam Pembukaan
UUD 1945.
3. Dasar hukum demokrasi Pancasila
1.
Landasan Idiil
Pancasila yaitu sila ke empat yang dijiwai dan
menjiwai sila yang lainnya
2.
Landasan Konstitusional
a.
Pembukaan Alenia ke IV UUD 1945,
Pada kalimat yang menyatakan “…Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia b. Pasal – Pasal UUD 1945
Bab I tentang Bentuk dan Kedaulatan, Pasal
1 ayat 2 Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar
Bab dan pasal yang memuat badan atau
lembaga perwakilan rakyat yaitu Bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat
pasal 2 ayat 1, Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat, pasal 19 – pasal 22 D,
Bab VII B tentang Pemilihan Umum pasal 22 E.
3.
Landasan Operasional
Landasan
Operasional pelaksanaan Demokrasi Pancasila meliputi : Ketetapan MPR yaitu
- Tap MPRS No. XXXVII/MPRS/1968 tentang Pelaksanaan Demokrasi Pancasila
- Tap MPR No. I/MPR/1973, 1978, 1983, 1988, 1993, 1998, 1999 dan 2004 tentang Tata Tertib MPR di dalam Bab dan Pasalnya memuat mekanisme dan syarat sahnya pengambilan keputusan sesuai dengan pelaksanaan Demokrasi Pancasila yaitu musyawarah mufakat
4. Prinsip demokrasi Pancasila
Secara ideologi
maupun konstitusional, asas Demokrasi Pancasila yang mencerminkan tata nilai
sosial budaya bangsa, mengajarkan prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila sbb :
1.
Prinsip persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia
2.
Prinsip keseimbangan antara hak dan kewajiban
3.
Prinsip kebebasan yang bertanggung jawab, secara moral
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, orang lain dan pemerintah
4.
Prinsip mewujudkan keadilan sosial
5.
Prinsip pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat
6.
Prinsip mengutamakan persatuan nasional dan
kekeluargaan
7.
Prinsip menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional
5. Pemilihan Umum
Sarana politik
untuk untuk mewujudkan kehendak rakyat kepada negara dalam sistem demokrasi
adalah pemilihan umum (pemilu), rakyat sebagai pemegang kedaulatan rakyat
berhak menetukan warna dan bentuk pemerintahan serta tujuan yang hendak
dicapai, sesuai dengan konstitusi yang berlaku.
Dalam pasal 1
ayat 2 UUD 1945 (hasil amademen) menyebutkan “ Kedaulatan berada ditangan
rakyat dan dilaksanakan menurut UUD “. Pasal ini mengandung arti bahwa seluruh
rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil di Majelis
Permusyawaratan Rakyat (majelis) sehingga majelis itu betul-betul sebagai
penjelmaan rakyat.
Pada Bab 1
Ketentuan umum, pasal 1 ayat 1 UU RI No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu
menyebutkan : pemilihan umum yang
selanjutnya disebut pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara
Republik Indonesia tahun 1945
Pemilihan umum
bagi suatu negara demokrasi sangat penting artinya untuk menyalurkan kehendak
azasi politiknya. Adapun kehendak azasi politik yang dimaksud adalah :
1.
untuk memilih dan mendukung anggota legeslatif
2.
adanya dukungan mayoritas rakyat dalam menentukan
pemegang kekuasaan ekskutif melalui pemilihan langsung dalam jangka waktu
tertentu ( 5 tahun)
3.
rakyat melalui perwakilannya dapat secara periodik
mengontrol atau mengawasi jalannya ekskutif
D. Budaya
demokrasi dalam kehidupan sehari-hari
1.
Sistem politik demokrasi Pancasila
Makna demokrasi
Pancasila pada dasarnya merupakan perluasan keikutsertaan rakyat dalam berbagai
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang telah ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Aturan main dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diatur secara melembaga. Hal
ini berarti, keinginan rakyat dapat tersalurkan baik dalam lembaga sufra
struktur politik (lembaga negara), maupun dalam infra struktur politik (partai
politik, organisasi massa, dan media politik lainnya).
Demokrasi
Pancasila tidak hanya meliputi bidang pemerintahan atau politik saja (demokrasi
dalam arti sempit), melainkan juga demokrasi yang meliputi bidang lainnya
(dalam arti luas), seperti : sosial dan ekonomi. Jadi demokrasi dalam arti luas
meliputi politik, ekonomi dan sosial.
Sistem politik
Demokrasi Pancasila, merupakan sistem politik yang harus menghargai nilai-nilai musyawarah. Oleh
karena itu, kita pun harus memahami tentang tata cara bermusyawarah tersebut.
Agar tata cara bermusyawarah dapat berjalan dengan baik dan lancar maka kita harus
mengetahui aturan bermusyawarah sebagai
berikut :
1.
mengutamakan kepentingan negara atau masyarakat
2.
tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
3.
mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan
4.
musyawarah harus meliputi semangat kekeluargaan
5.
dengan itikad baik dan penuh rasa tanggug jawab dalam
menerima dan melaksanakan keputusan musyawarah
6.
musyawarah dilakukan dengan akal sehat disertai hati
nurani yang luhur
7.
keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
2.
Pelaksanaan demokrasi Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari
Pelaksanaan
Demokrasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, tiada lain merupakan wujud
nyata dari pelaksanaan demokrasi dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dalam
lembaga atau organisasi non formal atau kemasyarakatan sampai pada lembaga atau
organisasi formal atau lembaga negara.
