Jumat, 22 Juli 2016

MODUL PKN KELAS XI SEMESTER 1

BAB I
BUDAYA POLITIK


I. SK
Menganalisis budaya politik di  Indonesia
II. KOMPETENSI DASAR
v  Mendeskripsi-kan pengertian budaya politik
v  Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia
v  Mendeskripsi-kan pentingnya sosialisasi pengembangan budaya politik
v  Menampilkan peranserta budaya politik partisipan
III. TUJUAN PEMBELAJARAN
v  Siswa mampu mendeskripsi-kan pengertian budaya politik
v  Siswa mampu menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia
v  Siswa mampu mendeskripsi-kan pentingnya sosialisasi pengembangan budaya politik
v  Siswa mampu menampilkan peranserta budaya politik partisipan
III. Materi
 A.    Makna Budaya Politik
       1.   Pengertian budaya politik
Pendapat beberapa ahli tentang budaya politik :
1.        Rusadi Sumintapura, budaya politik merupakan pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik
2.        Samuel Beer, budaya politik merupakan nilai-nilai keyakinan dan sikap-sikap emosi tentang bagaimana pemerintahan seharusnya dilaksanakan dan tentang apa yang harus dilakukan oleh pemerintah
3.        Gabriel Almod dan Sidney Verba, budaya politik merupakan suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan sikap warga negara terhadap peranannya dalam sistem politik
4.        Austin Ranney, budaya politik merupakan seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama, sebuah orientasi terhadap obyek-obyek politik
5.        Allan R. Ball, budaya politik merupakan susunan yang terdiri atas sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik
6.        Kay Lawson, budaya politik merupakan suatu perangkat yang meliputi seluruh nilai-nilai politik yang terdapat di seluruh bangsa
       2.   Ciri-ciri budaya politik
Ciri-ciri budaya politik dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.        Adanya kebiasaan berupa nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat politik
2.        Adanya hubungan timbal balik Vertikal (hubungan rakyat dengan penguasa)
3.        Adanya hubungan horisontal antar lembaga politik dan lembaga negara
4.        Adanya partisipasi rakyat dalam dunia politik
5.        Adanya kesadaran politik
6.        Adanya sosialisasi politik
       3.   Macam-macam budaya politik
Gabriel Almond dan Sidney Verba mengelompokkan (mengklasifikasikan) macam-macam  budaya politik sebagai berikut :
1.    Budaya politik parokial (parochial political culture), pada tingkat budaya politik ini, tingkat budaya politik masyarakat sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh faktor kognitif (rendahnya tingkat pendidikan), masih ada pada kehidupan kesukuan
2.    Budaya politik kaula (subject political culture), pada tingkat ini budaya politik masyarakat sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya, tetapi masih bersifat pasif (menunggu atau diam), masih ada pada kehidupan kerajaan
3.    Budaya politik partisipan (participant political culture), pada tingkat ini budaya politik masyarakatnya sudah sangat tinggi terhadap kesadaran politiknya sendiri, sudah menjadi negara demokrasi
       4.   Faktor penyebab berkembangnya budaya politik di suatu daerah
Budaya politik kedaerahan yang berkembang di seluruh pelosok tanah air Indonesia, merupakan warisan budaya bangsa yang tidak terhingga nilainya di dalam memperkaya tumbuh dan berkembangnya budaya nasional.

Kebudayaan daerah yang bersifat kawula gusti maupun yang bersifat partisipan merupakan faktor berkembangnya budaya politik di daerah, disatu segi masih akan ketinggalan dalam menggunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab dibidang politik yang disebabkan oleh isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, nepotisme, dan feodalisme. Pelestarian ciri khas kedaerahan mengenai budaya politik yang berkembang di masyarakat seluruh Indonesia perlu dipertahankan. Pelestarian budaya politik kedaerahan perlu diseimbangkan dengan budaya politik yang berkembang secara nasional
Jadi faktor penyebab berkembangnya budaya politik yang ada di daerah yaitu : 1. adanya faktor kaula gusti (adanya hubungan antara rakyat dan penguasa dari tingkat desa sampai pusat), 2. adanya faktor partisipan
       B.  Tipe-tipe budaya politik
            1.    Macam-macam tipologi budaya politik
Macam-Macam tipe budaya politik dapat dibagi menjadi 2  diantaranya budaya politik konvensional dan budaya politik non konvensional.
a.  Budaya politik konvensional
Jaminan perlindungan terhadap rakyat untuk berdemokrasi di negara Indonesia dapat kita jumpai dalam pasal 28 UUD 1945, rakyat bebas untuk mendirikan perserikatan atau organisasi legal, termasuk partai politik. Di samping itu, rakyat bebas untuk melakukan berbagai pertemuan, berkumpul secara damai untuk membahas berbagai persoalan bersama dalam kehidupan bernegara. Dalam forum itu, rakyat tanpa merasa risih mengemukakan pendapat pribadi maupun kelompoknya secara terbuka kepada pihak lain. Suasana itu akan menggugah warga negara dalam melakukan partisipasi politik.
Cara yang umum digunakan untuk menyampaikan aspirasi politik secara konvensional sebagai berikut :
1.        memberikan suara dalam pemilu atau pilkada
2.        terlibat dalam kegiatan kampanye
3.        membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan
4.        melakukan diskusi politik atau debat publik
5.        menjalin komunikasi pribadi dengan pimpinan politik (elit politik)  atau pejabat pemerintah
b.  Budaya  Politik Non Konvensional          
Dalam negara demokrasi, rakyat memang mempunyai hak memperotes segala sesuatu yang dipandang merugikan kepentingan bersama. Cara-cara non konvensional biasanya digunakan untuk mempengaruhi kehidupan politik dan kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan kepentingan umum. Dan cara non konvensional ini baru dilakukan apabila cara yang konvensional sudah tidak mendapatkan jalan keluarnya.
Ada beberapa cara yang ditempuh dalam budaya politik non konvensional diantaranya : demonstrasi, mogok, boikot dan pembangkangan sipil
            2.  Dampak perkembangan tipe budaya politik sejalan perkembangan sistem politik yang  berlaku
Dalam perkembangan politik yang terjadi sekarang ini di Indonesia, yang perlu mendapatkan perhatian kita bersama diantaranya : 1. stabilitas spolitik, 2. partai politik dan penyusunan kebijakan umum,
1.  Stabilitas  Politik
Perubahan merupakan gejala tak terelakkan dalam budaya politik kehidupan manusia, termasuk di dalamnya kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada satu negara pun yang bisa menghindarkan diri dari perubahan. Bertahun-tahun sebelum Masehi, orang Roma sudah berkata, “ Roma semper reformanda “ (Roma selalu berubah)
Bagi negara, perubahan merupakan dilema yang harus ditangani. Di satu pihak, negara harus melakukan perubahan secara sengaja dan terencana demi pembangunan. Di lain pihak, negara harus memelihara stabilitas demi keamanan dan ketertiban. Tanpa perubahan, jangan harap ada kemajuan. Akan tetapi, dalam perubahan, selalu ada ancaman hambatan.
Stabilitas politik, merupakan suatu keadaan, di mana proses pembentukan kebijakan-kebijakan pemerintahan dapat berjalan secara tetap, teratur tanpa menimbulkan kekacauan politik.
Istilah stabilitas berarti, kemantapan dan keseimbangan. Politik merupakan keseluruhan proses dalam pembentukan kebijakan-kebijakan pemerintahan. Politik dinyatakan stabil, apabila proses pembentukan kebijakan pemerintahan dapat berjalan secara teratur sehingga tidak menimbulkan kekacauan politik. Berarti, kekacauan politik menjadi tolak ukur stabilitas politik. Dalam perkembangan budaya politik di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hal-hal yang tidak bisa dilepaskan adalah berbagai komponen yang saling mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya budaya politik itu sendiri.
2.  Partai Politik dan Penyusunan Kebijakan Umum
Kebijakan umum, merupakan program-program yang ditetapkan oleh pemerintah (dalam arti luas) untuk mencapai tujuan masyarakat
Yang merupakan kebijakan umum, diantaranya UUD 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Daerah
Menurut Ramlan Surbakti, dari segi isinya kebijakan umum dapat dibedakan menjadi kebijakan umum yang bersifat 1. ekstratif, 2. distributif dan alokatif, 3. regulatif
      C.    Sosialisasi budaya politik
             1.   Makna sosialisasi kesadaran   politik
             Makna sosialisasi kesadaran politik, merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik anggota masyarakat
Sosialisasi politik, merupakan suatu istilah yang gunakan untuk menggambarkan proses dengan jalan mana orang belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi pada politik.
Studi atau kajian tentang sosialisasi politik sudah menjadi bidang yang sangat menarik untuk dibicarakan.
Ada dua alasan yang melatarbelakangi sosialisasi politik menjadi kajian yang menarik dalam kehidupan kenegaraan :
1.    Sosialisasi politik dapat berfungsi untuk memelihara agar suatu sistem berjalan dengan baik dan positif sehingga budaya politik dapat berkembang dengan baik
2.    Sosialisasi politik ingin menunjukkan relevansinya dengan sistem politik dan data mengenai orientasi anak-anak terhadap kultur politik orang dewasa dan pelaksanaannya dimasa mendatang mengenai sistem politik
 2.   Mekanisme sosialisasi budaya   politik
Dalam rangka untuk menyukseskan adanya sosialisasi budaya politik bagi seluruh warga masyarakat, maka mekanisme yang ditempuh dapat melalui tiga pilar sosialisasi budaya politik : pilar In Formal (keluarga), pilar Non Formal (Masyarakat) dan pilar Formal (Pendidikan, Lembaga negara dan Lembaga politik).
1.        Pilar  In  Formal, sosialisasi budaya politik dapat melalui jalur keluarga.
       Wadah penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik yang paling effisien dan effektif dapat melalui keluarga. Dalam keluarga, orang tua dan anak sering melakukan obrolan ringan tetang segala hal yang menyangkut politik, sehingga tanpa disadari terjadi transfer pengetahuan dan nilai-nilai politik yang dapat diserap oleh anak
2.        Pilar Non Formal, sosialisasi budaya politik dapat melalui jalur masyarakat.
       Wadah penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik dapat dilakukan melalui media massa.
       Media massa, merupakan suatu sarana komunikasi massa yang berfungsi menyampaikan gagasan dan kejadian berupa tayangan, tulisan, lisan kepada khalayak ramai dalam waktu yang singkat dan cepat
       Agar dapat menikmati hak-hak kebebasannya di bidang politik, warga negara memerlukan kesempatan memperoleh berita-berita yang benar dan jujur. Di sinilah media massa memegang peranan penting. Media massa dapat berupa media cetak, dan elektronika.
       Dalam negara demokrasi, media massa sangat diperlukan untuk mewujudkan jaminan atas kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression). Kebebasan pers, merupakan kebebasan untuk menghimpun dan menyebarluaskan berita, pandangan dan buah pikiran kepada siapapun yang bersedia menerimanya
Peran  Media  Massa
Sebagai sara komunikasi massa (sarana menyampaikan pesan dari pemerintah kepada rakyat atau sebaliknya dari rakyat kepada pemerintah), maka media massa dapat berperan sebagai berikut :
1.        Sebagai penyalur informasi atau berita secara obyektif.
       Masyarakat memerlukan berita yang benar sesuai dengan fakta yang ada. Hal ini dapat disediakan oleh pers
2.        Sebagai alat kontrol atau pengawasan sosial rakyat terhadap para penyelenggara negara.
       Melalui pers, rakyat dapat menyampaikan kritik dan penilaian mereka terhadap kinerja pemerintah yang dirasa menyimpang dari harapan rakyat. Melalui pers, rakyat menjaga pemerintah agar selalu bertindak sesuai dengan aturan dan norma yang ada.
3.        Sebagai sarana pembentuk pendapat umum (opini publik)
       Pendapat umum yang mencerminkan aspirasi rakyat merupakan masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan umum
4.        Sebagai pelapor pertanggungjawaban (akuntabilitas) pemerintah.
       Pers selalu memantau pelaksanaan fungsi-fungsi lembaga negara (Legeslatif, Ekskutif, dan Yudikatif) dan melaporkan hasilnya ke masyarakat
5.        Sebagai penengarai awal (ealy warming system).
       Media massa dapat memberikan peringatan-peringatan dini yang amat diperlukan untuk menggugah kewaspadaan pemerintah dan masyarakat terhadap peristiwa atau gejala yang mungkin terjadi dan akan mempengaruhi keselamatan negara
3.             Pilar  Formal, sosialisasi budaya politik dapat melalui jalur  pendidikan
Sosialisasi budaya politik melalui jalur resmi dapat berupa pendidikan politik yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan (lembaga pendidikan, lembaga negara, lembaga politik)
Pendidikan Politik, merupakan usaha mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan politik warga negara  agar memiliki tanggung jawab terhadap bangsa dan negara