Adapun tata
cara musyawarah dalam berbagai kehidupan harus mengandung prinsip-prinsip
sebagai berikut :
1.
musyawarah bersumber pada paham kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
2.
setiap putusan yang diambil harus selalu dapat
dipertanggungjawabkan dan tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila
3.
setiap peserta musyawarah memiliki hak dan kesempatan
yang sama dalam menyampaikan pendapatnya
4.
hasil setiap musyawarah atau putusan baik berdasarkan
musyawarah mufakat ataupun dengan suara terbanyak harus diterima dan dilaksanakan
dengan itikad baik
5.
apabila cara nusyawarah mufakat mengalami jalan buntu,
maka putusan dapat dilakukan dengan suara terbanyak (vooting)
Adapun tata cara
pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (vooting), dalam Demokrasi
Pancasila harus dengan persyaratan sebagai berikut :
1.
jika jalan musyawarah mufakat sudah ditempuh secara
maksimal, namun tidak pernah mencapai mufakat
2.
keputusan tersebut harus diambil
3.
karena terbatasnya waktu
4.
harus ada kesepakatan sahnya pengambilan keputusan
dengan suara terbanyak. Seperti, pada pasal 37 UUD 1945, atau ditentukan pada
waktu sidang sedang berlangsung (
seperti : sidang dihadiri separoh lebih anggota (quorum) dan disetujui separoh
lebih anggota yang hadir)
Setiap peserta
musyawarah hendaknya menyadari bahwa yang menjadi tugas utamanya bukanlah
kehadiran dan persetujuannya dalam bermusyawarah, melainkan tanggung jawabnya
dalam melaksanakan setiap hasil keputusan. Dalam setiap bermusyawarah bukan hanya
setuju dalam pengambilan keputusan, namun keaktifannya berbicara dalam
menyumbangkan saran, sanggahan dan pendapatnya dalam musyawarah.
Adapun
nilai-nilai luhur yang terkandung dalam setiap pengambilan keputusan sebagai
berikut :
1.
legowo atau lapang dada, setiap peserta musyawarah harus sadar
menerima dan melaksanakan keputusan musyawarah dengan sepenuh hati
2.
religius, setiap hasil musyawarah itu harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa
3.
tenggang rasa, dalam bermusyawarah setiap peserta harus
mau mendengarkan dan menghormati setiap pembicara walaupun kurang berkenan
dalam hati
4.
keadilan, setiap hasil musyawarah harus betul-betul
menjadi keputusan bersama walaupun dengan suara terbanyak
5.
kemanusiaan, hasil keputusan tetap menjunjung tinggi
harkat martabat manusia
3.
Sikap positif
terhadap pelaksanaan demokrasi di Indonesia
Setiap warga
negara Indonesia diharapkan menunjukkan sikap positif dalam pengembangan
nilai-nilai perilaku budaya Demokrasi Pancasila. Berikut ini merupakan sikap
positif warga negara dalam perilaku budaya demokrasi di Indonesia dalam
kehidupan sehari-hari :
1.
melaksanakan hak pilih (memilih dan dipilih) dalam
pemilu dan menjauhkan diri dari sifat golput (golongan putih artinya tidak ikut
memilih dalam pemilu)
2.
menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan
3.
menyukseskan pemilu yang luberjurdil (langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil)
4.
mentaati hukum
5.
setiap keputusan diambil dengan musyawarah mufakat
untuk kepentingan bersama
6.
saling mendukung setiap usaha pembelaan negara
7.
saling menghormati kebebasan memeluk agama dan
beribadah sesuai agama dan kepercayaan-Nya itu
Peranserta warga
negara dalam memantapkan pelaksanaan Demokrasi Pancasila, diantaranya dengan
menjunjung tinggi budaya Demokrasi Pancasila yang meliputi semangat :
1.
kebersamaan
2.
kekeluargaan
3.
keterbukaan
4.
kebebasan yang bertanggung jawab
5.
keadilan
Tanggung jawab warga negara dalam pelaksanaan Demokrasi Pancasila,
diantaranya :
1.
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
2.
menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan
3.
menjunjung tinggi sistem hankamrata dalam pembelaan
negara
4.
menjunjung tinggi hak azasi manusia dengan segala
aspeknya
5.
menjunjung tinggi keutuhan dan keselamatan bangsa dan
negara Indonesia di atas kepentingan pribadi dan golongan
6.
mengutamakan musyawarah mufakat
V. LATIHAN SOAL
- Jelaskan pengertian demokrasi menurut pandangan Abraham Linkoln?
- Jelaskan pengertian masyarakat madani menurut M. AS Hikam ?
- Jelaskan perbedaan dan persamaan pelaksanaan demokrasi masa Orla, Orba & Reformasi?
- Jelaskan nilai yang seharusnya dihargai dalam pelaksanaan sistem politik demokrasi Pancasila ?
- Bagaimanakah perilaku budaya demokrasi yang seharusnya dilakukan oleh setiap warga negara dalam kehidupan sehari-hari ?
BAB III
KETERBUKAAN
DAN KEADILAN
I. SK
Menampilkan sikap keterbukaan dan
keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
II. KOMPETENSI DASAR
v Mendeskripsikan pengertian dan pentingnya
keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
v Menganalisis dampak penyelenggaraan pemerintahan
yang tidak transparan Menunjukkan sikap keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
III. TUJUAN PEMBELAJARAN
v Siswa mampu mendeskripsikan pengertian dan
pentingnya keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
v Siswa mampu menganalisis dampak
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan Menunjukkan sikap
keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara
IV. MATERI
A. Keterbukaan
1.