Dalam negara demokrasi, tidak setiap warga negara otomatis mampu menunaikan peran pentingnya dalam hidup bernegara. Itulah sebabnya, rakyat memerlukan pendidikan politik atau pendidikan kewarganegaraan (PKn), warga negara dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bernegara
Di Sekolah atau di Perguruan Tinggi, melalui pelajaran Civics Education (Pendidikan Kewarganegaraan), dimana siswa dan gurunya atau mahasiswa dengan dosennya dapat saling bertukar informasi  dan berinteraksi dalam membahas topik-topik tertentu yang mengandung nilai-nilai politik teoritis dan praktis. Dengan demikian,  siswa akan memperoleh pengetahuan awal dalam kehidupan berpolitik secara dini serta nilai-nilai politik yang benar dari sudut pandang akademis.
            3.   Fungsi partai  politik
                   Menurut Sigmund Neumann, mengemukakan fungsi partai politik di negara demokrasi dan dinegara komunis sebagai berikut :
1.    fungsi partai politik di negara demokrasi : untuk mengatur keinginan dan aspirasi golongan-golongan di dalam masyarakat
2.    fungsi partai politik di negara komunis :  untuk mengendalikan semua aspek kehidupan secara monolitik dan rakyat dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan cara hidup yang sejalan dengan kepentingan partai
Fungsi utama partai politik, merupakan suatu usaha untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam rangka  mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu.
Fungsi tambahan dari partai politik : sosialisasi politik, rekrutmen politik, partisipasi politik, memadukan kepentingan, komunikasi politik, pengendalian konflik, dan kontrol politik
             4.   Peranan partai politik      
Partai politik memeiliki peran sebagai berikut :
1.  Mengawasi jalannya pemerintahan
2.  Menguji kebijakan pemerintah dengan memperhatikan titik-titik kelemahannya
3.  Mengajukan alternatif-alternatif kebijakan
4.  Mendidik kader yang belum terikat oleh kepentingan pemerintahan
     D. Budaya politik partisipan
          1.   Pengertian partisipasi  politik
Pendapat para ahli tentang pengertian partisipasi politik :
Ramlan Subakti, mengemukakan Partisipasi Politik, merupakan kegiatan warga negara biasa untuk mempengaruhi proses pembuatan atau pelaksanaan kebijakan umum serta ikut menentukan pemimpin pemerintahan
Hutington, mengemukakan Partisipasi politik, merupakan kegiatan warga negara pribadi (private citizen) yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.
Prof. Miriam Budiardjo, dalam Dasar-Dasar Ilmu Politik. Menyebutkan:  Partisipasi Politik,  merupakan kegiatan seseorang dalam partai politik.
Herbert Mc. Closky, Dalam International Encyclopedia of the Social Science. Menyebutkan : Partisipasi Politik, kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung terlibat dalam proses pembentukan kebijakan umum.
Norman H. Nie dan Sidney Verba, dalam Handbook of Political Science. Menyebutkan : Partisipasi politik merupakan kegiatan  pribadi warga negara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan/atau tindakan-tindakan yang mereka ambil
          2.   Bentuk-bentuk partisipasi politik
Berbagai bentuk partisipasi politik dapat kita lihat dari berbagai kegiatan warga negara yang mencakup hal-hal berikut :
1.        Terbentuknya organisasi-organisasi politik maupun organisasi masyarakat sebagai bagian dari kegiatan sosial, sekaligus sebagai penyalur aspirasi rakyat yang ikut menentukan kebijakan negara
2.        Lahirnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai kontrol sosial maupun pemberi input terhadap kebijakan  negara
3.        Pelaksanaan pemilu yang memberi kesempatan kepada warga negara untuk dipilih atau memilih, misalnya : berkampanye, menjadi pemilih aktif, menjadi anggota Lembaga Perwakilan Rakyat, menjadi anggota parpol (dengan memiliki kartu anggota parpol), menjadi pengurus partai dan sebagainya
4.        Munculnya kelompok-kelompok kontemporer  yang memberi warna pada sistem input dan output kepada pemerintah, misalnya : melalui unjuk rasa, petisi, protes, demonstrasi, mogok, konfrontasi dan sebagainya
Patut dimengerti bahwa partisipasi politik tidak hanya berarti berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pemilu. Menyampaikan sebuah keberatan terhadap rancangan kebijakan sebenarnya juga merupakan partisipasi politik. Begitu pula partisipasi politik tidak hanya dapat dilakukan melalui partai politik, bahkan kelompok kepentingan yang resmi tampak seperti perkumpulan buruh, tani, nelayan, pedagang, organisasi pemuda, wanita, pelajar, militer, lembaga swadaya masyarakat dan lain-lainnya. Tetapi ada pula organisasi abstrak yang tidak resmi namun sangat menguasai keadaan sebagai elite power yang disebut dengan  grup penekan (pressure group) seperti kelompok Suku, Agama, Ras, Antar golongan serta kelompok almamater, organisasi profesi dapat memainkan peran untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. Karena itu, bentuk partisipasi politik  dapat kita temukan dalam beragam kegiatan dan melalui berbagai wahana.
Namun demikian, tidak semua orang berpartisipasi dalam kegiatan politik. Ada anggota masyarakat yang enggan berhubungan dengan kegiatan politik, dia menarik diri atau tidak terlibat sama sekali dengan kegiatan politik. Keengganan tersebut dapat dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor seperti : kekecewaan terhadap sistem politik, ketidaktahuan informasi, tiadanya pilihan politik yang sesuai dengan keinginannya, kadang kala praktik politik kotor seperti : kekerasan pisik, korupsi, kolusi, nepotisme, terlalu banyak janji, penyalahgunaan kekuasaan akan menimbulkan sikap antipati warga masyarakat terhadap parpol tersebut (sikap anti politik).
Bentuk-bentuk partisipasi politik yang terjadi diberbagai negara, dapat dibedakan menjadi kegiatan politik dalam bentuk konvensional dan nonkonvensional.
Menurut Gabriel Almond mengemukakan bentuk-bentuk partisipasi politik meliputi :
1.        Konvensional, terdiri dari dari :
-  pemberian suara (vooting)
-  diskusi kelompok
-  debat publik
-  kegiatan kampanye
-  membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan
-  komunikasi individual dengan pejabat politik/administrasi
-  pengajuan petisi
2.        Nonkonvensional, terdiri dari :
-            berdemonstrasi
-            konfrontasi
-            mogok
-            tindak kekerasan politik terhadap harta benda, perusakan, pembakaran
-            tindak kekerasan politik terhadap manusia, penculikan, pembunuhan
-            perang gerilya/revolusi, teror, pitnah
          3.   Sebab-sebab timbulnya partisipasi politik
                        Menurut Myron Weiner, sedikitnya ada lima hal yang dapat menyebabkan timbulnya gerakan  ke arah partisipasi politik yang lebih luas dalam proses politik :
1.    Modernisasi
       Sejalan dengan berkembangnya industrialisasi, perbaikan pendidikan dan media komunikasi massa, maka pada sebagian penduduk yang merasakan terjadinya perubahan nasib akan menuntut untuk berperan dalam kekuasaan politik
2.    Perubahan-perubahan struktur kelas sosial
       Salah satu dampak modernisasi, dimana munculnya kelas pekerja baru dan kelas menengah yang semakin meluas, sehingga mereka merasa berkepentingan untuk berpartisipasi secara politis dalam pembuatan keputusan politik
3.    Pengaruh kaum intlektual dan komunikasi massa modern
       Kaum intlektual (sarjana, pengarang, wartawan) melalui ide-idenya kepada masyarakat umum dapat membangkitkan tuntutan akan partisipasi massa dalam pembuatan keputusan politik. Demikian juga perkembangannya sarana transportasi dan komunikasi modern mampu mempercepat penyebaran ide-ide baru
4.    Konflik diantara kelompok-kelompok pemimpin politik
       Para pemimpin politik berkompetisi memperebutkan kekuasaan. Sesungguhnya apa yang mereka lakukan  adalah dalam rangka mencari dukungan rakyat. Berbagai upaya yang mereka lakukan untuk memperjuangkan ide-ide partisipasi massa dapat menimbulkan gesekan-gesekan yang mengarah kepada konflik
5.    Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan
       Perluasan kegiatan pemerintah dalam berbagai bidang membawa konsekuensi adanya tindakan-tindakan  yang semakin menyusup ke segala segi kehidupan rakyat. Ruang lingkup aktivitas atau tindakan pemerintah yang semakin luas mendorong timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik
          4.   Faktor pendukung partisipasi politik
Secara garis besarnya terdapat 4 faktor pendukung partisipasi politik diantaranya :
1.      Pendidikan politik
2.      Kesadaran politik
3.      Budaya politik
4.      Sosialisasi politik
V. LATIHAN SOAL
  1. Jelaskan pengertian budaya politik menurut Samuel Beer?
  2. Jelaskan macam-macam dari budaya politik?
  3. Sebutkan 2 macam tipe budaya politik yang berkembang di masyarakat  ?
  4. Bagaimanakah fungsi utama dari partai politik?
  5. Sebutkan 4 faktor pendukung dari adanya partisipasi politik?
