Makna keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Setelah
Mahasiswa yang didukukung oleh segenap lapisan masyarakat menabuh gendrang
reformasi secara bersama-sama untuk menuntut adanya perbaikan segala sektor
kehidupan, maka pemerintah Orde Baru menjadi gentar dan ciut nyalinya, karena
seolah-olah peristiwa Orde Lama terulang kembali sewaktu mahasiswa yang
didukung segenap lapisan masyarakat bergerak turun kejalan menyuarakan aspirasi
rakyat dan menuntut perbaikan disegala aspek kehidupan yang waktu itu sangat
merosot sekali keadaannya, karena inflasi sampai enam ratus prosen, rakyat
kecil banyak yang kelaparan, harga barang membumbung tinggi dan tak terkendali,
teror dimana-mana, pokoknya suasana waktu itu sangat chaus sekali. Disektor
pemerintahan korupsi, kolosi, nepotisme sangat meraja lela, hukum hanya berlaku
bagi rakyat kecil, pejabat, keluarga dan kroninya seolah-olah kebal hukum dan
hukum menjadi mainannya, lembaga penegak hukum tidak lagi merdeka dalam
melaksanakan tugasnya melainkan menjadi alat pemerintah untuk dapat melanggengkan
kekuasaannya
Makna yang
terkandung dari keterbukaan adalah kepercayaan, oleh karena jagalah kepercayaan
itu sebaik-baiknya. Bagi pemerintah yang mendapat mandat dari rakyat haruslah
menjaga kepercayaan yang telah diberikannya itu sebaik-baiknya dengan jalan
menyelenggarakan negara secara terbuka dan jujur
2.
Pengertian keterbukaan
Menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan W.
J. S Poerwadarminta menyebutkan keterbukaan adalah “ hal terbuka “ ; perasaan toleransi.
Menurut UU.
No. 28 tahun 1999 yang dimaksud dengan
keterbukaan adalah siap membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak azasi
pribadi, golongan dan rahasia negara
Keterbukaan
sangat diperlukan dalam segala aspek kehidupan baik dalam kehidupan berumah
tangga, dalam organisasi yang terkecilpun haruslah memiliki azas keterbukaan
agar ada kepercayaan dari yang dipimpin dengan pemimpinnya. Keterbukaan
merupakan sikap jujur, rendah hati, adil, menerima pendapat orang lain,
memaafkan orang lain dengan lapang dada, bertoleransi, tatwamasi, melakukan
sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan dan yang dikatakannya (tri kaya
parisudha).
3. Ciri-ciri keterbukaan
Keterbukaan
memilki ciri-ciri sebagai berikut :
·
adanya hubungan yang harmonis atau sikap
toleransi
·
adanya ketertiban dan keteraturan
·
adanya rasa penuh tanggung jawab pada tugas dan
pada Tuhan
·
bersedia jadi saksi
·
bersedia diperiksa apabila ada indikasi
penyimpangan
·
adanya akuntabilitas (pertanggungjawaban)
4. Landasan
keterbukaan
Landasan hukum
dari penyelenggaraan negara yang bersih, transparan, bebas dari korupsi, kolusi
dan nepotisme adalah:
a. Undang-Undang Dasar tahun 1945
Pasal 7 A UUD 1945 menyebutkan antara lain : Presiden dan
Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR apabila telah
terbukti melakukan pelanggaran hukum
berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan lainnya
b.
Ketetapan MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelengara Negara yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
c.
Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
5. Azas umum keterbukaan
Azas umum dalam penyelenggaraan negara dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah : azas kepastian hukum, azas tertib penyelenggaraan negara,
azas kepentingan umum, azas keterbukaan, azas proporsionalitas, azas
profesionalitas dan azas akuntabilitas
B.
Keadilan
1. Pengertian keadilan
Keadilan
berasal dari kata adil yang berarti :
·
sesuai dengan apa adanya, seperti
memberikan sesuatu kepada orang lain/seseorang karena memang haknya
·
tidak pilih kasih atau tidak berat
sebelah, seperti memperlakukan seseorang dengan penuh bijaksana dan tidak
sewenang-wenang
·
melaksanakan tugas sebagai penyelenggara
negara sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku
Menurut
Pancasila adil dapat diartikan :
·
Adil itu tidak hanya untuk diri sendiri,
tetapi juga untuk orang lain
·
Adil itu suatu sikap yang tidak suka
menunjukkan kesalahan orang lain, tetapi juga tidak membiarkan kesalahan diri
sendiri
Jadi keadilan
adalah suatu tindakan yang tidak berdasarkan kesewenang-wenangan dan dapat pula
diartikan sebagai suatu tindakan yang didasarkan kepada norma-norma yang di
dalamnya termasuk norma hukum.
2. Macam-macam keadilan
1. Menurut Aristoteles, keadilan itu
dapat dibedakan menjadi 5 macam yaitu:
·
Keadilan distributif, yaitu keadilan yang berhubungan
dengan distribusi jasa menurut kerja dan kemampuan. Contohnya perbedaan
pendapatan yang diterima karena perbedaan jabatan yang dimilikinya. Misalnya antara Presiden
dengan Gubernur, gajihnya berbeda
·
Keadilan komutatif, yaitu keadilan yang berhubungan dengan
persamaan yang diterima oleh setiap orang tanpa melihat jasa-jasa perseorangan.
Contohnya menumpang bemo jauh dekat ada dalam kota membayarnya sama
·
Keadilan kodrat alam, yaitu keadilan yang bersumber pada
kodrat alam. Contohnya kelahiran, kehidupan dan kematian. Begitu pula kalau
kita merusak lingkungan dengan merusak alam (hutan) maka akibatnya sumber air
menjadi kering dan pada musim hujan akan terjadi banjir yang menghancurkan apa
saja yang diterjangnya.
·
Keadilan Konvensional, yaitu keadilan yang mengikat warga
negara, Penyelenggara Negara sebab sudah ditetapkan dengan peraturan perundang
undangan. Contohnya seorang pengendara sepeda motor tanpa helm atau tidak
membawa SIM akhirnya ditilang atau seorang pejabat negara karena melakukan
Korupsi, Kolusi dan nepotisme akhirnya dijatuhi sanksi hukuman sesuai peraturan
perundangan yang berlaku
·
Keadilan Perbaikan,
yaitu jika seseorang telah berusaha memulihkan nama baik orang lain yang
telah tercemar
2. Menurut
Plato, ada dua teori keadilan yaitu :
·
Keadilan Moral, suatu perbuatan
dikatakan adil secara moral apabila telah mampu memberikan perlakuan yang
seimbang (selaras) antara hak dan kewajiban
·
Keadilan Prosedural, suatu perbuatan
dikatakan adil secara prosedural jika seseorang telah mampu melaksanakan
perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah ditetapkan (Polisi, Jaksa dan
Hakim telah melaksanakan tugas sesuai aturan yang berlaku)
3. Menurut Thomas Hobbes, suatu perbuatan dikatakan adil
apabila telah didasarkan pada perjanjian-perjanjian tetentu. Artinya, seseorang
yang berbuat berdasarkan perjanjian yang disepakatinya bisa dikatakan adil,
seperti perjanjian jual beli
4. Menurut Prof.
Dr. Drs. Noto Negoro, SH, menambahkan satu keadilan lagi dari ke lima
keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles yaitu keadilan legalitas yaitu
keadilan hukum yang artinya siapa yang salah dijatuhi hukuman dan yang benar
akan mendapat perlindungan hukum
3. Badan penegak keadilan
Di Indonesia kita mengenal adanya
tiga lembaga penegak keadilan yaitu : Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman
4.
Bantuan hukum
Menurut
Mulyana W. Kusumah, perkembangan bantuan
hukum diberikan dalam rangka
perlindungan keadilan karena perwujudan bernegara hukum dan masyarakat
yang berkeadilan sosial tempat nilai-nilai hukum dan hak azasi manusia dibidang
politik, ekonomi dan sosial dijunjung tinggi dan juga pemenuhan kebutuhan hukum
rakyat.
Tujuan
bantuan hukum dalam rangka memperoleh jaminan keadilan adalah :
·
Mewujudkan pola hubungan sosial yang adil tempat
peraturan hukum dan pelaksanaannya menjamin kesamaan kedudukan dalam kelompok
sosial dan/atau individu baik dalam bidang politik maupun ekonomi
·
Mewujudkan sebuah sistem hukum dan administrasi yang
mampu menyediakan prosedur-prosedur hukum yang benar
T. Mulya Lubis juga
berpendapat tentang sifat bantuan hukum struktural sebagai berikut :
a. mengubah
orientasi bantuan hukum dari urban
menjadi rural,
b. bantuan hukum
bersifat aktif,
c. menggunakan
upaya ekstra legal,
d. memfungsikan
gerakan bantuan hukum yang melibatkan partisifasi rakyat banyak
e. kerja sama
dengan pekerja-pekerja sosial lainnya dalam rangka penegakkan hukum
C. Penyelenggaraan pemerintahan yang tidak trasparan
1.
faktor penyebab dari tidak adanya keterbukaan dan jaminan keadilan
Berikut
ini beberapa faktor yang mengakibatkan terjadinya penyelenggaraan pemerintah
yang tidak transparan :
1.
Nilai-nilai agama, nilai-nilai budaya bangsa dan budaya
politik tidak dijadikan sumber etika dalam berbangsa dan bernegara oleh
sebagian masyarakat. Hal itu kemudiaan melahirkan krisis akhlak dan moral yang
berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum, menyimpang dari tata kepemerintahan
dan pelanggaran hak azasi manusia
2.
Pancasila sebagai idiologi negara ditafsirkan secara
sepihak oleh penguasa dan sudah disalahgunakan untuk mempertahankan kekuasaan
3.
Konflik sosial budaya telah terjadi karena kemajemukan
sara (suku, agama, ras dan antar golongan) yang tidak dikelola dengan baik dan
adil oleh pemerintah dan masyarakat
4.
Hukum telah menjadi alat kekuasaan dan pelaksanaannya
telah diselewengkan sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan prinsip
keadilan, yaitu hak warga negara di hadapan hukum
5.
Pelaku ekonomi menerapkan prinsip jalan
pintas dengan korupsi, kolusi dan nepotisme, serta berpihak pada sekelompok
pengusaha besar (kolongmerat)
6.
Sistem politik yang otoriter tidak dapat
melahirkan pemimpin-pemimpin yang mampu menyerap aspirasi dan memperjuangkan
kepentingan masyarakat
7.