BAB II
BUDAYA DEMOKRASI


I. SK
Menganalisis budaya demokrasi menuju masyarakat madani
II. KOMPETENSI DASAR
v  Mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip budaya demokrasi
v  Mengidentifikasi masyarakat madani
v  Menganalisis pelaksanaan demokrasi di Indonesia sejak Orla, Orba dan Reformasi
v  Menampilkan perilaku budaya demokrasi da-lam kehidupan sehari-hari
III. TUJUAN PEMBELAJARAN
v  Siswa mampu mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip budaya demokrasi
v  Siswa mampu mengidentifikasi masyarakat madani
v  Siswa mampu menganalisis pelaksanaan demokrasi di Indonesia sejak Orla, Orba dan Reformasi
v  Siswa mampu menampilkan perilaku budaya demokrasi da-lam kehidupan sehari-hari
IV. MATERI
 A.    Sistem Pemerintahan Demokrasi
       1.  Pengertian demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, secara etimologi demokrasi berasal dari kata demos dan kratein yaitu demos artinya rakyat dan  kratein berarti pemerintah. Ini berarti kekuasaan pemerintahan tertinggi berada ditangan rakyat, atau pemerintahan rakyat. Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan yang berasal dari, oleh dan untuk rakyat.          
Demokrasi juga memiliki dua pengertian yaitu demokrasi dalam arti sempit yang hanya meliputi bidang politik saja, dimana dalam sistem pemerintahannya hanya membicarakan sistem pemerintahan yang mencakup tentang pengertian pengakuan hak azasi manusia. Sedangkan pengertian demokrasi dalam arti luas meliputi pengertian dalam arti sempit yaitu bidang politik yang ditambah dalam bidang ekonomi dan sosial
                2.  Bentuk demokrasi
Di dalam perkembangannya pemerintahan demokrasi mengalami 2 bentuk yaitu:
1.   Bentuk Demokrasi Langsung
      Demokrasi langsung yaitu suatu sistem pemerintahan dimana rakyat secara      langsung terlibat di dalam menentukan jalannya pemerintahan
2. Bentuk Demokrasi Tidak Langsung
       Demokrasi tidak langsung yaitu suatu sistem pemerintahan dimana rakyat tidak      secara langsung ikut serta terlibat di dalam menentukan jalannya pemerintahan melainkan dengan jalan memilih wakil-wakilnya melalui pemilu. Dan bentuk ini sering juga disebut dengan demokrasi perwakilan
                3.  Macam-macam demokrasi
Adapun macam-macam sistem demokrasi sebagai berikut :
1.  Sistem Demokrasi Libral Parlementer,
Demokrasi libral parlementer yaitu suatu sistem pemerintahan dimana  kekuasaan legeslatif terletak di atas kekuasaan ekskutif, artinya mentri-mentri secara sendiri-sendiri atau bersama-sama di bawah pimpinan perdana mentrinya bertanggung jawab terhadap parlemen (lembaga legeslatif = DPR). Yang dimaksud dengan lembaga ekskutif adalah mentri-mentri di bawah perdana mentrinya. Sistem pemerintahan semacam ini cendrung labil (goyah) karena partai politik yang tidak mendapat posisi dalam pemerintahan cendrung sebagai oposisi yang selalu berusaha untuk menjatuhkan pemerintahan yang berkuasa, ini sangat berbahaya  jika negara tersebut menganut sistem multy partai
Di dalam sistem pemerintahan demokrasi libral parlementer dapat diterapkan teori Trias Politica, baik melalui separation of power (pemisahan kekuasaan) atau suatu teori distribution of power (pembagian kekuasaan), cotohnya di Inggris, Cina, Malaysia dan India      
Adapun ciri-ciri dari suatu negara yang menganut sistem demokrasi libral parlementer adalah:
a.    Kekuasaan legeslatif (DPR) lebih kuat daripada kekuasaan ekskutif  (pemerintah = menteri-menteri bersama-sama perdana mentri)
b.    Menteri-menteri (kabinet) harus mempertanggungjawabkan semua tindakannya kepada DPR, ini berarti kabinet harus mendapat kepercayaan (mosi) dari parlemen (DPR = legeslatif)
c.    Program-program kebijaksanaan kabinet harus disesuaikan dengan tujuan  politik sebagian besar anggota parlemen. Apabila kabinet melakukan penyimpangan terhadap program-program kebijaksanaan yang dibuat, maka anggota parlemen dapat menjatuhkan kabinet dengan jalan memberikan mosi tidak percaya kepada pemerintah
d.    Kedudukan kepala negara (raja, ratu, pangeran, kaisar atau presiden sebagai  kepala negara) hanya sebagai lambang atau simbol yang tidak dapat diganggu gugat
               2.   Sistem Demokrasi  Libral Presidensial
Demokrasi libral presidensial adalah suatu sistem pemerintahan dimana kedudukan legeslatif  dan ekskutif sama kuat tidak dapat saling menjatuhkan. Di dalam sistem ini mentri-mentrinya bertanggung jawab kepada Presiden  tidak kepada DPR. Dalam hal ini Presiden memiliki jabatan rangkap yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan atau sebagai Perdana Menteri (ekskutif).  
Di dalam  sistem pemerintahan demokrasi libral presidensial, pelaksanaan  pemerintahan diserahkan kepada presiden sebagai lembaga ekskutif, sedangkan kekuasaan kehakiman sebagai lembaga yudikatif  menjadi tanggung jawab Supreme Court (Mahkamah Agung), kekuasaan untuk membuat undang-undang berada ditangan Parlemen atau DPR atau Kongres ( Senat dan DPR kalau di Amerika Serikat) yang disebut lembaga legeslatif. Ketiga lembaga negara seperti legeslatif, ekskutif dan yudikatif kemudian kita kenal dengan ajaran Trias Politika. Ajaran trias politika yang murni atau pemisahan kekuasaan (separation of power) yang diajarkan oleh Montesqueau dianut oleh Amerika Serikat yang terkenal dengan praktek check and balance maksudnya agar ketiga lembaga negara di dalam melaksanakan kekuasaannya selalu terdapat keseimbangan
Adapun ciri-ciri suatu negara yang menganut sistem demokrasi libral  presidensial adalah sebagai berikut:
a. Dikepalai oleh seorang presiden selaku pemegang kekuasaan ekskutif. Presiden sebagai kepala pemerintahan atau Perdana Menteri dan sebagai kepala negara
b.  Kekuasaan ekskutif presiden dijalankan berdasarkan kedaulatan rakyat yang dipilih dari dan oleh rakyat dengan  atau tanpa melalui badan perwakilan
c.  Presiden mempunyai hak prerogatif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan para pembantunya (mentri), baik yang memimpin departemen atau non departemen
d. Mentri-mentri hanya bertanggung jawab kepada presiden dan bukan kepada DPR
e.  Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Oleh sebab itu antara presiden dan DPR tidak dapat saling menjatuhkan     
3.  Sistem Demokrasi Rakyat        
Demokrasi rakyat  disebut juga demokrasi terpimpin atau demokrasi proletar yang berhaluan marxisme-komunisme. Demokrasi rakyat mencita-citakan kehidupan yang tidak mengenal kelas sosial yaitu sama rata, sama rasa. Manusia  dibebaskan dari keterikatannya kepada pemilikan pribadi (tidak mengenal milik pribadi) tanpa ada penindasan serta paksaan. Akan tetapi untuk mencapai hal tersebut apabila perlu, dapat dilakukan dengan cara paksa atau kekerasan. Menurut Kranenburg demokrasi rakyat lebih mendewa-dewakan pemimpinnya (demokrasi terpimpin)
4.  Sistem Demokrasi Refrendum
Refrendum berasal dari kata refer yang berarti mengembalikan. Sistem refrendum berarti pelaksanaan pemerintahan didasarkan pada pengawasan secara langsung oleh rakyat, terutama terhadap kebijaksanaan yang telah, sedang dan yang akan dilaksanakan oleh badan legeslatif atau ekskutif
Refrendum ada tiga yaitu:
       1.  Refrendum Obligator (wajib)
Refrendum Obligator (wajib) adalah refrendum yang terlebih dahulu harus  mendapat persetujuan langsung dari rakyat sebelum undang-undang itu diberlakukan. Refrendum semacam ini diberlakukan apabila materi undang-undang tersebut menyangkut hak-hak rakyat
2. Refrendum Fakultatif
Refrendum Fakultatif adalah refrendum yang dilaksanakan apabila dalam waktu tertentu sesudah suatu undang-undang diumumkan dan dilaksanakan, sejumlah orang tertentu yang punya hak suara menginginkan diadakannya refrendum. Dalam hal ini, apabila refrendum menghendaki undang-undang itu dilaksanakan, maka undang-undang itu terus berlaku. Tetapi jika refrendum itu menghendaki menolak undang-undang tersebut maka undang-undang tersebut harus dibatalkan atau dicabut
3.   Refrendum Konsultatif
Refrendum Konsultatif adalah refrendum yang menyangkut soal-soal tekhnis. Biasanya rakyat tidak begitu memahami atau mencampuri urusan tekhnis pembuatan atau penyusunan materi perundang-undangan, sehingga rakyat tidak perlu menyetujui atau menolaknya. Jika sudah diundangkan barulah rakyat menilai apakah menguntungkan atau merugikan sehingga perlu dilanjutkan dengan refrendum obligator atau fakultatif
        5.   Sistem Demokrasi Pancasila
Sistem Demokrasi Pancasila menghendaki adanya keselarasan, keserasian dan  keseimbangan  segala aspek kehidupan, yang dalam pelaksanaan pemerintahannya selalu mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat, mulai dari tingkat pusat sampai ketingkat daerah, baik dalam kehidupan formal maupun dalam kehidupan non formal. Demokrasi ini hanya dianut oleh Indonesia, karena hanya Indonesia yang menganut ideologi Pancasila.
                4.   Prinsip-prinsip demokrasi secara umum
Prinsip – prinsip budaya demokrasi secara universal, antara lain mencakup :
1.   Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik
            Keterlibatan warga negara dalam pemerintahan terutama ditujukan untuk mengendalikan para pemimpin politik. Dalam hal ini, pemilu menjadi salah satu cara untuk melakukan partisipasi, selain itu warga masyarakat juga dapat menyampaikan kritik, mengajukan usul, atau memperjuangkan kepentingan melalui saluran-saluran lain yang demokratis sesuai dengan undang-undang.
Ada dua pendekatan tentang keterlibatan warga negara dalam berdemokrasi yaitu:
a.              Pendekatan elitis, berarti melalui elit-elit politik di badan perwakilan rakyat yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu, menuntut adanya ketanggapan pihak penguasa terhadap amanat penderitaan rakyat
b.             Pendekatan Partisipatori, berarti rakyat atau warga negara harus turun kejalan menyuarakan aspirasi demi penegakkan keadilan sesuai aturan hukum
2.   Persamaan (kesetaraan) di antara warga negara
Masalah persamaan, hal ini menjadi kepentingan utama dalam teori dan praktik politik. Untuk membuktikan hal tersebut tidaklah sulit, karena baik negara yang demokratis maupun yang bukan, selalu berusaha untuk mencapai tingkat persamaan yang lebih besar. Pada umumnya tingkat persamaan yang dituju adalah persamaan politik (dipilih dan memilih dalam pemilu), persamaan di muka hukum (keadilan), persamaan kesempatan berusaha (kerja), persamaan hak, persamaan memperoleh pendidikan dan pengajaran, dan lainnya.
3.   Kebebasan (kemerdekaan) yang diakui dan dipakai oleh warga negara