Peralihan kekuasaan yang sering
menimbulkan konflik, pertumpahan darah, perusakan dan ancaman oleh mereka yang
berkepentingan
8.
Berlangsungnya pemerintahan yang telah
mengabaikan proses demokrasi menyebabkan rakyat tidak dapat menyalurkan
aspirasi politiknya sehingga terjadi gejolak politik dalam wujud demonstrasi.
9.
Ketidakpuasan daerah terhadap pemerintah
pusat mengenai sumber daya alam dan potensi daerah lainnya yang kurang dirasa
keadilannya
10.
Penyalahgunaan wewenang sebagai akibat
lemahnya fungsi pengawasan
2. Akibat
atau dampak penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan
Dapat
dibayangkan kalau keterbukaan dan jaminan keadilan tidak ada di alam Indonesia,
maka peristiwa seperti jaman penjajahan, orde lama dan orde baru akan terulang
kembali dan lama kelamaan negara Republik Indonesia yang sangat kita cintai ini
akan hancur dan bubar, tentu akan sangat mengerikan sekali bagaimanakah nasib
kita kelak ? Masih ingatkah dengan Oktober 2000, bagaimana nasib ibu kota
Kabupaten Badung/Denpasar/Provinsi Bali, Buleleng dan Jemberana dibumi
hanguskan oleh orang yang tidak bertanggung jawab karena hanya tidak
terpilihnya Megawati Soekarnoputri sebagai preiden RI. Puing-puing kehancuran
masih sangat tampak sampai sekarang dan masih banyak gedung-gedung pemerintah
belum dibangun dari akibat peristiwa tersebut, semua itu disebabkan karena MPR
sebagai Lembaga Tertinggi Negara (sebelum diamandemen) memegang kekuasaan
memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden bisa saja berbuat curang,
tidak terbuka, karena anggota MPR bisa dilobiying, bisa dibayar, bisa
dijanjikan jabatan dan banyak janji lainnya, sehingga rakyat merasa tidak ada
keterbukaan, maka akibatnya rakyat tidak percaya kepada Lembaga Penyelenggara
Negara dari pusat sampai ke daerah. Apalagi di daerah-daerah yang namanya DPRD
seperti dewa yang dapat mengendalikan dan mengatur Pemerintahan sedemikian
rupa, sehingga banyak terjadi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dikalangan dewan,
banyak kalangan dewan yang harus berurusan dengan pihak berwajib dan hampir di
seluruh Indonesia hal ini ada pada keanggotaan Dewan periode 1999 -2004, banyak
yang sudah diputus dan banyak pula masih dalam proses. Padahal kita sudah
berada di alam reformasi. Mudah-mudahan setiap pemilu setelah reformasi dapat
menghasilkan Lembaga Negara yang transparan (terbuka) dan menjamin serta
melindungi keadilan rakyat.
3.
Upaya dalam memberantas pemerintahan yang tidak transparan
Adapun
upaya pemebrantasan pemerintahan yang tidak transparan dimasa reformasi
diantaranya : partisiasi dalam bentuk pengawasan, peranan masyarakat sipil
dalam memberantas KKN, ditetapkannya UU. No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)
a.
Partisipasi dalam bentuk pengawasan
Pengawasan adalah salah
satu fungsi organik manajemen, proses untuk memastikan dan menjamin bahwa
tujuan dan sasaran serta tugas
organisasi dapat terwujud atau tercapai. Pengawasan merupakan tanggung
jawab dari pimpinan suatu organisasi atau unit kerja
Hakekat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin
terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan, dan
kegagalan dalam pencapaian tujuan.
Sasaran pengawasan adalah mewujudkan dan meningkatkan
efisiensi, efektivitas, rasionalitas dan ketertiban dalam pencapaian tujuan
pelaksanaan tugas-tugas organisasi
Tujuan pengawasan adalah untuk mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan tugas atau program
kerja suatu organisasi atau unit kerja.
b.
Peranan Masyarakat Sipil dalam
Memberantas KKN
Masyarakat sipil mempunyai kepentingan dalam menuntut aparatur pemerintahan
yang bersih dan berwibawa, dengan terwujudnya pemerintahan yang bersih dan
berwibawa akan dapat mewujudkan ketenangan berusaha, berkreativitas dalam
kehidupan sehari-hari.
Partisipasi masyarakat melalui Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) telah
berjasa besar di dalam mengungkap kasus-kasus korupsi yang ada di tanah air dan
bahkan berbagai peristiwa yang berindikasi korupsi sudah banyak dapat terungkap
dan bahkan sudah banyak pula yang dijatuhi hikuman.
Pemerintahan di bawah duet Susilo Bambang Yudoyono dan Yoesuf Kalla sangat
konsen dengan pemberantasan korupsi dan bahkan dalam masa 100 hari
pemerintahannya sudah banyak pejabat negara atau masyarakat pelaku bisnis dapat
terjerat hukum karena melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara dan
masyarakat.
c.
UU RI Nomor 30
Tahun 2002 tentang : Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)
Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk
mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi,
supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan dengan peranserta masyarakat berdasarkan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku.
Komisi Pembrantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan
manapun.