Masalah kemerdekaan pada awalnya dipergunakan dalam kehidupan politik sebagai reaksi terhadap absolutisme (kesewenang-wenangan). Kebebasan itu terutama  kebebasan yang menyangkut masalah hak azasi manusia, namun kebebasan itu harus selalu ada dalam koridor hukum. Seperti kebebasan menyampaikan pendapat baik lisan maupun tulisan
4.   Supremasi hukum
Penghormatan terhadap hukum harus dikedepankan baik oleh pemerintah atau penguasa maupun oleh rakyat. Tidak terdapat kesewenang-wenangan yang dilakukan atas nama hukum oleh karena itu pemerintahan harus didasarkan atas  nama hukum yang berpihak kepada keadilan (rule of the law). Segala warga negara harus berdiri setara di depan hukum tanpa ada kecualinya. Jika hukum dibuat atas nama keadilan dan disusun dengan memperhatikan pendapat rakyat, maka tidak ada alasan untuk mengabaikan apalagi melecehkan hukum dan lembaga hukum, begitu pula penegak hukum tidak melecehkan lembaga hukum yang  diembannya untuk kepuasan sesaat. Dengan demikian  keadilan dan ketaatan terhadap hukum merupakan salah satu syarat mendasar bagi terwujudnya masyarakat yang demokratis.
5.   Pemilu berkala
Pemilihan umum selain sebagai mekanisme untuk menentukan komposisi pemerintahan secara periodik, sesunguhnya merupakan sarana utama bagi partisipasi politik rakyat. Pemilihan umum menjadi kunci untuk menentukan apakah sistem itu demokratis atau tidak. Pemilihan umum untuk melegitimasi pemerintahan yang terbentuk agar mendapat dukungan rakyat yang tiada lain adalah wujud dari kedaulatan rakyat
      B.   Masyarakat madani
                        1.  Pengertian masyarakat madani                 
Masyarakat madani (Civil Society) adalah suatu kehidupan sosial yang terorganisir  dan bercirikan antara lain : kesukarelaan, keswasembadaan, dan keswadayaan yang memiliki kemandirian tinggi berhadapan dengan negara  dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya  ( M. AS Hikam : 1999 : 3)
            2.  Ciri-ciri masyarakat madani
                                    Adapun ciri-ciri umum dari masyarakat madani adalah :
a.         mandiri dalam hal pendanaan (tidak tergantung pada negara)
b.        swadaya dalam hal kegiatan (memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dilingkungannya)
c.         bersifat memberdayakan masyarakat  dan bergerak dalam bidang sosial
d.        tidak terlibat dalam persaingan politik dalam perebutan kekuasaan
e.         bersifat inklusif (melingkupi beragam kelompok) dan menghargai keragaman
            3.   Proses menuju masyarakat madani
Manusia hidup di dunia menginginkan kehidupannya sejahtera, adil dan makmur, begitu pula bagi masyarakat dan bangsa Indonesia mencita-citakan hal yang sama. Pedoman bagi masyarakat Indonesia untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sebenarnya sudah tersirat dan tersurat secara tegas dan jelas di dalam Pembukaan alenia IV Pembukaan UUD 1945 yaitu “ … melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa … “
Pada dasarnya, politik berkenaan dengan kehidupan publik, yaitu kehidupan yang berhubungan dengan rakyat banyak. Dalam kehidupan inilah  diatur proses serta mekanisme agar seluruh aspek kehidupan menjadi teratur. Untuk itulah dalam suatu negara demokrasi dibentuk suatu lembaga yang mencerminkan suatu pemerintahan demokrasi sepertia pada ajaran Trias Politika yaitu ada Ekskutif, Legeslatif dan yudikatif yang selanjutnya merupakan lembaga dari suatu organisasi yang bernama negara, yang selanjutnya dikenal dengan supra struktur politik.
Selain lembaga negara yang merupakan sufra struktur politik terdapat pula lembaga lain yaitu infra struktur politik seperti lembaga sosial (lembaga swadaya masyarakat atau LSM), lembaga budaya (paguyuban dan pendidikan yaitu organisasi Mahasiswa), lembaga agama (Nahdlatul Ulama, Majelis Ulama Indonesia, Parisada Hindu Dharma Indonesia, Wali Gerja-gereja Indonesia, Wali Umat Budha Indonesia dan lain-lain), lembaga profesi (Persatuan Wartawan Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia dan lain-lain) lembaga inilah yang merupakan masyarakat madani (civil society) dan tidak termasuk di dalamnya organisasi politik (partai politik).
Istilah Civil Society (masyarakat madani) berasal dari bahasa latin  sivilis societas yang semula digunakan oleh Cicero (106 – 43 SM), beliau adalah seorang pujangga Roma. Civil Society awal mulanya berarti komunitas politik, yaitu suatu masyarakat yang didasarkan pada hukum dan hidup beradab. Selanjutnya istilah civil society digunakan oleh John Locke dan J. J. Rouesseau  mengartikan civil society dengan masyarakat politik (political society) yaitu suatu kehidupan masyarakat yang sudah teratur karena sudah didasari dengan hukum.
Pada masa kini, istilah civil society digunakan untuk membedakan suatu komunitas di luar organisasi negara (lembaga negara) yaitu suatu lembaga privat yang mandiri yang terdiri atas beberapa individu yang membentuk kelompok atau organisasi untuk mewujudkan kepentingan mereka sendiri secara aktif.
Proses untuk mewujudkan masyarakat madani (Civil Society),  sudah dilakukan oleh masyarakat Indonesia namun banyak rintangan dan tantangan selalu menghadang dan menghambatnya  hal ini disebabkan oleh situasi dan kondisi pemerintahan yang berlangsung saat itu, seperti pada masa pemerintahan Orde Baru segala bentuk organisasi baik formal maupun non formal sebenarnya sudah banyak terbentuk namun selalu ada dalam pengawasan pemerintahan waktu itu, meskipun aturan mengenai terwujudnya masyarakat madani (Civil Society) sudah diundangkan yang pertama   yaitu dengan  Undang-Undang   No 8 Tahun 1985 tentang organisasi Kemasyarakatan, namun peraturan ini seolah-olah mandul dan tidak berfungsi sesuai harapan kita dalam mewujudkan  Civil Society 
Dari uraian di atas maka Civil Society dapat terjadi melalui proses dari adanya lembaga-lembaga atau badan atau organisasi kemasyarakatan formal maupun non formal yang dalam pembentukannya tidak hanya untuk kepentingan dilingkungannya sendiri secara intern tetapi dapat pula mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh pemerintah termasuk di dalamnya ikut mencampuri dalam urusan pembangunan sehingga menjadi budaya politik masyarakat.
Tuntutan terhadap Civil Society  sebenarnya sudah ada pada asa orde baru yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang   No 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan  yang menyatakan : Organanisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh warga masyarakat negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
Semenjak reformasi pertumbuhan dan perkembangan masyarakat madani (Civil Sosiety) baru memperoleh tempat yang sewajarnya.                    
            4.  Kendala yang dihadapi  dan upaya mengatasi dalam mewujudkan
                 masyarakat madani
Perkembangan masyarakat  madani (Civil Society) di Indonesia tak pelak lagi sangat diperkuat dengan munculnya reformasi 1998, yang dalam beberapa hal tertentu telah mebalik kritik selama Orde Baru menjadi usul positif untuk menjadi alternatif dan opsi politik. Perubahan untuk menghadapi kendala dalam usaha mewujudkan masyarakat madani itu terlihat sekurang-kurangnya dalam tiga bidang masalah: 1. dalam bidang birokrasi (kendalanya :adanya birokrasi tidak transparan dan tidak bersih), 2. dalam bidang hubungan dengan penggunaan kekuasaan oleh pemerintah (kendalanya: adanya kekerasan militer atau POLRI  untuk melindungi kekuasaan),  3. dalam hubungan negara dan masyarakat (kendalanya: pemerintah sulit dikritik dan diberi saran)
Adapun usaha untuk mewujudkan masyarakat madani:
1.    Dalam birokrasi, kritik terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme, selama Orde Baru, diubah secara positif menjadi tuntutan akan adanya transparansi dan akuntabilitas. Ada sikap proaktif dalam mencari jalan agar KKN tidak diberi kesempatan terlalu banyak untuk terus dilakukan, dengan mendesak dan memaksa pemerintah dan birokrasi untuk mempertanggungjawabkan secara terbuka semua tindak tanduk mereka secara publik. Pada titik ini kita menghadapi dilema antara pemerintah terbuka dan pemerintah yang bersih. Suatu pemerintahan hanya bisa bersikap terbuka kalau dia relatif bersih (karena pemerintahan yang tidak bersih akan berusaha sekuat tenaga menutupi penyelewengan yang dilakukannya), sementara untuk menjadi bersih dia harus terbuka terhadap kontrol dan kritik. Dilema ini dicoba dipecahkan dengan tidak meminta birokrasi untuk menjadi lebih bersih tetapi dengan memaksanya menjadi lebih terbuka.
2.    Dalam hubungan dengan penggunaan kekuasaan oleh pemerintah, kritik terhadap kekerasan politik dan represi politik (yang memuncak antara lain pada masa ditetapkannya Daerah Operasi Militer [DOM] di Aceh, Timtim, dan Irian Jaya) diubah menjadi tuntutan akan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM). Perubahan ini memberikan bobot baru kepada tuntutan masyarakat, karena kekerasan politik dapat diperlakukan pemerintah sebagai masalah dalam negeri, sedangkan masalah HAM dianggap sebagai masalah universal yang akan mendapat perhatian dunia internasional. ·
3. Dalam soal hubungan negara-masyarakat, maka kritik terhadap kedudukan negara yang terlalu kuat dalam rejim Orde Baru, diubah menjadi opsi dan alternatif dalam tuntutan akan pemberdayaan masyarakat. Persoalan bukanlah negara yang terlalu kuat, tetapi masyarakat yang terlalu lemah, sehingga social empowerment muncul sebagai suatu gagasan baru di mana masyarakat mulai meningkatkan kesadaran tentang hak-haknya dan mengembangkan bentuk negoisasi baru dengan negara. Salah satu bentuk perjuangan itu ialah tuntutan akan pengakuan terhadap pranata-pranata sosial yang selama ratusan tahun telah berhasil menjaga integrasi sosial dalam berbagai komunitas, seperti halnya masyarakat adat, yang sekarang semakin menjadi persoalan nasional. Patut dikemukakan di sini bahwa munculnya kesadaran akan pentingnya masyarakat  madani (Civil Society) berhubungan dengan keinginan untuk mewujudkan suatu ruang di mana terwujud kesamaan setiap orang di depan hukum
          C.  Demokrasi di Indonesia
1.  Pelaksanaan demokrasi di Indonesia sejak Orla, Orba dan   Reformasi
1.  Demokrasi Pada Masa Orde Lama
Semenjak diberlakukannya kembali UUD 1945 dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka berlakulah kembali Demokrasi Pancasila. Berlakunya Demokrasi Pancasila tidak berlangsung lama, karena semenjak pemerintahan Orde Lama yang berkuasa dari April 1965 – 10 Maret 1966 berlaku Demokrasi Terpimpin berdasar Tap. MPRS. No. VIII/MPRS/1965.

Paham demokrasi berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong antara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner berporoskan nasakom (nasional agama komunis, justru penekanannya ada pada keterpimpinannya bukan pada musyawarahnya.
Selama pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, kecendrungan semua keputusan hanya ada pada Pemimpin Besar Revolusi (PBR) yang dikepalai oleh Presiden. Sehingga berakibat rusaknya tatanan kekuasaan negara. Misalnya, DPR dapat dibubarkan, sementara ketua MA dan MPRS menjadi Mentri Koordinator (Menko), Pemimpin partai politik yang berbeda haluan banyak yang ditangkapi.
2.  Demokrasi Pada Masa Orde Baru
Semenjak di keluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966, mulailah berlakunya masa Orde Baru, pada masa berlakunya Orde Baru, Demokrasi Pancasila mulai berlaku lagi dengan wacana secara murni dan konsekwen. Paham demokrasi berdasarkan atas kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, serta dengan menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab, dan selalu memelihara persatuan Indonesia untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pelaksanaan Demokrasi Pancasila belumlah sesuai dengan jiwa dan semangat yang terdapat dalam ciri-ciri umum Demokrasi Pancasila. Hal tersebut karena Presiden begitu dominan baik dalam sufra maupun dalam infra strutur politik. Sufra struktur politik berarti kekuasaan lembaga negara, sedangkan infra strutur politik berarti kekuatan masyarakat berupa golongan dan kelompok dan partai politik. Akibatnya banyak terjadi manipulasi politik seperti kebulatan tekad atas nama rakyat untuk memilih presiden di MPR. Hal semacam inilah yang menumbuh suburkan praktik KKN di Indonesia, sehingga negara Indonesia terjerumus dalam berbagai krisis multi dimensi yang berkepanjangan
3.  Demokrasi pada masa Orde Reformasi
Setelah tumbangnya rezim orde baru melalui suatu perjuangan mahasiswa yang didukung oleh segenap komponen bangsa pada awal Mei 1998, maka penerapan Demokrasi Pancasila yang dilandasi semangat reformasi, dimana paham demokrasi berdasar atas kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, serta dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, selalu memelihara persatuan Indonesia dan untuk mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pelaksanaan Demokrasi Pancasila pada masa reformasi telah banyak memberi ruang gerak kepada parpol dan komponen bangsa lainnya termasuk lembaga permusyawaratan rakyat dan perwakilan rakyat mengawasi dan mengontrol pemerintah secara kritis, sehingga dua kepala negara tidak dapat melaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabatanya selama lima tahun karena dianggap menyimpang dari garis reformasi
2.  Pengertian demokrasi  Pancasila
Di dalam sila ke empat Pancasila kita menjumpai rumusan Demokrasi Pancasila yaitu:  Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan. Rumusan sila ke empat ini diliputi oleh sila pertama, ke dua dan ke tiga dan meliputi sila ke lima, ini berarti sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh        
Pada Pembukaan alenia ke IV UUD 1945 kita juga menjumpai rumusan Demokrasi Pancasila  yaitu : “… Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “.
Menurut Prof. Dr. Drs. Notonagoro, SH  menyatakan bahwa Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (senada dengan pengertian ini adalah Soemantri, SH, dan Drs. S. Pamudji, M.P.A)
Menurut  prof. Dardji Darmodihardjo, SH  menyatakan bahwa Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsapah hidup bangsa Indonesia, yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan dalam Pembukaan UUD 1945.
3.  Dasar hukum demokrasi Pancasila
1.   Landasan Idiil
 Pancasila yaitu sila ke empat yang dijiwai dan menjiwai sila yang lainnya      
2.   Landasan Konstitusional                    
a.   Pembukaan Alenia ke IV UUD 1945,
          Pada kalimat yang menyatakan “…Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia b.   Pasal – Pasal  UUD 1945
Bab I tentang Bentuk dan Kedaulatan, Pasal 1 ayat 2 Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar
Bab dan pasal yang memuat badan atau lembaga perwakilan rakyat yaitu Bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat pasal 2 ayat 1, Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat, pasal 19 – pasal 22 D,
Bab VII B tentang Pemilihan Umum pasal 22 E.
            3.  Landasan Operasional
Landasan Operasional pelaksanaan Demokrasi Pancasila meliputi : Ketetapan   MPR yaitu
  1. Tap MPRS No. XXXVII/MPRS/1968 tentang Pelaksanaan Demokrasi Pancasila
  2. Tap MPR No. I/MPR/1973, 1978, 1983, 1988, 1993, 1998, 1999 dan 2004 tentang Tata Tertib MPR di dalam Bab dan Pasalnya memuat mekanisme dan syarat sahnya pengambilan keputusan sesuai dengan pelaksanaan Demokrasi Pancasila yaitu musyawarah mufakat
4.  Prinsip demokrasi Pancasila
Secara ideologi maupun konstitusional, asas Demokrasi Pancasila yang mencerminkan tata nilai sosial budaya bangsa, mengajarkan prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila sbb :
1.             Prinsip persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia
2.             Prinsip keseimbangan antara hak dan kewajiban
3.             Prinsip kebebasan yang bertanggung jawab, secara moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, orang lain dan pemerintah
4.             Prinsip mewujudkan keadilan sosial
5.             Prinsip pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat
6.             Prinsip mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan
7.             Prinsip menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional
             5.  Pemilihan Umum   
Sarana politik untuk untuk mewujudkan kehendak rakyat kepada negara dalam sistem demokrasi adalah pemilihan umum (pemilu), rakyat sebagai pemegang kedaulatan rakyat berhak menetukan warna dan bentuk pemerintahan serta tujuan yang hendak dicapai, sesuai dengan konstitusi yang berlaku.
Dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 (hasil amademen) menyebutkan “ Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD “. Pasal ini mengandung arti bahwa seluruh rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil di Majelis Permusyawaratan Rakyat (majelis) sehingga majelis itu betul-betul sebagai penjelmaan  rakyat.
Pada Bab 1 Ketentuan umum, pasal 1 ayat 1 UU RI No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu menyebutkan :  pemilihan umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
Pemilihan umum bagi suatu negara demokrasi sangat penting artinya untuk menyalurkan kehendak azasi politiknya. Adapun kehendak azasi politik yang dimaksud adalah :
1.             untuk memilih dan mendukung anggota legeslatif
2.             adanya dukungan mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang kekuasaan ekskutif melalui pemilihan langsung dalam jangka waktu tertentu ( 5 tahun)
3.             rakyat melalui perwakilannya dapat secara periodik mengontrol atau mengawasi jalannya ekskutif   
D.   Budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari
1.           Sistem politik demokrasi Pancasila
Makna demokrasi Pancasila pada dasarnya merupakan perluasan keikutsertaan rakyat dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Aturan main dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diatur secara melembaga. Hal ini berarti, keinginan rakyat dapat tersalurkan baik dalam lembaga sufra struktur politik (lembaga negara), maupun dalam infra struktur politik (partai politik, organisasi massa, dan media politik lainnya).
Demokrasi Pancasila tidak hanya meliputi bidang pemerintahan atau politik saja (demokrasi dalam arti sempit), melainkan juga demokrasi yang meliputi bidang lainnya (dalam arti luas), seperti : sosial dan ekonomi. Jadi demokrasi dalam arti luas meliputi politik, ekonomi dan sosial.
Sistem politik Demokrasi Pancasila, merupakan sistem politik yang harus  menghargai nilai-nilai musyawarah. Oleh karena itu, kita pun harus memahami tentang tata cara bermusyawarah tersebut. Agar tata cara bermusyawarah dapat berjalan dengan baik dan lancar maka kita harus mengetahui  aturan bermusyawarah sebagai berikut :
1.       mengutamakan kepentingan negara atau masyarakat
2.       tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
3.       mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan
4.       musyawarah harus meliputi semangat kekeluargaan
5.       dengan itikad baik dan penuh rasa tanggug jawab dalam menerima dan melaksanakan keputusan musyawarah
6.       musyawarah dilakukan dengan akal sehat disertai hati nurani yang luhur
7.       keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
2.           Pelaksanaan demokrasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
Pelaksanaan Demokrasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, tiada lain merupakan wujud nyata dari pelaksanaan demokrasi dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dalam lembaga atau organisasi non formal atau kemasyarakatan sampai pada lembaga atau organisasi formal atau lembaga negara.
Adapun tata cara musyawarah dalam berbagai kehidupan harus mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.       musyawarah bersumber pada paham kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
2.       setiap putusan yang diambil harus selalu dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila
3.       setiap peserta musyawarah memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam menyampaikan pendapatnya
4.       hasil setiap musyawarah atau putusan baik berdasarkan musyawarah mufakat ataupun dengan suara terbanyak harus diterima dan dilaksanakan dengan itikad baik
5.       apabila cara nusyawarah mufakat mengalami jalan buntu, maka putusan dapat dilakukan dengan suara terbanyak (vooting)
Adapun tata cara pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (vooting), dalam Demokrasi Pancasila harus dengan persyaratan sebagai berikut :
1.       jika jalan musyawarah mufakat sudah ditempuh secara maksimal, namun tidak pernah mencapai mufakat
2.       keputusan tersebut harus diambil
3.       karena terbatasnya waktu
4.       harus ada kesepakatan sahnya pengambilan keputusan dengan suara terbanyak. Seperti, pada pasal 37 UUD 1945, atau ditentukan pada waktu sidang sedang  berlangsung ( seperti : sidang dihadiri separoh lebih anggota (quorum) dan disetujui separoh lebih anggota yang hadir)
Setiap peserta musyawarah hendaknya menyadari bahwa yang menjadi tugas utamanya bukanlah kehadiran dan persetujuannya dalam bermusyawarah, melainkan tanggung jawabnya dalam melaksanakan setiap hasil keputusan. Dalam setiap bermusyawarah bukan hanya setuju dalam pengambilan keputusan, namun keaktifannya berbicara dalam menyumbangkan saran, sanggahan dan pendapatnya dalam musyawarah.
Adapun nilai-nilai luhur yang terkandung dalam setiap pengambilan keputusan sebagai berikut :
1.       legowo atau lapang dada,  setiap peserta musyawarah harus sadar menerima dan melaksanakan keputusan musyawarah dengan sepenuh hati
2.       religius, setiap hasil musyawarah itu harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa
3.       tenggang rasa, dalam bermusyawarah setiap peserta harus mau mendengarkan dan menghormati setiap pembicara walaupun kurang berkenan dalam hati
4.       keadilan, setiap hasil musyawarah harus betul-betul menjadi keputusan bersama walaupun dengan suara terbanyak
5.       kemanusiaan, hasil keputusan tetap menjunjung tinggi harkat martabat manusia
3.           Sikap positif  terhadap pelaksanaan demokrasi di Indonesia
Setiap warga negara Indonesia diharapkan menunjukkan sikap positif dalam pengembangan nilai-nilai perilaku budaya Demokrasi Pancasila. Berikut ini merupakan sikap positif warga negara dalam perilaku budaya demokrasi di Indonesia dalam kehidupan sehari-hari :
1.       melaksanakan hak pilih (memilih dan dipilih) dalam pemilu dan menjauhkan diri dari sifat golput (golongan putih artinya tidak ikut memilih dalam pemilu)
2.       menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan
3.       menyukseskan pemilu yang luberjurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil)
4.       mentaati hukum
5.       setiap keputusan diambil dengan musyawarah mufakat untuk kepentingan bersama
6.       saling mendukung setiap usaha pembelaan negara
7.       saling menghormati kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai agama dan kepercayaan-Nya itu
Peranserta warga negara dalam memantapkan pelaksanaan Demokrasi Pancasila, diantaranya dengan menjunjung tinggi budaya Demokrasi Pancasila yang meliputi semangat :
1.       kebersamaan
2.       kekeluargaan
3.       keterbukaan
4.       kebebasan yang bertanggung jawab
5.       keadilan
Tanggung jawab warga negara dalam pelaksanaan Demokrasi Pancasila, diantaranya :
1.       menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
2.       menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan
3.       menjunjung tinggi sistem hankamrata dalam pembelaan negara
4.       menjunjung tinggi hak azasi manusia dengan segala aspeknya
5.       menjunjung tinggi keutuhan dan keselamatan bangsa dan negara Indonesia di atas kepentingan pribadi dan golongan
6.       mengutamakan musyawarah mufakat
V. LATIHAN SOAL
  1. Jelaskan pengertian demokrasi menurut pandangan Abraham Linkoln?
  2. Jelaskan pengertian masyarakat madani menurut  M. AS Hikam ?
  3. Jelaskan perbedaan dan persamaan pelaksanaan demokrasi masa Orla, Orba & Reformasi?
  4. Jelaskan nilai yang seharusnya dihargai dalam pelaksanaan sistem politik demokrasi Pancasila ? 
  5. Bagaimanakah perilaku budaya demokrasi yang seharusnya dilakukan oleh setiap warga negara dalam kehidupan sehari-hari ?