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan daya
guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi
Dasar pelaksanaan tugas dari KPK adalah kepastian hukum, keterbukaan,
akuntabilitas, kepentingan umum dan proporsionalitas
D. Sikap keterbukaan dan keadilan
1. Sikap positif terhadap keterbukaan dan keadilan dalam
kehidupan
berbangsa dan bernegara
Berbagai
permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia haruslah diselesaikan dengan
baik dan tuntas oleh bangsa Indonesia sendiri dengan jalan semua pihak
hendaknya dapat melaksanakan keterbukaan dalam segala kehidupan berbagsa dan
bernegara
Berikut
ini beberapa indikator keterbukaan dan keadilan yang diperlukan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sebagai bangsa Indonesia :
1.
Terwujudnya nilai-nilai agama dan nilai budaya bangsa
sebagai sumber etika dan moral untuk perilaku berbuat baik dan menghindari
perbuatan tercela, bertentangan dengan hukum dan melanggar hak azasi manusia
2.
Terwujudnya sila Persatuan Indonesia
sebagai landasan mempersatukan bangsa
3.
Terwujudnya penyelenggara negara yang mampu
memahami dan mengelola kehidupan bangsa yang majemuk
4.
Terwujudnya demokrasi yang menjamin hak
dan kewajiban warga negara
5.
Terselenggaranya otonomi daerah secara adil
6.
Pulihnya kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara negara
7.
Peningkatan profesionalisme dan pulihnya kepercayaan
masyarakat terhadap TNI dan POLRI demi rasa aman dan ketertiban masyarakat
8.
Terbentuknya sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas
dan memiliki kemampuan daya saing di dunia global
2. Pemerintahan yang menunjukkan sikap keterbukaan dan keadilan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Berikut
ini beberapa indikator suatu keterbukaan dan keadilan yang dapat dilakukan oleh
pemerintah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara :
1.
Menjadikan nilai-nilai agama dan nilai budaya bangsa
sebagai sumber etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka
memperkuat akhlak dan moral penyelenggara negara dan masyarakat
2.
Menjadikan Pancasila sebagai idiologi terbuka untuk
dijadikan landasan dalam memberi
kesempatan kepada setiap komponen bangsa untuk menyampaikan gagasan dan
wacananya dalam rangka memajukan bangsa dan negara
3.
Selalu meningkatkan kerukunan dan toleransi antar sara
(suku, agama, ras dan antar golongan), melalui dialog terbuka dan berkeadilan
4.
Menegakkan supremasi hukum dan perundangan secara
konsisten dan bertanggung jawab, serta menjamin dan menghormati hak azasi
manusia
5.
Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan sosial
6.
Memberdayakan masyarakat melalui perbaikan sistem politik
yang demokratis sehingga dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas,
bertanggung jawab, menjadi panutan masyarakat dan mampu mempersatukan bangsa
dan negara
7.
Menyelenggarakan pemilihan umum secara
luberjurdil dan terbuka
8.
Mengatur peralihan kekuasaan secara
tertib, damai dan demokratis sesuai dengan hukum dan perundangan yang berlaku
9.
Menata kehidupan politik agar distribusi
kekuasaan dalam berbagai tingkat struktur politik dan hubungan kekuasaan dapat
berlangsung dengan seimbang
10.
Memberlakukan kebijakan otonomi daerah
11.
Meningkatkan integritas, profesionalisme, dan tanggung jawab
dalam penyelenggaraan negara serta memberdayakan masyarakat untuk melakukan
kontrol sosial secara konstruktif dan effektif
12.
Menjadikan TNI yang profesional
13.
Meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas
sehingga menjadi aset bangsa
3. Ajaran keadilan dalam perilaku positif
Keadilan
merupakan satu kebajikan, oleh karena itu, keadilan menjadi salah satu unsur
yang pokok dalam bidang etika. Etika merupakan salah satu bidang studi filsapat
dan ajaran mengenai azas baik dan buruk dalam kehidupan manusia. Keadilan ini
dapat disebut sebagai keadilan moral.
Beberapa
ajaran keadilan yang dapat dijadikan perilaku positif diantaranya :
1.
Ajaran berbuat baik (doing good)
Dalam
rangka ini, bertindak adil berarti berbuat baik. Suatu tindakan adil dalam
hubungannya dengan orang lain adalah hal yang baik dari perbuatan (the good of
doing). Keadilan merupakan suatu hal baik yang tak terbatas.
2.
Ajaran tidak berbuat salah (doing wrong) dengan menimbulkan
kerugian pada orang lain
3.
Tidak berbuat salah dengan mengingkari keuntungan orang lain
yang menjadi kewajiban seseorang untuk memenuhinya
4.
Berpedoman pada ajaran Tatwamasi (jangalah berbuat kepada
orang lain apa yang kamu tidak mau orang lain berbuat terhadap dirimu atau
sayangi orang lain kalau orang lain mau menyayangi dirimu atau hormati orang
lain kalau dirimu mau dihormati orang lain)
5.
Kaidah moral yang memerintahkan agar setiap orang tidak
melanggar hak-hak orang lain, sehingga orang lain dapat hidup tenang
6.
Kaidah moral yang memerintahkan setiap orang memberikan
perlakuan yang layak (fair treatment) kepada semua orang
7.