  





















BAB III
KETERBUKAAN DAN  KEADILAN


I. SK
Menampilkan sikap keterbukaan  dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
II. KOMPETENSI DASAR
v  Mendeskripsikan pengertian dan pentingnya keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
v  Menganalisis dampak penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan Menunjukkan sikap keterbukaan dan keadilan dalam  kehidupan berbangsa dan bernegara
III. TUJUAN PEMBELAJARAN
v  Siswa mampu mendeskripsikan pengertian dan pentingnya keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
v  Siswa mampu menganalisis dampak penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan Menunjukkan sikap keterbukaan dan keadilan dalam  kehidupan berbangsa dan bernegara
IV. MATERI
A.    Keterbukaan
    1.   Makna keterbukaan  dalam  kehidupan berbangsa dan bernegara
Setelah Mahasiswa yang didukukung oleh segenap lapisan masyarakat menabuh gendrang reformasi secara bersama-sama untuk menuntut adanya perbaikan segala sektor kehidupan, maka pemerintah Orde Baru menjadi gentar dan ciut nyalinya, karena seolah-olah peristiwa Orde Lama terulang kembali sewaktu mahasiswa yang didukung segenap lapisan masyarakat bergerak turun kejalan menyuarakan aspirasi rakyat dan menuntut perbaikan disegala aspek kehidupan yang waktu itu sangat merosot sekali keadaannya, karena inflasi sampai enam ratus prosen, rakyat kecil banyak yang kelaparan, harga barang membumbung tinggi dan tak terkendali, teror dimana-mana, pokoknya suasana waktu itu sangat chaus sekali. Disektor pemerintahan korupsi, kolosi, nepotisme sangat meraja lela, hukum hanya berlaku bagi rakyat kecil, pejabat, keluarga dan kroninya seolah-olah kebal hukum dan hukum menjadi mainannya, lembaga penegak hukum tidak lagi merdeka dalam melaksanakan tugasnya melainkan menjadi alat pemerintah untuk dapat melanggengkan kekuasaannya
Makna yang terkandung dari keterbukaan adalah kepercayaan, oleh karena jagalah kepercayaan itu sebaik-baiknya. Bagi pemerintah yang mendapat mandat dari rakyat haruslah menjaga kepercayaan yang telah diberikannya itu sebaik-baiknya dengan jalan menyelenggarakan negara secara terbuka dan jujur
    2.   Pengertian  keterbukaan
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia  karangan W. J. S Poerwadarminta menyebutkan keterbukaan adalah  “ hal terbuka “ ; perasaan toleransi.

Menurut UU. No. 28 tahun 1999 yang dimaksud dengan  keterbukaan adalah siap membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak azasi pribadi, golongan dan rahasia negara
Keterbukaan sangat diperlukan dalam segala aspek kehidupan baik dalam kehidupan berumah tangga, dalam organisasi yang terkecilpun haruslah memiliki azas keterbukaan agar ada kepercayaan dari yang dipimpin dengan pemimpinnya. Keterbukaan merupakan sikap jujur, rendah hati, adil, menerima pendapat orang lain, memaafkan orang lain dengan lapang dada, bertoleransi, tatwamasi, melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan dan yang dikatakannya (tri kaya parisudha).
    3.   Ciri-ciri keterbukaan
Keterbukaan memilki ciri-ciri sebagai berikut :
·         adanya hubungan yang harmonis atau sikap toleransi
·         adanya ketertiban dan keteraturan
·         adanya rasa penuh tanggung jawab pada tugas dan pada Tuhan
·         bersedia jadi saksi
·         bersedia diperiksa apabila ada indikasi penyimpangan
·         adanya akuntabilitas (pertanggungjawaban)
             4.    Landasan keterbukaan
Landasan hukum dari penyelenggaraan negara yang bersih, transparan, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme adalah:
a.    Undang-Undang Dasar tahun 1945
Pasal 7 A UUD 1945 menyebutkan antara lain : Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR apabila telah terbukti  melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan lainnya
b.       Ketetapan MPR RI No. XI/MPR/1998  tentang Penyelengara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
c.       Undang-Undang No. 28  Tahun 1999 tentang  Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
             5.   Azas umum keterbukaan
Azas  umum dalam penyelenggaraan  negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah : azas kepastian hukum, azas tertib penyelenggaraan negara, azas kepentingan umum, azas keterbukaan, azas proporsionalitas, azas profesionalitas dan azas akuntabilitas
      B.    Keadilan
             1.   Pengertian keadilan
Keadilan berasal dari kata adil yang berarti :
·           sesuai dengan apa adanya, seperti memberikan sesuatu kepada orang lain/seseorang karena memang haknya
·           tidak pilih kasih atau tidak berat sebelah, seperti memperlakukan seseorang dengan penuh bijaksana dan tidak sewenang-wenang
·           melaksanakan tugas sebagai penyelenggara negara sesuai dengan peraturan perundangan  yang berlaku
Menurut Pancasila adil dapat diartikan :
·                Adil itu tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain
·                Adil itu suatu sikap yang tidak suka menunjukkan kesalahan orang lain, tetapi juga tidak membiarkan kesalahan diri sendiri
Jadi keadilan adalah suatu tindakan yang tidak berdasarkan kesewenang-wenangan dan dapat pula diartikan sebagai suatu tindakan yang didasarkan kepada norma-norma yang di dalamnya termasuk norma hukum.
             2.   Macam-macam keadilan
1.   Menurut Aristoteles, keadilan itu dapat dibedakan menjadi 5 macam yaitu:
·      Keadilan distributif, yaitu keadilan yang berhubungan dengan distribusi jasa menurut kerja dan kemampuan. Contohnya perbedaan pendapatan yang diterima karena perbedaan jabatan yang dimilikinya. Misalnya antara Presiden dengan Gubernur, gajihnya berbeda
·      Keadilan komutatif, yaitu keadilan yang berhubungan dengan persamaan yang diterima oleh setiap orang tanpa melihat jasa-jasa perseorangan. Contohnya menumpang bemo jauh dekat ada dalam kota membayarnya sama
·      Keadilan kodrat alam, yaitu keadilan yang bersumber pada kodrat alam. Contohnya kelahiran, kehidupan dan kematian. Begitu pula kalau kita merusak lingkungan dengan merusak alam (hutan) maka akibatnya sumber air menjadi kering dan pada musim hujan akan terjadi banjir yang menghancurkan apa saja yang diterjangnya.
·      Keadilan Konvensional, yaitu keadilan yang mengikat warga negara, Penyelenggara Negara sebab sudah ditetapkan dengan peraturan perundang undangan. Contohnya seorang pengendara sepeda motor tanpa helm atau tidak membawa SIM akhirnya ditilang atau seorang pejabat negara karena melakukan Korupsi, Kolusi dan nepotisme akhirnya dijatuhi sanksi hukuman sesuai peraturan perundangan yang berlaku
·      Keadilan Perbaikan,  yaitu jika seseorang telah berusaha memulihkan nama baik orang lain yang telah tercemar
2.   Menurut  Plato, ada dua teori keadilan yaitu :
·      Keadilan Moral, suatu perbuatan dikatakan adil secara moral apabila telah mampu memberikan perlakuan yang seimbang (selaras) antara hak dan kewajiban
·      Keadilan Prosedural, suatu perbuatan dikatakan adil secara prosedural jika seseorang telah mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah ditetapkan (Polisi, Jaksa dan Hakim telah melaksanakan tugas sesuai aturan yang berlaku)
3.  Menurut Thomas  Hobbes, suatu perbuatan dikatakan adil apabila telah didasarkan pada perjanjian-perjanjian tetentu. Artinya, seseorang yang berbuat berdasarkan perjanjian yang disepakatinya bisa dikatakan adil, seperti perjanjian jual beli
4.  Menurut Prof. Dr. Drs. Noto Negoro, SH, menambahkan satu keadilan lagi dari ke lima keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles yaitu keadilan legalitas yaitu keadilan hukum yang artinya siapa yang salah dijatuhi hukuman dan yang benar akan mendapat perlindungan hukum
             3.   Badan penegak keadilan
Di Indonesia kita mengenal adanya tiga lembaga penegak keadilan yaitu : Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman
             4.   Bantuan hukum
 Menurut Mulyana  W. Kusumah, perkembangan bantuan hukum diberikan dalam rangka  perlindungan keadilan karena perwujudan bernegara hukum dan masyarakat yang berkeadilan sosial tempat nilai-nilai hukum dan hak azasi manusia dibidang politik, ekonomi dan sosial dijunjung tinggi dan juga pemenuhan kebutuhan hukum rakyat.
Tujuan bantuan hukum dalam rangka memperoleh jaminan keadilan  adalah :
·           Mewujudkan pola hubungan sosial yang adil tempat peraturan hukum dan pelaksanaannya menjamin kesamaan kedudukan dalam kelompok sosial dan/atau individu baik dalam bidang politik maupun ekonomi
·           Mewujudkan sebuah sistem hukum dan administrasi yang mampu menyediakan prosedur-prosedur hukum yang benar
T. Mulya Lubis juga berpendapat tentang sifat bantuan hukum struktural sebagai berikut :
a.    mengubah orientasi bantuan hukum  dari urban menjadi rural,
b.   bantuan hukum bersifat aktif,
c.    menggunakan upaya ekstra legal,
d.   memfungsikan gerakan bantuan hukum yang melibatkan partisifasi rakyat banyak
e.    kerja sama dengan pekerja-pekerja sosial lainnya dalam rangka penegakkan hukum
   C.   Penyelenggaraan  pemerintahan yang tidak trasparan
            1.  faktor penyebab dari tidak adanya keterbukaan dan jaminan  keadilan
Berikut ini beberapa faktor yang mengakibatkan terjadinya penyelenggaraan pemerintah yang tidak transparan :
1.        Nilai-nilai agama, nilai-nilai budaya bangsa dan budaya politik tidak dijadikan sumber etika dalam berbangsa dan bernegara oleh sebagian masyarakat. Hal itu kemudiaan melahirkan krisis akhlak dan moral yang berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum, menyimpang dari tata kepemerintahan dan pelanggaran hak azasi manusia
2.        Pancasila sebagai idiologi negara ditafsirkan secara sepihak oleh penguasa dan sudah disalahgunakan untuk mempertahankan kekuasaan
3.        Konflik sosial budaya telah terjadi karena kemajemukan sara (suku, agama, ras dan antar golongan) yang tidak dikelola dengan baik dan adil oleh pemerintah dan masyarakat
4.        Hukum telah menjadi alat kekuasaan dan pelaksanaannya telah diselewengkan sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan prinsip keadilan, yaitu hak warga negara di hadapan hukum
5.        Pelaku ekonomi menerapkan prinsip jalan pintas dengan korupsi, kolusi dan nepotisme, serta berpihak pada sekelompok pengusaha besar (kolongmerat)
6.        Sistem politik yang otoriter tidak dapat melahirkan pemimpin-pemimpin yang mampu menyerap aspirasi dan memperjuangkan kepentingan masyarakat
7.        Peralihan kekuasaan yang sering menimbulkan konflik, pertumpahan darah, perusakan dan ancaman oleh mereka yang berkepentingan
8.        Berlangsungnya pemerintahan yang telah mengabaikan proses demokrasi menyebabkan rakyat tidak dapat menyalurkan aspirasi politiknya sehingga terjadi gejolak politik dalam wujud demonstrasi.
9.        Ketidakpuasan daerah terhadap pemerintah pusat mengenai sumber daya alam dan potensi daerah lainnya yang kurang dirasa keadilannya
10.    Penyalahgunaan wewenang sebagai akibat lemahnya fungsi pengawasan
2.  Akibat atau dampak   penyelenggaraan  pemerintahan yang tidak  transparan
Dapat dibayangkan kalau keterbukaan dan jaminan keadilan tidak ada di alam Indonesia, maka peristiwa seperti jaman penjajahan, orde lama dan orde baru akan terulang kembali dan lama kelamaan negara Republik Indonesia yang sangat kita cintai ini akan hancur dan bubar, tentu akan sangat mengerikan sekali bagaimanakah nasib kita kelak ? Masih ingatkah dengan Oktober 2000, bagaimana nasib ibu kota Kabupaten Badung/Denpasar/Provinsi Bali, Buleleng dan Jemberana dibumi hanguskan oleh orang yang tidak bertanggung jawab karena hanya tidak terpilihnya Megawati Soekarnoputri sebagai preiden RI. Puing-puing kehancuran masih sangat tampak sampai sekarang dan masih banyak gedung-gedung pemerintah belum dibangun dari akibat peristiwa tersebut, semua itu disebabkan karena MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara (sebelum diamandemen) memegang kekuasaan memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden bisa saja berbuat curang, tidak terbuka, karena anggota MPR bisa dilobiying, bisa dibayar, bisa dijanjikan jabatan dan banyak janji lainnya, sehingga rakyat merasa tidak ada keterbukaan, maka akibatnya rakyat tidak percaya kepada Lembaga Penyelenggara Negara dari pusat sampai ke daerah. Apalagi di daerah-daerah yang namanya DPRD seperti dewa yang dapat mengendalikan dan mengatur Pemerintahan sedemikian rupa, sehingga banyak terjadi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dikalangan dewan, banyak kalangan dewan yang harus berurusan dengan pihak berwajib dan hampir di seluruh Indonesia hal ini ada pada keanggotaan Dewan periode 1999 -2004, banyak yang sudah diputus dan banyak pula masih dalam proses. Padahal kita sudah berada di alam reformasi. Mudah-mudahan setiap pemilu setelah reformasi dapat menghasilkan Lembaga Negara yang transparan (terbuka) dan menjamin serta melindungi keadilan rakyat.
            3.   Upaya dalam memberantas pemerintahan yang tidak transparan 
Adapun upaya pemebrantasan pemerintahan yang tidak transparan dimasa reformasi diantaranya : partisiasi dalam bentuk pengawasan, peranan masyarakat sipil dalam memberantas KKN, ditetapkannya UU. No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)
a.   Partisipasi dalam bentuk pengawasan
Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, proses untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan  dan sasaran serta tugas organisasi dapat terwujud atau tercapai. Pengawasan merupakan tanggung jawab dari pimpinan suatu organisasi atau unit kerja
Hakekat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan, dan kegagalan dalam pencapaian tujuan.
Sasaran pengawasan adalah mewujudkan dan meningkatkan efisiensi, efektivitas, rasionalitas dan ketertiban dalam pencapaian tujuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi
Tujuan pengawasan adalah untuk mendukung kelancaran  dan ketepatan pelaksanaan tugas atau program kerja suatu organisasi atau unit kerja.
b.   Peranan  Masyarakat Sipil dalam Memberantas KKN
Masyarakat sipil mempunyai kepentingan dalam menuntut aparatur pemerintahan yang bersih dan berwibawa, dengan terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa akan dapat mewujudkan ketenangan berusaha, berkreativitas dalam kehidupan sehari-hari.
Partisipasi masyarakat melalui Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) telah berjasa besar di dalam mengungkap kasus-kasus korupsi yang ada di tanah air dan bahkan berbagai peristiwa yang berindikasi korupsi sudah banyak dapat terungkap dan bahkan sudah banyak pula yang dijatuhi hikuman.
Pemerintahan di bawah duet Susilo Bambang Yudoyono dan Yoesuf Kalla sangat konsen dengan pemberantasan korupsi dan bahkan dalam masa 100 hari pemerintahannya sudah banyak pejabat negara atau masyarakat pelaku bisnis dapat terjerat hukum karena melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.
c.   UU  RI  Nomor 30  Tahun 2002 tentang : Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)
Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peranserta masyarakat berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Komisi Pembrantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi
Dasar pelaksanaan tugas dari KPK adalah kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum dan proporsionalitas
      D.   Sikap keterbukaan dan  keadilan
            1.   Sikap positif  terhadap keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan
                berbangsa dan bernegara
Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia haruslah diselesaikan dengan baik dan tuntas oleh bangsa Indonesia sendiri dengan jalan semua pihak hendaknya dapat melaksanakan keterbukaan dalam segala kehidupan berbagsa dan bernegara
Berikut ini beberapa indikator keterbukaan dan keadilan yang diperlukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai bangsa Indonesia :
1.                  Terwujudnya nilai-nilai agama dan nilai budaya bangsa sebagai sumber etika dan moral untuk perilaku berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, bertentangan dengan hukum dan melanggar hak azasi manusia
2.                  Terwujudnya sila Persatuan Indonesia sebagai landasan mempersatukan bangsa
3.                  Terwujudnya penyelenggara negara yang mampu memahami dan mengelola kehidupan bangsa yang majemuk
4.                  Terwujudnya demokrasi yang menjamin hak dan kewajiban warga negara