Bertindak untuk kebaikan bersama atau kesejahteraan umum dari
masyarakat. Tindakan itu mencerminkan keadilan distributif
4. Asas etika administrasi pemerintahan
dalam mewujudkan peningkatan jaminan
keterbukaan dan keadilan
Menurut
Dwight Waldo, dalam bukunya yang berjudul The Enterprise of public
Administration (1980) menyatakan bahwa petugas negara memiliki
kewajiban-kewajiban etis (ethical obligations) yang lebih banyak dalam kaitan
dengan kelakuannya ketimbang orang swasta. Sebab itu, para petugas dengan
jabatan tinggi dalam badan-badan pemerintah lebih banyak memiliki
kewajiban-kewajiban etis (ethical obligations). Setiap petugas pemerintahan
administrasi wajib memiliki sikap mental dan perilaku yang mencerminkan
keunggulan watak, keluhuran budhi, dan berbagai asas etis yang lainnya yang
bersumber pada kebajikan moral, khususnya keadilan.
Setiap
petugas administratif pemerintahan wajib memahami asas-asas etis yang bersumber
pada berbagai kebajikan moral. Setelah itu, mereka harus membina diri sehingga
sungguh-sungguh dapat menghayati asas-asas etis tersebut dan benar-benar
menerapkannya dalam pelaksanaan jabatannya.
Asas etis administrasi
pemerintahan dalam mewujudkan jaminan keadilan sbb. :
1. Pertanggungjawaban
(responsibility)
Asas etis ini menyangkut hasrat seseorang sebagai
petugas untuk merasa memikul kewajiban
penuh dan ikatan kuat. Pertanggungjawaban tersebut ditujukan kepada rakyat,
instansi pemerintah, dan atasannya langsung. Kecendrungan untuk lepas dari
tanggung jawab atau melempar tanggung jawab kepada pihak lain harus dilenyapkan
dari diri seorang petugas. Setiap administrator pemerintahan harus siap untuk
memikul pertanggungjawaban mengenai apa saja yang dilakukannya. Petugas
administrasi tidak boleh terjebak pada alasan bahwa ia hanya menjalankan
petunjuk atau hanya melaksanakan perintah
2. Pengabdian
(dedication)
Pengabdian
kadang berbaur dengan asas etis pertanggungjawaban. Pengabdian, merupakan
hasrat keras untuk menjalankan tugas-tugas pekerjaan dengan semua tenaga (otot
dan otak atau tenaga dan pikiran), seluruh semangat kegairahan, penuh
perhatian, dan tanpa pamerih. Dengan motto : sebagai pelayan masyarakat dan
bukannya untuk dilayani oleh masyarakat.
3. Kesetiaan
(loyality)
Asas
etis pertangungjawaban dan pengabdian sangat berkaitan erat dengan kesetiaan,
karena merupakan kebajikan moral. Kesetiaan, merupakan kesadaran seorang
petugas untuk setulusnya patuh kepada tujuan bangsa, konstitusi negara,
perundangang-undangan, badan instansi, tugas, jabatan, dan atasannya demi
tercapainya cita-cita bersama yang ditetapkan.
4. Kepekaan
(sensitivity)
Asas
etis ini mencerminkan kemampuan dan kemauan seorang petugas untuk memperhatikan
serta siaga terhadap berbagai perkembangan yang baru, situasi yang berubah, dan
kebutuhan yang timbul dalam kehidupan masyarakat.
5. Persamaan
(equality)
Salah
satu kewajiban pokok dari pegawai pemerintahan yang bertujuan mengabdi untuk
kepentingan bangsa dan negara dan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
menerapkan asas keadilan atau semua diperlakukan sama.
6. Kepantasan(equity)
Persamaan
perlakuan terhadap semua pihak sebagai suatu asas etis tidak selalu mencapai
keadilan dan kelayakan. Persoalan dan kebutuhan dalam masyarakat sangat
beraneka ragam sehingga memerlukan perbedaan perlakuan asalkan berdasarkan
pertimbangan yang adil atau alasan yang masuk akal.
5. Asas-asas
pemerintah yang baik dan menjamin
keadilan
Dalam mencapai serta memelihara pemerintahan dan administrasi yang baik
diperlukan adanya asas-asas pemerintahan yang baik.
Asas-asas umum
dalam pemerintahan yang baik, sebagai berikut :
1. Asas Kepastian hukum
(principle of legal security)
Asas ini menghendaki agar sikap dan
keputusan pejabat administrasi negara yang manapun tidak boleh menimbulkan
keguncangan hukum.
2. Asas Kesamaan
asas ini menghendaki adanya persamaan
perlakuan terhadap semua warga negara oleh pengambil dan pelaksana peraturan
administrasi negara. Pejabat administrasi negara tidak boleh melakukan
diskriminasi dalam menetapkan dan melaksanakan keputusan
3. Asas Keseimbangan
Asas ini menyatakan bahwa tindakan
disiplin yang dijatuhkan kepada pegawai administrasi oleh pejabat administrasi
negara harus seimbang dengan kesalahan yang dibuatnya.
4. Asas Larangan
Kesewenang-Wenangan
Sikap kesewenang-wenangan pejabat
pemerintah dalam memutuskan dan melaksanakan suatu keputusan dengan menolak
meninjau kembali walaupun sangat merugikan masyarakat luas
5. Asas Larangan
penyalahgunaan Wewenang
Penyalahgunaan wewenang, bilamana
suatu wewenang oleh pejabat yang bersangkutan dipergunakan untuk tujuan yang bertentangan atau menyimpang dari
apa yang telah ditetapkan semula oleh undang-undang
6. Asas Bertindak Cermat
Setiap pejabat yang berwenang supaya bertindak cermat dalam
melaksanakan tugasnya berdasarkan perundangan yang berlaku
7. Asas Motivasi
Asas ini mendorong setiap
administrator negara, agar dalam melaksanakan tugasnya termotivasi atau
terdorong untuk selalu melaksanakan tugas sebaik-baiknya.
8. Asas Perlakuan yang Jujur
Asas ini menghendaki adanya pemberian
kebebasan yang seluas-luasnya kepada warga masyarakat untuk mencari kebenaran.
Dalam hal peradilan jika warga masyarakat merasa tidak puas dengan putusan
peradilan tingkat bawah supaya diberi kebebasan untuk mencari keadilan pada
peradilan tingkat atas (banding)
9. Asas Menanggapi Pengharapan
yang Wajar
Asas ini menghendaki agar
tindakan-tindakan pemerintah dapat menimbulkan pengharapan bagi masyarakat dan
harapan tersebut dapat terealisasi. Jadi suatu aturan yang dibuat pemerintah
supaya terlaksana di masyarakat
10. Asas Perlindungan atas
Pandangan Hidup
Asas ini menghendaki agar pejabat
administrasi negara menghargai hak atas kehidupan pribadi pegawai negeri.
Menurut Muchsan, dalam asas ini perlu adanya pembatasan-pembatasan di
Indonesia. Oleh karena itu, sebagai pegawai negeri tindakannya harus
mencerminkan dirinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang setia dan
taat pada Pancasila dan UUD 1945
11. Asas Kebijakan
Asas ini berhubungan dengan tugas
administrasi negara pada umumnya, yakni penyelenggaraan kepentingan umum dalam
melaksanakan peraturan perundangan. Oleh karena itu, agar dapat memperoleh
hasil yang semaksimal dan seeffektif
mungkin, kebijakan yang diambil oleh pejabat administrasi negara tersebut harus
mendapat dukungan masyarakat
12. Asas
Meniadakan Akibat Suatu Keputusan yang Batal
Berdasarkan
pasal 9 ayat 1 UU. No. 14 Tahun 1970, menyebutkan : ‘Seorang yang ditangkap,
ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang
atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan berhak
menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi”.
13. Asas
penyelenggaraan Kepentingan Umum
Tindakan
positif dan aktif dari pejabat adminstrasi negara adalah penyelenggraan
kepentingan umum. Kepentingan umum meliputi kepentingan nasional. Berdasarkan
asas ini, kepentingan umum harus lebih didahulukan dari pada kepentingan
pribadi, golongan atau daerah. Hal ini tidak mengabaikan asas “ Jus Suum Cuique
Tribuere “ yaitu memberi hak mutlak pada hak-hak pribadi.
6. Good
Govermence (Kepemerintahan yang baik)
Salah satu
upaya mewujudkan keadilan dan keterbukaan dengan membentuk tata kepemerintahan
yang baik atau Good Governance. Pola-pola penyelenggaraan pemerintahan yang
cendrung sentralistik serka kurang peka terhadap perkembangan ekonomi, sosial
dan politik masyarakat harus ditinggalkan. Pola-pola penyelenggaraan
pemerintahan harus diarahkan seiring dengan tuntutan masyarakat tetapi tidak
boleh ke luar dari tata kehidupan atau norma-norma ketatanegaraan.
Tuntutan
masyarakat tentang keperintahan yang baik diantaranya :
1.
penyelenggaraan pemerintahan yang
menjamin kepastian hukum, keterbukaan, profesional, dan akuntabel
2.
pemerintahan yang menghormati hak azasi
manusia dan pelaksanaan demokrasi
3.
pemerintahan yang dapat meningkatkan
pemberdayaan masyarakat dan mengutamakan pelayanan prima kepada masyarakat
tanpa diskriminasi
4.
pemerintahan yang mengakomodasikan
kontrol sosial masyarakat
Tuntutan masyarakat yang tergambar di atas dapat terwujud apabila dapat
tercipta suatu sistem pemerintahan yang baik (Good Governance). Pemerintahan
yang baik didefinisikan sebagai suatu sistem yang memungkinkan terjadinya
mekanisme penyelenggaraan pemerintahan negara yang effisien dengan menjaga
sinergi yang konstruktif diantara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat.
Ketiga unsur sistem pemerintahan tersebut diperlukan untuk mendukung
pembangunan masyarakat berkelanjutan.
Dalam keperintahan yang baik maka fungsi setiap unsur harus dapat
dipilah-pilah sebagai berikut :
1.
pemerintah berfungsi menciptakan
lingkungan politik dan hukum yang kondusif
2.
swasta mendorong terciptanya lapangan
kerja dan pendapatan masyarakat
3.
masyarakat mewadahi interaksi sosial politik dan memobilisasi
kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial
dan politik
Untuk dapat
mewujudkan pemerintahan yang baik (Good Governmen) ada beberapa prinsip dasar
yang harus diperhatikan, yakni 1. prinsip kepastian hukum, 2. prinsip
keterbukaan, 3. prinsip akuntabilitas, 4 prinsip profesionalisme
V. LATIHAN SOAL
- Jelaskan makna yang
terkandung dalam keterbukaan ?
2.
Jelaskan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan dan berkeadilan dari sudut
nilai-nilai agama?
- Bagaimanakah terwujudnya 4 sikap positif bangsa terhadap keterbukaan dan keadilan pemerintahan Indonesia ?
- Bagaimanakah
kinerja pemerintahan terhadap pelaksanaan keterbukaan dan keadilan dalam
penyelenggaraan negara ditinjau dari segi agama dan budaya ?
Thank You berguna bngt
BalasHapus