5.                  Terselenggaranya otonomi daerah secara adil
6.                  Pulihnya kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara negara
7.                  Peningkatan profesionalisme dan pulihnya kepercayaan masyarakat terhadap TNI dan POLRI demi rasa aman dan ketertiban masyarakat
8.                  Terbentuknya sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan memiliki kemampuan daya saing di dunia global
2.   Pemerintahan yang  menunjukkan sikap keterbukaan dan keadilan
               dalam  kehidupan berbangsa dan bernegara
Berikut ini beberapa indikator suatu keterbukaan dan keadilan yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara :
1.                  Menjadikan nilai-nilai agama dan nilai budaya bangsa sebagai sumber etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkuat akhlak dan moral penyelenggara negara dan masyarakat
2.                  Menjadikan Pancasila sebagai idiologi terbuka untuk dijadikan landasan dalam memberi  kesempatan kepada setiap komponen bangsa untuk menyampaikan gagasan dan wacananya dalam rangka memajukan bangsa dan negara
3.                  Selalu meningkatkan kerukunan dan toleransi antar sara (suku, agama, ras dan antar golongan), melalui dialog terbuka dan berkeadilan
4.                  Menegakkan supremasi hukum dan perundangan secara konsisten dan bertanggung jawab, serta menjamin dan menghormati hak azasi manusia
5.                  Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan sosial
6.                  Memberdayakan masyarakat melalui perbaikan sistem politik yang demokratis sehingga dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas, bertanggung jawab, menjadi panutan masyarakat dan mampu mempersatukan bangsa dan negara
7.                  Menyelenggarakan pemilihan umum secara luberjurdil dan terbuka
8.                  Mengatur peralihan kekuasaan secara tertib, damai dan demokratis sesuai dengan hukum dan perundangan yang berlaku
9.                  Menata kehidupan politik agar distribusi kekuasaan dalam berbagai tingkat struktur politik dan hubungan kekuasaan dapat berlangsung dengan seimbang
10.              Memberlakukan kebijakan otonomi daerah
11.              Meningkatkan integritas, profesionalisme, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan negara serta memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol sosial secara konstruktif dan effektif
12.              Menjadikan TNI yang profesional
13.              Meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas sehingga menjadi aset bangsa
3.   Ajaran keadilan dalam perilaku positif
Keadilan merupakan satu kebajikan, oleh karena itu, keadilan menjadi salah satu unsur yang pokok dalam bidang etika. Etika merupakan salah satu bidang studi filsapat dan ajaran mengenai azas baik dan buruk dalam kehidupan manusia. Keadilan ini dapat disebut sebagai keadilan moral.
Beberapa ajaran keadilan yang dapat dijadikan perilaku positif diantaranya :
1.                  Ajaran berbuat baik (doing good)
            Dalam rangka ini, bertindak adil berarti berbuat baik. Suatu tindakan adil dalam hubungannya dengan orang lain adalah hal yang baik dari perbuatan (the good of doing). Keadilan merupakan suatu hal baik yang tak terbatas.
2.                  Ajaran tidak berbuat salah (doing wrong) dengan menimbulkan kerugian pada orang lain
3.                  Tidak berbuat salah dengan mengingkari keuntungan orang lain yang menjadi kewajiban seseorang untuk memenuhinya
4.                  Berpedoman pada ajaran Tatwamasi (jangalah berbuat kepada orang lain apa yang kamu tidak mau orang lain berbuat terhadap dirimu atau sayangi orang lain kalau orang lain mau menyayangi dirimu atau hormati orang lain kalau dirimu mau dihormati orang lain)
5.                  Kaidah moral yang memerintahkan agar setiap orang tidak melanggar hak-hak orang lain, sehingga orang lain dapat hidup tenang
6.                  Kaidah moral yang memerintahkan setiap orang memberikan perlakuan yang layak (fair treatment) kepada semua orang
7.                  Bertindak untuk kebaikan bersama atau kesejahteraan umum dari masyarakat. Tindakan itu mencerminkan keadilan distributif
4.   Asas etika administrasi pemerintahan dalam  mewujudkan peningkatan jaminan  keterbukaan dan  keadilan
Menurut Dwight Waldo, dalam bukunya yang berjudul The Enterprise of public Administration (1980) menyatakan bahwa petugas negara memiliki kewajiban-kewajiban etis (ethical obligations) yang lebih banyak dalam kaitan dengan kelakuannya ketimbang orang swasta. Sebab itu, para petugas dengan jabatan tinggi dalam badan-badan pemerintah lebih banyak memiliki kewajiban-kewajiban etis (ethical obligations). Setiap petugas pemerintahan administrasi wajib memiliki sikap mental dan perilaku yang mencerminkan keunggulan watak, keluhuran budhi, dan berbagai asas etis yang lainnya yang bersumber pada kebajikan moral, khususnya keadilan.
Setiap petugas administratif pemerintahan wajib memahami asas-asas etis yang bersumber pada berbagai kebajikan moral. Setelah itu, mereka harus membina diri sehingga sungguh-sungguh dapat menghayati asas-asas etis tersebut dan benar-benar menerapkannya dalam pelaksanaan jabatannya.
Asas etis administrasi pemerintahan dalam mewujudkan jaminan keadilan sbb. :
1.         Pertanggungjawaban (responsibility)
            Asas  etis ini menyangkut hasrat seseorang sebagai petugas untuk merasa  memikul kewajiban penuh dan ikatan kuat. Pertanggungjawaban tersebut ditujukan kepada rakyat, instansi pemerintah, dan atasannya langsung. Kecendrungan untuk lepas dari tanggung jawab atau melempar tanggung jawab kepada pihak lain harus dilenyapkan dari diri seorang petugas. Setiap administrator pemerintahan harus siap untuk memikul pertanggungjawaban mengenai apa saja yang dilakukannya. Petugas administrasi tidak boleh terjebak pada alasan bahwa ia hanya menjalankan petunjuk atau hanya melaksanakan perintah
2.         Pengabdian (dedication)
            Pengabdian kadang berbaur dengan asas etis pertanggungjawaban. Pengabdian, merupakan hasrat keras untuk menjalankan tugas-tugas pekerjaan dengan semua tenaga (otot dan otak atau tenaga dan pikiran), seluruh semangat kegairahan, penuh perhatian, dan tanpa pamerih. Dengan motto : sebagai pelayan masyarakat dan bukannya untuk dilayani oleh masyarakat.
3.         Kesetiaan (loyality)
            Asas etis pertangungjawaban dan pengabdian sangat berkaitan erat dengan kesetiaan, karena merupakan kebajikan moral. Kesetiaan, merupakan kesadaran seorang petugas untuk setulusnya patuh kepada tujuan bangsa, konstitusi negara, perundangang-undangan, badan instansi, tugas, jabatan, dan atasannya demi tercapainya cita-cita bersama yang ditetapkan.
4.         Kepekaan (sensitivity)
            Asas etis ini mencerminkan kemampuan dan kemauan seorang petugas untuk memperhatikan serta siaga terhadap berbagai perkembangan yang baru, situasi yang berubah, dan kebutuhan yang timbul dalam kehidupan masyarakat.
5.         Persamaan (equality)
            Salah satu kewajiban pokok dari pegawai pemerintahan yang bertujuan mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara dan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat menerapkan asas keadilan atau semua diperlakukan sama.
6.         Kepantasan(equity)
            Persamaan perlakuan terhadap semua pihak sebagai suatu asas etis tidak selalu mencapai keadilan dan kelayakan. Persoalan dan kebutuhan dalam masyarakat sangat beraneka ragam sehingga memerlukan perbedaan perlakuan asalkan berdasarkan pertimbangan yang adil atau alasan yang masuk akal.
            5.    Asas-asas pemerintah  yang baik dan menjamin keadilan
Dalam mencapai serta memelihara pemerintahan dan administrasi yang baik diperlukan adanya asas-asas pemerintahan yang baik.
Asas-asas umum dalam pemerintahan yang baik, sebagai berikut :
1.       Asas Kepastian hukum (principle of legal security)
          Asas ini menghendaki agar sikap dan keputusan pejabat administrasi negara yang manapun tidak boleh menimbulkan keguncangan hukum.
2.       Asas Kesamaan
          asas ini menghendaki adanya persamaan perlakuan terhadap semua warga negara oleh pengambil dan pelaksana peraturan administrasi negara. Pejabat administrasi negara tidak boleh melakukan diskriminasi dalam menetapkan dan melaksanakan keputusan
3.       Asas Keseimbangan
          Asas ini menyatakan bahwa tindakan disiplin yang dijatuhkan kepada pegawai administrasi oleh pejabat administrasi negara harus seimbang dengan kesalahan yang dibuatnya.
4.       Asas Larangan Kesewenang-Wenangan
          Sikap kesewenang-wenangan pejabat pemerintah dalam memutuskan dan melaksanakan suatu keputusan dengan menolak meninjau kembali walaupun sangat merugikan masyarakat luas
5.       Asas Larangan penyalahgunaan Wewenang
          Penyalahgunaan wewenang, bilamana suatu wewenang oleh pejabat yang bersangkutan dipergunakan untuk  tujuan yang bertentangan atau menyimpang dari apa yang telah ditetapkan semula oleh undang-undang
6.       Asas Bertindak Cermat
          Setiap pejabat  yang berwenang supaya bertindak cermat dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan perundangan yang berlaku
7.       Asas Motivasi
          Asas ini mendorong setiap administrator negara, agar dalam melaksanakan tugasnya termotivasi atau terdorong untuk selalu melaksanakan tugas sebaik-baiknya.
8.       Asas Perlakuan yang Jujur
          Asas ini menghendaki adanya pemberian kebebasan yang seluas-luasnya kepada warga masyarakat untuk mencari kebenaran. Dalam hal peradilan jika warga masyarakat merasa tidak puas dengan putusan peradilan tingkat bawah supaya diberi kebebasan untuk mencari keadilan pada peradilan tingkat atas (banding)
9.       Asas Menanggapi Pengharapan yang Wajar
          Asas ini menghendaki agar tindakan-tindakan pemerintah dapat menimbulkan pengharapan bagi masyarakat dan harapan tersebut dapat terealisasi. Jadi suatu aturan yang dibuat pemerintah supaya terlaksana di masyarakat
10.     Asas Perlindungan atas Pandangan Hidup
          Asas ini menghendaki agar pejabat administrasi negara menghargai hak atas kehidupan pribadi pegawai negeri. Menurut Muchsan, dalam asas ini perlu adanya pembatasan-pembatasan di Indonesia. Oleh karena itu, sebagai pegawai negeri tindakannya harus mencerminkan dirinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang setia dan taat pada Pancasila dan UUD 1945
11.     Asas Kebijakan
          Asas ini berhubungan dengan tugas administrasi negara pada umumnya, yakni penyelenggaraan kepentingan umum dalam melaksanakan peraturan perundangan. Oleh karena itu, agar dapat memperoleh hasil yang semaksimal  dan seeffektif mungkin, kebijakan yang diambil oleh pejabat administrasi negara tersebut harus mendapat dukungan masyarakat
12.     Asas Meniadakan Akibat Suatu Keputusan yang Batal
          Berdasarkan pasal 9 ayat 1 UU. No. 14 Tahun 1970, menyebutkan : ‘Seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi”.
13.     Asas penyelenggaraan Kepentingan Umum
          Tindakan positif dan aktif dari pejabat adminstrasi negara adalah penyelenggraan kepentingan umum. Kepentingan umum meliputi kepentingan nasional. Berdasarkan asas ini, kepentingan umum harus lebih didahulukan dari pada kepentingan pribadi, golongan atau daerah. Hal ini tidak mengabaikan asas “ Jus Suum Cuique Tribuere “ yaitu memberi hak mutlak pada hak-hak pribadi.
                        6.    Good Govermence (Kepemerintahan yang baik)
Salah satu upaya mewujudkan keadilan dan keterbukaan dengan membentuk tata kepemerintahan yang baik atau Good Governance. Pola-pola penyelenggaraan pemerintahan yang cendrung sentralistik serka kurang peka terhadap perkembangan ekonomi, sosial dan politik masyarakat harus ditinggalkan. Pola-pola penyelenggaraan pemerintahan harus diarahkan seiring dengan tuntutan masyarakat tetapi tidak boleh ke luar dari tata kehidupan atau norma-norma ketatanegaraan.
Tuntutan masyarakat tentang keperintahan yang baik diantaranya :
1.       penyelenggaraan pemerintahan yang menjamin kepastian hukum, keterbukaan, profesional, dan akuntabel
2.       pemerintahan yang menghormati hak azasi manusia dan pelaksanaan demokrasi
3.       pemerintahan yang dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan mengutamakan pelayanan prima kepada masyarakat tanpa diskriminasi
4.       pemerintahan yang mengakomodasikan kontrol sosial masyarakat
Tuntutan masyarakat yang tergambar di atas dapat terwujud apabila dapat tercipta suatu sistem pemerintahan yang baik (Good Governance). Pemerintahan yang baik didefinisikan sebagai suatu sistem yang memungkinkan terjadinya mekanisme penyelenggaraan pemerintahan negara yang effisien dengan menjaga sinergi yang konstruktif diantara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat. Ketiga unsur sistem pemerintahan tersebut diperlukan untuk mendukung pembangunan masyarakat berkelanjutan.
Dalam keperintahan yang baik maka fungsi setiap unsur harus dapat dipilah-pilah sebagai berikut :
1.       pemerintah berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif
2.       swasta mendorong terciptanya lapangan kerja dan pendapatan masyarakat
3.       masyarakat mewadahi interaksi sosial politik dan memobilisasi kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik
Untuk dapat mewujudkan pemerintahan yang baik (Good Governmen) ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan, yakni 1. prinsip kepastian hukum, 2. prinsip keterbukaan, 3. prinsip akuntabilitas, 4 prinsip profesionalisme
V. LATIHAN SOAL
  1. Jelaskan makna yang terkandung dalam keterbukaan ?
2.      Jelaskan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan dan berkeadilan dari sudut nilai-nilai agama?

  1. Bagaimanakah terwujudnya 4 sikap positif bangsa terhadap keterbukaan dan keadilan pemerintahan Indonesia ?
  2. Bagaimanakah kinerja pemerintahan terhadap pelaksanaan keterbukaan dan keadilan dalam penyelenggaraan negara ditinjau dari segi agama  dan budaya ?

1 komentar:

Arsip Blog